Pada Selasa (02/06/15) pagi, saat bersama Maulana Habib Luthfi di kediamannya, di teras depan lantai dua, salah satu diantara kami, Mayor Agus Kodiklat Bandung bertanya kepada Maulana Habib Luthfi tentang hukum pembacaan al-Quran dengan langgam Jawa pada saat Isra Mi’raj di Istana Negara.
Maulana Habib Luthfi bin Yahya menjawab:
Membaca al-Quran yang penting terjaga mad (tajwid)-nya, makhrajnya. Rasulullah saw memerintah membaca al-Quran dengan suara baik.
زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ
“Perindahlah Al Qur’an dengan suara kalian.” (HR. Abu Dawud)
Contohnya orang Sunda kalau membaca shalawat dan puji-pujian menggunakandangdagula. Waktu dahulu saya mondok (mesantren) di Kuningan Kiai dan santri-santri membaca puji-pujian dan membaca al-Quran menggunakan langgam dangdagula. Seperti membaca pujian :
Ya Rabi bil-Musthafa balig maqashidana * waghfir lana ma madha ya wasi’a al-karami.
Di Sunda juga membaca dzikir la ilaha illa Allah juga memakai dangdagula.Menggunakan langgam Jawa selagi niatnya tidak mengejek (takhzi) tidak masalah. Saya kira untuk mengetahui ada motif mengejek atau tidak, dalam masalah ini kita bisa melihat pembacanya berasal dari institusi mana. Pembacanya dari UIN, kalau melihat UIN-nya saya kira tidak ada itu motif mengejek.
Saya mendengarkan pembacaan al-Quran langgam Jawa di Istana Negara itu tidak ada masalah. Saya dengar bacaannya bagus.
Nah kalau melihat ini dari kacamata politik. Untuk saya no comen. Agaknya banyak yang memanfaatkan untuk menyerang Jokowi, seperti waktu dahulu banyak yang menyerang Gus Dur sebenarnya tujuannya untuk menyerang NU (Nahdhatul Ulama). [Tsi]
Sumber : http://www.habiblutfi.net/