Kitab Kuning Sudah Tidak Relevan [?]

RELEVANSI KITAB SALAF DI ERA MODERN

alqur-an-9-kitab-hadits

Di era yang semarak akan modernisasi ini, Pesantren yang selama ini dikenal dengan tradisionalisnya dipaksa untuk mengikuti arus perkembangannya zaman. Mau tidak mau ciri khas yang dulu melekat di tubuh pesantren, kini harus tergeser, bahkan tergusur. Tradisi-tradisi warisan leluhur semakin hari semakin terkikis. Para Pengasuh (baca; Kiai) lebih memilih untuk merombak karakter-karakter khas Pesantren klasik, tujuannya, agar Pesantren bisa tampil lebih modern serta tidak mengalami keterbelakangan dengan lembaga pendidikan-pendidikan Islam yang lain.

Otomatis, dari mulai kurikulum, hingga bahan ajar yang selama ini dibuat acuan di Pesantren, mengalami perubahan yang cukup pesat. Bahan ajar yang selama ini dibuat panduan oleh Para Santri dianggap sudah ketinggalan zaman. Dalam bidang fikih misalnya, kitab Safinatun Najah, Taqrib, Matan Zubad, Fathul Qarib dan yang lain, merupakan kitab yang sudah tertelan oleh zaman, karena pembahasannya masih bermuara pada mengusap muzah, perbudakan, jual beli dengan system tukar menukar barang dan lain sebagainya. Sedangkan, konten atau isi dalam kitab tersebut sudah tidak layak lagi untuk dikaji, karena di era yang serba canggih ini, hukum-hukum tersebut sudah tak bisa diaplikasikan.

Mereka, para “Pembaharu” berpendapat, bahwa kader-kader Islam saat ini harus dihidangkan dengan kitab-kitab yang kontemporer, kekinian atau up to date. Mereka menganggap bahwa seharusnya santri pada masa ini harus berpegang teguh pada kaidah shalih li kulli zaman wal makan.

Padahal, jika kita mau mencermati, kitab kuning yang selama ini dibuat pedoman oleh Santri Salaf merupakan sebuah mahakarya yang memiliki factor x tersendiri. Karya monumental para ‘Ulama tersebut tak kalah berbobot jika dibandingkan dengan karya-karya para Intlektual di masa kini. Dalam merekam pemikiran-pemikirannya, para ‘Ulama salaf menorehkan tinta yang mengalir dari hati yang suci, bersih serta penuh dengan keikhlasan. Pertanyaannya, bisakah kita menemukan kejernihan hati seorang Intlektual Muslim di masa kini? Entah.

Dengan niat yang tulus mengamalkan ilmunya, tanpa ada sedikitpun keinginan akan sebuah popularitas, serta fee, karya para ‘Ulama Salaf seharusnya harus kita pertahankan. Karena dari situlah unsur barokah bisa kita gapai. Barokah adalah an nama’ (berkembang) dan az ziyadah (bertambah). Dengan kata lain, dari ke’aliman, kewira’ian dan kezuhudan para ‘Ulama tersebut kita bisa bertabarruk atau dalam istilah jawa disebut ngalap berkah, atau menggapai bertambahnya kualitas suatu kebaikan dari karya-karya ‘Ulama salaf tersebut.

Hal semacam inilah yang perlu dipertimbangkan. Modernisasi memang suatu hal yang penting untuk kita ikuti dan kita kawal, tapi tidak selayaknya kita harus meninggalkan secara total tradisi-tradisi yang masih perlu untuk dipertahankan. Sesuai dengan prinsip yang dipegang teguh oleh para ‘Ulama :

الْمُحَافَضَةُ عَلَي الْقَدِيْمِ الصَّالِحِ وَالْأَخْذُ بِالْجَدِيْدِ الْأَصْلَحِ

Mempertahankan konsep lama yang baik dan mengupdate konsep baru yang lebih baik

 

Sebarkan Kebaikan Sekarang
loading...

Ustadz Shofi Moehadjir

Ustadz Shofi Moehadjir has written 6 articles

Penulis adalah santri “nduduk” di PP. Tarbiyatun Nasyiin Paculgowang Diwek Jombang, sebelumnya juga pernah mengenyam pendidikan di MA Muallimin PP. Mambaul Maarif Denanyar Jombang.

Comments

comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>