Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Salam takdhim teruntuk Habib Taufiq Assegaf, Semoga senantiasa diberkahi oleh Allah SWT berikut seluruh kru Forsan Salaf.
Izinkanlah saya untuk mengajukan beberapa pertanyaan titipan dari teman saya sebagai berikut:
a. Bagaimana kita memaknai musibah yang akhir-akhir ini terjadi?
b. Sudah lama teman saya menabung ingin mengganti mobil, karena mobilnya yang sekarang sudah tidak cukup. Saat ini beliau mau merealiasasikannya, tapi hati beliau merasa tidak enak, karena melihat saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Apa sebaiknya yang perlu beliau perbuat?
c. Banyak orang yang menghubungkan ayat-ayat Al qur’an dengan musibah yang terjadi, seperti waktu gempa di padang dengan nomor surat dan ayat dalam Alqur;an, bagaimana pendapat Habib ?
d. Bagaimana cara melatih diri supaya ‘IKHLAS’ ?
Demikian pertanyaan teman saya tersebut. Atas segala penjelasan Habib Taufiq, saya haturkan terima kasih.
Wassalam, Fakhrurrozy
FORSAN SALAF menjawab :
a. Setiap musibah yang terjadi mengajak manusia untuk berfikir atas kesalahan yang telah dilakukan. Contoh : terjadinya banjir diakibatkan karena perbuatan manusia menggunduli hutan, atau terjadinya tanah longsor mungkin akibat penggalian tanah yang tak terkendali atau yang lainnya. Firman Allah :
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ ) الشورى(30
“ Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri ,”
Namun harus tetap meyakini bahwa segala musibah terjadi atas kehendak Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“ Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Sehingga sekiranya terjadi musibah, dapat diterima dengan sabar dan tabah serta bersegera bertobat kepada Allah SWT atas kesalahannya.
Musibah yang menimpa orang-orang kafir atau fasiq sebagai suatu ‘Uqubah (siksaan). Adapun yang menimpa orang-orang beriman sebagai ujian yang mendatangkan pahala dan mengangkat derajat mereka di sisi Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam A-Qur’an :
وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (الأنفال 17)
“ dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.
Oleh karena itu, orang yang tidak saleh dengan adanya musibah, hendaknya segera bertaubat dan kembali kepada Allah SWT. Sedangkan bagi orang-orang saleh hendaknya menerima musibah itu dengan tabah hati, sabar dan ridha akan takdir Allah agar mendapatkan pahala yang besar serta terangkat derajatnya di sisi-Nya SWT.
a. Ketika kita dihadapkan pada dua perkara, maka kita harus menilai dan mendahulukan yang lebih penting dan lebih bermanfaat. Oleh karena itu, apabila pembelian mobil masih bisa ditunda, maka akan lebih baik disalurkan untuk kaum dhu’afa’ dari muslimin. Bahkan jika sudah menjadi suatu kewajiban (ta’ayyana ‘alaihi) seperti tidak ada lagi yang bisa membantu kecuali dia, maka haram membeli mobil. Diceritakan bahwa, Abdullah bin Mubarak ketika akan melaksanakan haji, di perjalanan menemui seorang wanita yang sedang mencabuti bulu bangkai ayam, maka Abdullah bin Mubarak menegurnya dan memberitahukan bahwa memakan bangkai itu haram. Perempuan itu menjawab : “berangakatlah kamu haji !. karena bagimu bangkai ini haram namun bagiku halal”. Abdullah bin Mubarakpun bertanya : “mengapa demikian?”. Jawabnya : “karena aku dalam keadaan mudhthar (terpaksa) dirumahku ada beberapa anak yatim sedang kelaparan, maka halal bagiku memakannya”. Abdullah bin Mubarak mulai curiga dengan ilmu agama perempuan tersebut. Beliaupun akhirnya bertanya : “siapa anda?” . maka ia menyabut nama orang tua kakek dan seterusnya, ternyata ia seorang wanita keturunan Rasulullah SAW. Akhirnya Abdullah bin Mubarak menyatakan : “bagaimana aku akan melaksanakan haji dan berziarah kepada Nabi sedangkan aku membiarkan cucu-Nya dalam keadaan menderita seperti ini”. Kemudian ia memberikan segala yang ia miliki termasuk perbekalan hajinya kepada perempuan tersebut. Maka batallah keberangkatannya untuk haji. Ketika orang-orang yang berhaji pulang, Abdullah bin Mubarak datang kepada mereka untuk memberikan tahni’ah dengan mengucapkan : “Hajjan Mabrur (mudah-mudahan hajinya mabrur), sa’yan masykur (mudah-mudahan sa’inya dibalas kebaikan oleh Allah)”, mereka pun mengatakan : “kamu juga wahai Abdullah bin Mubarak, mudah-mudahan hajimu mabrur”. Abdullah bin Mubarak menjawab : “ tahun ini aku tidak jadi haji”. Sebagian dari mereka mengatakan : “kamu haji, aku melihatmu ketika thawaf”. Ada juga yang mengatakan : “ya, akupun menyaksikanmu ketika sa’i, bahkan aku bersama kamu ketika wuquf di Arafah”. Kejadian ini membuat Abdullah bin Mubarok terheran hingga ketika tertidur, beliau bermimpi bertemu Rasulullah seraya berkata “ ya Abdullah bin Mubarak, kamu telah memperhatikan cucuku hingga kau batalkan hajimu, maka Allah mengutus malaikat yang menyerupaimu untuk menghajikanmu setiap tahunnya hingga hari kiamat”. Kisah ini menjadi satu gambaran betapa pentingnya bagi kita untuk memperhatikan amalan yang paling afdhal, paling baik dan paling besar pahalanya.
b. Banyak orang yang mengkait-kaitkan musibah yang terjadi seperti gempa di Padang dll dengan Al-Qur’an baik nomor surat atau ayat Al-Quran begitu juga hadist Nabi SAW. Saya kira, mentafsiri Al-Qur’an tidak bisa dilakukan oleh semua orang, akan tetapi harus dilakukan oleh orang-orang khusus yang ilmunya telah mumpuni. Oleh karena itu tidaklah benar mentafsiri Al-Qur’an dengan rekaan saja. Nabi SAWbersabda :
مَنْ فَسَّرَ الْقُرْآنَ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّار
“ barang siapa mentafsiri Al-Qur’an dengan akal pikirannya, berarti dia telah menyiapkan tempat siksaannya di neraka”
Kita harus melihat tafsir dari pakar-pakar tafsir yang mereka ambil dari riwayat hadits Rasulullah atau sahabat dalam kaitan ayat-ayat tersebut. Yang demikian lebih tepat daripada mereka-reka. Oleh karena itu, saya kurang setuju, karena Al-Qur’an kitab Allah tidaklah diturunkan untuk main-main apalagi sekedar untuk hitung-menghitung.
c. Ikhlas adalah Al-‘amal liwajhillah (amal yang hanya ditujukan untuk Allah SWT). Ikhlas merupakan Syartul qabul (syarat diterimanya amal). Meskipun suatu amal sah secara fiqih, namun tanpa ikhlas akan ditolak oleh Allah. Ketika kita ingin diperhatikan dan dihormati oleh manusia, maka akan melahirkan satu amalan bukan dalam wujud aslinya. Bacaannya lebih baik atau shalat dalam bentuk yang baik, hanya karena ingin dipuji oleh orang yang menyaksikannya.
Ciri amalan yang ikhlas yaitu استواء السر والعلانية (amalan yang sama ketika sendiri atau di hadapan manusia). Karena itu latihlah diri Anda dengan beramal yang sama bukan berubah ketika di hadapan orang. Misal : jika Anda shalat Dhuha di hadapan manusia delapan rakaat, maka shalatlah delapan rakaat pula ketika sendiri. Jika Anda membaca Al-Qur’an satu juz di hadapan manusia, maka bacalah satu juz pula ketika dalam keadaan sendiri. Untuk mengetahui cara ibadah dengan ikhlas secara mendetail, bacalah kitab Ihya’ ulumiddin karangan Imam Ghazali dalam bab ikhlas.
Urun saran,klo diteliti secara dalam,musibah ini disebabkan kebodohan.contohx banjir yg disebabkan pohon2 yg gundul krn ditebangi.klo dia pintar dia tak akan menebang pohon krn akibatx sangat fatal.
Atau ada lg yg mengatakan musibah disebabkan kemaksiatan.sebenarx ini akibat kebodohan jg.krn kemaksiatan itu disebabkan kebodohan seorang hamba yg tdk mengetahui hak tuhanx utk ditaati dan hak seorang hamba yg hrs beribadah kpd nya.
Urun saran,klo diteliti secara dalam,musibah ini disebabkan kebodohan.contohx banjir yg disebabkan pohon2 yg gundul krn ditebangi.klo dia pintar dia tak akan menebang pohon krn akibatx sangat fatal.
Atau ada lg yg mengatakan musibah disebabkan kemaksiatan.sebenarx ini akibat kebodohan jg.krn kemaksiatan itu disebabkan kebodohan seorang hamba yg tdk mengetahui hak tuhanx utk ditaati dan hak seorang hamba yg hrs beribadah kpd nya.