Qosidah Sebagai Salah Satu Pendidikan ESQ
Qosidah merupakan susunan kalimat yang berbentuk syair, dan Qosidah sangat erat kaitannya dengan Ulama’ Sufi di Yaman. Sebagaimana Ulama’ Yaman terkenal sebagai Ulama’ sufi alias pengikut ajaran Tashawwuf. Maka lazimnya seorang yang menjadikan setiap aktifitasnya dengan bertaqorrub mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mereka menggunakan beragam metode Dzikir yang diterapkan pada Moment yang beragam. Intinya agar mereka bisa menghabiskan segenap Waktunya untuk mengingat Allah SWT.
Hal menarik untuk di pelajari bahwa Ulama’ Yaman sering kali menjadikan Qosidah sebagai sarana berdzikir sekaligus mendidik kecerdasan Emosional dan Spiritual Question (ESQ).
Sepanjang pengamatan saya selama belajar di Tarim dan Mukalla Yaman, saya melakukan penelitian lapangan sebagai seorang Munsyid (Pelantun Qosidah) dan sebagai penikmatnya. Dan disitu saya temukan banyak pelajaran berharga dari tradisi para Ulama’ di Yaman ini.
Hampir semua Ulama’ yang tersohor dan Wali Waliyullah yang terkenal memiliki Diwan (kumpulan Qosidah). Seperti Diwan Al Imam Abdullah Al Haddad, Diwan Al Imam Ali bin Muhammad Al Habsyi, Diwan Al Imam Abdurrahman Balfaqih. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Qosidah-qosidah yang dituliskan oleh para Ulama’ biasanya tidak terlepas dari tiga kategori;
Qosidah Nashoih Wa Siyar (berisi nasehat dan sejarah)
Qosidah Madhurrosul (berisi pujian atas Nabi)
Qosidah I’tirof (berisi pengakuan atas kesalahan)
Menurut Sultonul Ulama’ Al-Habib Salim As Syatiri mengatakan; “sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli sejarah bahwa Ulama’ yang terkenal sebagai Muddah (yang banyak memuji Nabi) sangatlah banyak, dan tidak kita dapati setiap zaman kecuali terdapat Ulama’ yang memuji Rosul, hanya saja yang terkenang Qosidahnya dan mencapai derajat yang luhur, hanya ada tiga orang yaitu: Pertama, As Syeikh Abdurrahim Al Bur’iy yang dinisbatkan pada kota Buro’ Yaman usia beliau mencapai 130 tahun, Kedua, As Syeikh Yusuf Bin Ismail An Nabhani yang wafat di Beirut Lebanon, Ketiga, Al Imam Al-Habib Ali Bin Muhammad Al Habsyi berasal dari Seiyun Yaman. Yang dari ketiganya semuanya Qosidah-Nya berisi Mutiara untuk memuji Rosul SAW.”
Tradisi membaca Qosidah ini di Yaman bagi kalangan Sufi merupakan salah satu cara untuk berdzikir kpada Allah bahkan tak sedikit Ulama’ yang membuat metode dzikir yang disebut “Hadroh”. Yang mana Hadroh ini berisi pembacaan sebagian ayat Quran dan Hadits nabi, serta Qosidah-Qosidah yang berisi 3 tiga esensi yang telah disebutkan.
Di Tarim Qosidah hampir kita temui dalam setiap Moment ibadah, saat ramadhan misalnya, kegembiraan Masyarakat dan segenap pencari ilmu disana bertambah dengan lantunan Qosidah Fazzaziyah dan Witriyah serta Qosidah lainnya yang dikarang oleh Ulama’ yang sangat cinta kepada Rasulullah SAW yaitu Abil Hibbi At Tarimi yang dibacakan setiap setelah sholat tarawih sambil menikmati kopi hangat racikan para sesepuh Tarim.
Setiap minggu biasanya Al Faqir mengikuti Hadroh satu sampai tiga kali, meskipun sebenarnya sangat banyak Hadroh yang diselenggaraan oleh masing masih Marga. Contoh Hadroh yang sering saya ikuti adalah Hadroh Basaudan karya Syeikh Abdullah Basaudan yang merupakan salah satu “Ibadillah As Sab’ah” (tujuh wali tersohor bernama Abdullah dizamannya). Hadroh ini diselenggarakan setiap hari senin berisi Do’a, Istighfar, Hamdalah, Hailalah, Pembacaan Al Qur’an dan memohon Madad (pertolongan) pada Ulama’ dan Masyayikh Yaman.
Hadroh lainnya dikediaman Munsib Al Hamid Mukalla, Hadroh ini diselenggaakan setiap hari Jumat sore, berisi tentang Qosidah Syeikh Abu Bakar bin salim dan Habib Sholeh bin Muhsin tanggul serta para Habaib lainnya. Adapun untuk Hadroh Itsnaatsariyah sesekali diselenggarakan pada setiap tanggal 12, guna memperingati Hari pernikahan Rasulullah SAW dengan Sayyidatuna Khadijah RA.
Sementara di tarim terdapat Hadroh As Saqqof yang biasanya dilaksanakan seminggu dua kali dengan melantunkan Qosidah Sufi di iringi tabuhan Rebab. Hal ini rutin dilaksanakan di Masjid Al Imam Abdurrahman As Saqqof (819 H) setiap malam senin dan malam kamis setelah sholat Isya’.
Dan sebagaimana penelitian saya bahwa setiap para Habaib dan Ulama’ mendengarkan lantunan Qosidah yang dilantunkan, tak jarang meneteskan air mata mereka dan telihat pula tangan yang menengadah ke langit seraya khusyu’ dalam do’a. Suasana terlihat semakin syahdu terutama jika majelis Hadroh ini dihadiri oleh segenap Ulama’ dan Wali-wali Allah.
Diantara contoh penggalan Qosidah yang mengandung Do’a adalah:
المدد يا شَيخ ابَا بَكرِي * المدد يا عَالِي القَدر ِ
المدد يا ذِي سَكَن عِيناَت * المدد ياَ المُنصِبِ العَالِي
Aku memohon pertolonganmu duhai Syeikh Abu Bakar bin Salim
Aku memohon pertolonganmu duhai pemilik derajat yang tinggi
Aku memohon pertolonganmu duhai yang di tinggal di Inat
Aku memohon pertolonganmu duhai yang memiliki pangkat tinggi
Dan contoh penggalan Qosidah yang mengandung nasehat :
دَع الناسَ يا قَلبِي يقُولُونَ ماَ بَداَ * لَهُم وَاتَّثِق بِاللهِ رَبِّ الخَلائِق ِ
نَعَم بَعضَهُم مِمَن يُحِب ُّ وَيَرتَضِي * لِطَاعَتِهِ والبَعضُ عَاصٍ ومَارِقِ
Biarkan orang orang berkata apa saja yang terjadi pada mereka,
tetaplah berpegang teguh pada Allah tuhan semesta alam.
Iya, sebagian orang mencintai dan melaksanakan ketaatan
Dan sebagian lagi bermaksiat dan berbuat buruk.
Contoh Qosidah pujian atas Nabi misalnya;
عَينِي لِغَيرِ جَمَالِكُم لا تَنظُرُ * وَسِوَاكُمُ فِي خَاطِرِ لا يَخطُرُ
Mataku tidak melihat selain pada keindahanmu .
Dan selain dirimu tak terlintas di hatiku.
Sekilas bisa kita lihat bahwa Qosidah ini memberikan pendidikan dan pencerahan bagi setiap yang mendengarkan, untuk selalu memperbaiki dan mengatur Emotional dalam diri kita dan membangkitkan Spiritual kita.
Dan bisa kita lihat bahasa yang disampaikan dalam Qosidah sufi menarik setiap pendengarnya kedalam lautan cinta dan kerinduan, meneduhkan jiwa, meresapi rahasia yang terdapat di dalamnya.
Qosidah Sufi juga banyak mengandung wejangan dan pelajaran syariat Islam, etika, dan sosial. Ciri khas nya Qosidah Sufi Yaman tidak terfokus pada gramatikalnya saja, akan tetapi lebih kepada maksud dan tujuan utama dari Qosidah itu sendiri, oleh karenanya banyak kita temui Qosidah yang memakai bahasa “Suqiyah” bahasa orang awan yang tidak memakai kaedah bahasa resmi.
Cara membacakan Qosidah ini ada dua model, yang Pertama dibaca sebagai Qosidah Fardiyah (dibaca oleh Munsyid saja), Kedua Qosidah Jamaiyah (secara bersama sama). Untuk Qosidah Fardi tidak di iringi dengan Tabuhan rebana, semantara Qosidah Jamaiyah bisa di iringi dengan Rebana atau boleh juga tidak.
Posisi seorang seorang Munsyid (Vocalis) dikatakan:
المُنشِد مُرشِد
“Seorang Munsyid adalah Penunjuk”
Yakni menunjukkan jalan yang lurus bagi dirinya dan Orang lain. Biasanya yang menjadi khas disini adalah dibacakan Qosidah dengan Lahn (Nada) khas Hadromy, ada juga khas Syimaly, dan nada “Hijazi/Mawwal”.
Membaca Qosidah tidak hanya di hadroh akan tetapi juga di majelis pengajian dan majelis khusus. Oleh karenanya seorang Munsyid harus selalu menemani Masayikh dalam Majelis.
Meskipun Qosidah yang dibacakan telah sering diulang namun tidak ada kebosanan, sebab dikarang dari hati yang tulus, bukan sekedar pujian biasa. Habib Umar Bin Hafidz berkata: “Setiap kata yang keluar dari hati yang tulus, maka akan masuk kedalam Hati.” Qosidah inilah yang menggerakkan Hati dan Menghidupkan Jiwa.
Sementara di Indonesia juga kita temui banyak Ulama’ Sufi yang memiliki kebiasaan melantunkan Qosidah maupun Hadroh, tentunya Qosidah ini memang sangat cocok untuk dibaca dinegara manapun, karena muatan dan tujuannya bisa diterima oleh semua kalangan.
Disinilah adanya Qosidah sebagai salah satu pendidikan Emotional dan Spiritual kita.
Semoga bermanfaat.
****