بسم الله الرحمن الرحيم
A. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH WAQI’IYYAH
1. Hukum mengingkari janji bagi pemimpin pemerintahan.
Pertanyaan:
1) Bagaimana status hukum janji yang disampaikan oleh pemimpin pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif?
2) Bagaimana hukum mengingkari janji-janji tersebut?
3) Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji?
Jawaban:
1) Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al-wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al-‘ahdu (memberi komitmen). Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut:
– Apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh).
– Sebaliknya, jika ia menduga kuat tidak akan mampu untuk merealisasikannya maka hukumnya haram (tidak boleh).
2) Apabila janji-janji tersebut sesuai dengan tugasnya dan tidak menyalahi prosedur maka wajib ditepati.
3) Pemimpin yang tidak menepati janji harus diingatkan, meskipun selama menjadi pemimpin yang sah, ia harus tetap ditaati.
2. Hukum Asuransi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.
Pertanyaan:
1) Bagaimana hukum setoran BPJS ke bank konvensional?
2) Apakah konsep Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS sesuai dengan syariah Islam?
3) Bolehkah pemerintah mewajibkan keikutsertaan rakyat pada program BPJS?
4) Apakah boleh pemerintah menetapkan denda kepada peserta atas keterlambatan pembayaran iuran yang disepakati?
5) Bagaimana hukum investasi dana yang dilakukan oleh BPJS di berbagai sektor?
Jawaban:
1) Selama ini dana BPJS disetorkan ke bank konvensional. Dalam hal ini, diketahui bahwa keputusan Muktamar NU sebelum ini menyatakan bahwa bank konvensional itu hukumnya khilaf: halal, mubah dan syubhat. Sehingga sebaiknya setoran BPJS disetorkan melalui bank syari’ah.
2) BPJS sesuai dengan syari’at Islam, dan masuk dalam akad ta’awun.
3) Pemerintah boleh mewajibkan kepada semua warga negara mengikuti program BPJS, dengan catatan, bagi yang miskin, biayanya ditanggung oleh pemerintah.
4) Boleh bagi yang mampu membayar.
5) Pada dasarnya investasi diperbolehkan demi memenuhi kebutuhan dana kesehatan, namun jika investasi pada sektor yang jelas haramnya atau masih diragukan kehalalannya maka hukumnya haram.
3. Pembakaran dan penenggelaman kapal asing yang melanggar hukum.
Pertanyaan:
1) Apakah hukum membakar dan menenggelamkan kapal asing yang tertangkap telah melanggar hukum di wilayah NKRI?
2) Bagaimana jika penenggelaman dan pembakaran kapal tersebut diganti dengan bentuk hukuman yang lain?
Jawaban:
1) Hukum membakar dan menenggelamkan kapal asing yang tertangkap telah melanggar hukum di wilayah NKRI, apabila dipandang mashlahah maka hukumnya mubah (boleh) dalam rangka untuk menjaga kedaulatan NKRI.
2) Penenggelaman dan pembakaran kapal asing yang telah melanggar hukum negara RI dan jelas-jelas menurunkan harkat-martabat bangsa Indonesia bisa dikategorikan sebagai ta’zir. Dan ta’zir tersebut bisa diganti dengan hukuman lain sepanjang memiliki mashlahah ‘ammah.
4. Pemakzulan (pemberhentian) pemimpin.
Pertanyaan:
1) Apa sebab-sebab pemimpin boleh diberhentikan?
2) Jika seorang pemimpin telah melakukan hal-hal yang menyebabkan ia bisa diberhentikan, bagaimana proses tahapan pemberhentiannya?
Jawaban:
1) Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak ada penyebab yang menjadikan pemimpin dapat diberhentikan kecuali jika ia nyata-nyata melanggar konstitusi.
2) Apabila telah terbukti bersalah dan ditetapkan secara hukum, maka pemimpin boleh dimakzulkan dengan cara: a. Direkomendasikan untuk mengundurkan diri. b. Apabila tidak mau mengundurkan diri dan tidak mau bertaubat, maka ia bisa dimakzulkan dengan aturan yang konstitusional selama tidak menimbulkan madharrat yang lebih besar.
Apabila pemimpin telah terbukti dan ditetapkan secara hukum melakukan hal-hal yang menyebabkannya dapat diberhentikan, maka proses tahapan pemberhentiannya sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
5. Advokat dalam tinjauan Fiqh.
Pertanyaan:
1) Bagaimana hukum seorang advokat yang menggunakan segala cara demi memenangkan kliennya? Misalnya, dalam perkara perdata, di mana pelaku yang memiliki KTP atau sertifikat tanah yang secara bukti formal benar, akan tetapi sejatinya salah.
2) Apa hukum honor advokat yang membela klien yang terduga salah, seperti kasus korupsi atau narkoba?
Jawaban:
1) Hukum seorang advokat yang menggunakan segala cara demi memenangkan kliennya adalah haram. Karena beberapa alasan, diantaranya; menghalangi pihak lain untuk mendapatkan haknya, terdapat unsur manipulasi, atau membantu kedzaliman.
2) Pada dasarnya honor advokat adalah halal. Adapun jika advokat tersebut dalam rangka membela klien yang terduga salah, maka hukumnya diperinci (tafshil), sebagai berikut: Apabila ia yakin atau punya dugaan kuat bahwa upayanya adalah untuk menegakkan keadilan maka hukum honornya halal. Dan apabila ia yakin atau punya dugaan bahwa upayanya untuk melawan keadilan maka hukumnya haram.
6. Eksploitasi alam secara berlebihan.
Pertanyaan:
1) Bagaimana hukum melakukan eksploitasi kekayaan alam secara legal, tetapi membahayakan lingkungan?
2) Bagaimana hukum aparat pemerintah terkait yang memberikan ijin penambangan yang berdampak pada kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi?
3) Bagaimana seharusnya sikap masyarakat yang melihat perusakan alam akibat penambangan?
Jawaban:
1) Eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih besar maka hukumnya adalah haram.
2) Pemberian izin eksploitasi oleh aparat pemerintah yang berdampak pada kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi maka hukumnya haram jika disengaja.
3) Sikap yang dilakukan oleh masyarakat adalah wajib amar ma’ruf nahi munkar sesuai kemampuannya.
7. Hukum alih fungsi lahan.
Pertanyaan:
1) Bagaimana hukum mengalihfungsikan lahan produktif, seperti lahan pertanian atau ladang menjadi perumahan, perkantoran atau pabrik, sehingga menyebabkan penurunan produktifitas masyarakat dan berkurangnya hasil produksi pangan?
2) Bagaimana hukumnya membeli lahan produktif untuk dialihfungsikan untuk pembangunan infrastruktur?
3) Dalam kasus lain, bagaimana jika pihak investor menelantarkan tanah negara sampai bertahun-bertahun, kemudian ditempati warga sampai turun temurun. Dalam kasus ini, siapakah yang lebih berhak atas lahan tersebut, warga yang menguasai tanah tersebut, atau pihak pemodal yang secara legal memiliki surat resminya?
Jawaban:
1) Mengalihfungsikan lahan produktif, seperti lahan pertanian atau ladang menjadi perumahan, perkantoran atau pabrik yang diyakini berdampak madharrah ‘ammah pada perekonomian maka hukumnya haram.
2) Membeli lahan produktif untuk dialihfungsikan menjadi infrastruktur hukumnya adalah boleh. Hanya saja, kalau hal itu diyakini akan menimbulkan madharrah ‘ammah maka pemerintah wajib melarangnya.
3) Yang berhak atas tanah tersebut adalah negara. Karenanya, negara atau pemerintah memiliki kewenangan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak yang dipandang lebih berhak berdasarkan kemaslahatan. Dengan catatan, pemerintah memberikan batasan tentang penerlantaran yang didasarkan pada prinsip kemaslahatan menurut Imam Abu Hanifah.
Bersambung di Pages 2
Artikel Bermanfaat Lainya
Pages:
Assalamualaikum admin..
Mohon maaf.. Apakah pembaca bisa meminta file softcopy hasil dari Bahtsul Masail tersebut ? untuk keperluan tugas akhir misalnya..
Atau mungkin sudah pernah dibukukan??
wa’alaikumsalam wr. wb tinggal copas saja