Kepada Team F.S
Assalamu’alaikum
Sewaktu duduk di bangku SMA, guru agama saya menerangkan tentang perempuan yang tidak boleh dinikahi, diantaranya saudari sepersusuan dan perempuan yang pernah menyusui kita.
Pertanyaan :
Apabila ada suami (yang punya istri baru melahirkan) menyusu pada istrinya
a. Apakah status istri naik menjadi ibu (dari suaminya sendiri)?
b. Apakah status bapak dan anak menjadi sekaligus saudara sepersusuan?
c. Bagaimana status pernikahannya?
salam sahrulxxx@unlever.xxx
NB . Mohon maaf bila pertanyaan dianggap kurang adab mengingat semakin
kompleksnya masalah saat ini.
FORSAN SALAF menjawab :Waalaikum salam warahmatullah wabarakatuh
Syarat-syarat menyusu yang menjadikan mahram ada 5: [1]
- Usia anak yang menyusu tidak lebih dari 2 tahun Hijriyah.
Hal ini didasarkan ayat :
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (233)
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah-233)
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Daruqutni dari Sahabat Ibn Abbas Rasulullah SAW bersabda:
لاَ رَضَاعَ إِلاَّ مَا كَانَ فِى الْحَوْلَيْنِ
“Tidak ada hukum persusuan kecuali dalam usia kurang dari dua tahun”
- Air susu berasal dari perempuan yang sudah berumur 9 tahun Hijriyah.
- Keluarnya susu pada waktu masih hidup.
- Susu yang diminum sampai ke perut besar atau otak si anak.
- Masuknya air susu di waktu si anak dalam keadaan hidup dan tidak kurang dari lima kali susuan.
Karenanya, bila seorang lelaki dewasa yang minum susu istrinya hal ini tidak berpengaruh terhadap hukum mahram, dalam arti istrinya tidak menjadi ibu susuan.
Namun bila suaminya adalah seorang bayi yang kurang dari 2 tahun (mungkin ini belum pernah terjadi, namun tetap sah secara syariat) dan memenuhi syarat di atas maka dia menjadi anak susuan, istrinya menjadi ibu rodho’ dan status pernikahannya batal.
Contoh : seorang anak bayi yang belum genap 2 tahun dinikahkan dengan janda yang baru melahirkan. Kemudian istri menyusui suami kecilnya sampai lima kali susuan maka status pernikahannya batal, status istri berubah menjadi ibu rodlo’, mantan suaminya menjadi ayah rodlo’, dan suami kecilnya menjadi anak rodlo’. [2]
saya baca disalahsatu situs begini :
“Dari Ummi Salamah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,Penyusuan itu tidak menyebabkan kemahraman kecuali bila menjadi makanandan sebelum masa penyapihan.
.
Hadits terakhir menjelaskan bahwa bila telah lewat masa penyapihanseorang bayi lalu dia menyusu lagi, maka bila dia menyusu lagi tidakberdampak pada kemahramannya. Namun dalam hal ini para fuqoha berbedapendapat:
1. Al-Malikiyah berpendapat bahwa hal itu tidak menyebabkankemahraman dengan bayi yang menyusu pada wanita yang sama. Karenakedudukan air susu itu baginya seperti minum air biasa.
Dengan demikian maka bila seorang suami menyusu pada istrinya, jelastidak mengakibatkannya menjadi saudara sesusuan, karena seorang suamibukanlah bayi dan telah tidak menyusu sejak lama. Suami itu sudahmelewati usia dua tahunnya, sehingga ketika dia menyusu kepada seorangwanita lain termasuk istrinya, tidak berpengaruh apa-apa.
2. Namun sebagian ulama mengatakan bila seorang bayi sudah berhentimenyusu, lalu suatu hari dia menyusu lagi kepada seseorang, maka halitu masih bisa menyebabkan kemahramannya kepada saudara sesusuannya. Diantara mereka adalah Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi`iyyah. Termasukpandangan ibunda mukimin Aisyah ra.
Pendapat mereka itu didasarkan pada keumuman hadits Rasulullah SAW:
Sesungguhnya penyusuan itu karena lapar ..
Dan dalam kondisi yang sangat mendesak, menyusunya seseoranglaki-laki kepada seorang wanita bisa dijadikan jalan keluar untukmembuatnya menjadi mahram. Hal itulah yang barangkali dijadikan dasaroleh Aisyah ra. tentang pengaruh menyusunya orang dewasa kepada seorangwanita.
Rasulullah SAW memerintahkan Sahlah binti Suhail untuk menyusuiSalim maka dikerjakannya, sehingga dia berposisi menjadi anaknya. .
Namun menurut Ibnul Qayyim, hal seperti ini hanya bisa dibolehkandalam kondisi darurat di mana seseorang terbentuk masalah kemahramandengan seorang wanita. Jadi hal ini bersifat rukhshah . Hal senadadipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah.
Wallahu A`lam”
jadi dari keterangan diatas dijelaskan kalo menjadikan kenyang ataupun meredakan haus, suami tetap bisa jadi mahrom nya istri?
apakah benar? mohon konfirmasinya…
maturnuwun…
saya baca disalahsatu situs begini :
“Dari Ummi Salamah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,Penyusuan itu tidak menyebabkan kemahraman kecuali bila menjadi makanandan sebelum masa penyapihan.
.
Hadits terakhir menjelaskan bahwa bila telah lewat masa penyapihanseorang bayi lalu dia menyusu lagi, maka bila dia menyusu lagi tidakberdampak pada kemahramannya. Namun dalam hal ini para fuqoha berbedapendapat:
1. Al-Malikiyah berpendapat bahwa hal itu tidak menyebabkankemahraman dengan bayi yang menyusu pada wanita yang sama. Karenakedudukan air susu itu baginya seperti minum air biasa.
Dengan demikian maka bila seorang suami menyusu pada istrinya, jelastidak mengakibatkannya menjadi saudara sesusuan, karena seorang suamibukanlah bayi dan telah tidak menyusu sejak lama. Suami itu sudahmelewati usia dua tahunnya, sehingga ketika dia menyusu kepada seorangwanita lain termasuk istrinya, tidak berpengaruh apa-apa.
2. Namun sebagian ulama mengatakan bila seorang bayi sudah berhentimenyusu, lalu suatu hari dia menyusu lagi kepada seseorang, maka halitu masih bisa menyebabkan kemahramannya kepada saudara sesusuannya. Diantara mereka adalah Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi`iyyah. Termasukpandangan ibunda mukimin Aisyah ra.
Pendapat mereka itu didasarkan pada keumuman hadits Rasulullah SAW:
Sesungguhnya penyusuan itu karena lapar ..
Dan dalam kondisi yang sangat mendesak, menyusunya seseoranglaki-laki kepada seorang wanita bisa dijadikan jalan keluar untukmembuatnya menjadi mahram. Hal itulah yang barangkali dijadikan dasaroleh Aisyah ra. tentang pengaruh menyusunya orang dewasa kepada seorangwanita.
Rasulullah SAW memerintahkan Sahlah binti Suhail untuk menyusuiSalim maka dikerjakannya, sehingga dia berposisi menjadi anaknya. .
Namun menurut Ibnul Qayyim, hal seperti ini hanya bisa dibolehkandalam kondisi darurat di mana seseorang terbentuk masalah kemahramandengan seorang wanita. Jadi hal ini bersifat rukhshah . Hal senadadipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah.
Wallahu A`lam”
jadi dari keterangan diatas dijelaskan kalo menjadikan kenyang ataupun meredakan haus, suami tetap bisa jadi mahrom nya istri?
apakah benar? mohon konfirmasinya…
maturnuwun…
@ muhammad sadullah, perlu diketahui bahwasanya syarat sahnya rodho’ (menyusui) hingga menjadikannya mahram harus bayi yang berumur tidak lebih dari 2 tahun. Ini adalah kesepakatan dari pendapat imam Asyafi’i. imam Malik dan imam Ahmad bin Hambal. sedangkan menurut imam Abu Hanifah ditambah 6 bulan sehingga batas akhirnya umur 2 tahun 6 bulan.
Adapun pendapat yang menyatakan sahnya menyusui anak yang sudah besar dengan berdasar pada hadits Umi salamah menyusui salim hanya dari kalangan ulama’ dhohiriyah seperti daud addhoiri dimana menurut kalangan ulama’ ahlussunah wal jamaah tidak bisa dipakai. para imam madzhab empat mengarahkan hadits itu sebagai kekhususan Rasulullah pada salim sehingga tidak bisa diamalkan untuk orang lain.
@ muhammad sadullah, perlu diketahui bahwasanya syarat sahnya rodho’ (menyusui) hingga menjadikannya mahram harus bayi yang berumur tidak lebih dari 2 tahun. Ini adalah kesepakatan dari pendapat imam Asyafi’i. imam Malik dan imam Ahmad bin Hambal. sedangkan menurut imam Abu Hanifah ditambah 6 bulan sehingga batas akhirnya umur 2 tahun 6 bulan.
Adapun pendapat yang menyatakan sahnya menyusui anak yang sudah besar dengan berdasar pada hadits Umi salamah menyusui salim hanya dari kalangan ulama’ dhohiriyah seperti daud addhoiri dimana menurut kalangan ulama’ ahlussunah wal jamaah tidak bisa dipakai. para imam madzhab empat mengarahkan hadits itu sebagai kekhususan Rasulullah pada salim sehingga tidak bisa diamalkan untuk orang lain.
aku adalah anak yang telah menjauh dari orang tua.karna aku menjaga nama baik suamiku.jika aku berkomonikasi ama orang tuaku maka suamiku akan terjatuh nama baiknya.tapi aku berniat buruk pada mereka,aku cuma ingn menjalani peraturan agama.namun mereka selalu mencari kabar atas diriku.aku jadi bingung bagaimana ngambil keputusan.hanya ALLAH yang tahu apa niatku.yang mau ku tanyakan sikap apa yang harus aku lakukan?mohon bimbing aku!
aku adalah anak yang telah menjauh dari orang tua.karna aku menjaga nama baik suamiku.jika aku berkomonikasi ama orang tuaku maka suamiku akan terjatuh nama baiknya.tapi aku berniat buruk pada mereka,aku cuma ingn menjalani peraturan agama.namun mereka selalu mencari kabar atas diriku.aku jadi bingung bagaimana ngambil keputusan.hanya ALLAH yang tahu apa niatku.yang mau ku tanyakan sikap apa yang harus aku lakukan?mohon bimbing aku!
orang tuaku mnyerahkan asuh pada orang lain.12 tahun aku jauh dari mereka.dikarnakan ada sebab yang tdk aku tahu.setelah aku besar aku baru tahu siapa orang tuaku sebenarnya.apakah aku wajib patuh pada mereka?
orang tuaku mnyerahkan asuh pada orang lain.12 tahun aku jauh dari mereka.dikarnakan ada sebab yang tdk aku tahu.setelah aku besar aku baru tahu siapa orang tuaku sebenarnya.apakah aku wajib patuh pada mereka?
aku punya teman orang luar muslim tapi dia baik malah memperingati aku shalat.yang aku takutkan .aku terpengaruh.apa hukum jika aku makan masakan yang dia masak?n apa hukum jika aku ngasih makan padanya ?sedangkan ini dalam kerja yangmana aku tidak bisa menghindar darinya.yang aku tahu haram mengasih makan pada orang luar muslim.mohon jelaskan?
aku punya teman orang luar muslim tapi dia baik malah memperingati aku shalat.yang aku takutkan .aku terpengaruh.apa hukum jika aku makan masakan yang dia masak?n apa hukum jika aku ngasih makan padanya ?sedangkan ini dalam kerja yangmana aku tidak bisa menghindar darinya.yang aku tahu haram mengasih makan pada orang luar muslim.mohon jelaskan?
@ munawaroh, seorang anak adalah darah daging orang tua. Hubungan diantara keduanya Allah persatukan dengan pertalian darah yang tidak bisa terputus selamanya. Oleh karena itu, bagaimana pun keadaan orang tua bahkan bukan muslim sekalipun, tetap wajib bagi anak untuk berbakti kepadanya selama tidak mengajak kepada kekufuran. Allah SWT berfirman :
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,” (Q.S Luqman :15).
Apabila ada percekcokan antara anak dengan orang tua dan terasa berat bagi anak untuk menerimanya seperti permasalahan anda, maka ingatlah bagaimana beratnya mereka mengandung kita selama 9 bulan lebih dalam keadaan payah yang semakin bertambah, lalu mereka berjuang untuk melahirkan kita ke dunia dengan mempertaruhkan nyawa mereka, pantaskah perjuangan mereka seperti itu kita balas dengan kebencian kepada mereka ?.
Ketika anda bisa berpikir demikian, maka anda akan menyadari betapa pentingnya keberadaan mereka dan akan selalu berharap mereka ada disisi anda.
Hukum memakan makanan non muslim diperinci sebagai berikut :
1.jika mengetahui akan keharamannya (seperti dari hasil kerja yang haram) atau kenajisannya (seperti menggunakan unsur babi, dll), maka haram memakannya.
2. jika tidak mengetahuinya, namun ada keraguan akan keharamannya seperti dia mempunyai pekerjaan yang halal dan haram namun tidak mengetahui bahwa makanan itu dari hasil kerja yang haram, maka hukumnya makruh.
3. jika tidak mengetahui sama sekali, maka boleh.
Sedangkan memberi makanan kepada mereka, jika karena kekafirannya, maka hukumnya haram, namun jika karena hubungan kemanusiaan, maka boleh.
@ munawaroh, seorang anak adalah darah daging orang tua. Hubungan diantara keduanya Allah persatukan dengan pertalian darah yang tidak bisa terputus selamanya. Oleh karena itu, bagaimana pun keadaan orang tua bahkan bukan muslim sekalipun, tetap wajib bagi anak untuk berbakti kepadanya selama tidak mengajak kepada kekufuran. Allah SWT berfirman :
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,” (Q.S Luqman :15).
Apabila ada percekcokan antara anak dengan orang tua dan terasa berat bagi anak untuk menerimanya seperti permasalahan anda, maka ingatlah bagaimana beratnya mereka mengandung kita selama 9 bulan lebih dalam keadaan payah yang semakin bertambah, lalu mereka berjuang untuk melahirkan kita ke dunia dengan mempertaruhkan nyawa mereka, pantaskah perjuangan mereka seperti itu kita balas dengan kebencian kepada mereka ?.
Ketika anda bisa berpikir demikian, maka anda akan menyadari betapa pentingnya keberadaan mereka dan akan selalu berharap mereka ada disisi anda.
Hukum memakan makanan non muslim diperinci sebagai berikut :
1.jika mengetahui akan keharamannya (seperti dari hasil kerja yang haram) atau kenajisannya (seperti menggunakan unsur babi, dll), maka haram memakannya.
2. jika tidak mengetahuinya, namun ada keraguan akan keharamannya seperti dia mempunyai pekerjaan yang halal dan haram namun tidak mengetahui bahwa makanan itu dari hasil kerja yang haram, maka hukumnya makruh.
3. jika tidak mengetahui sama sekali, maka boleh.
Sedangkan memberi makanan kepada mereka, jika karena kekafirannya, maka hukumnya haram, namun jika karena hubungan kemanusiaan, maka boleh.
assalamu’alaikum
ustd mau nyambung pertanyaan,kalau orang non muslim kan jelas tidak ada hukum masalah penajisan,jd walaupun tau dengan jelas bahwa pekerjaannya halal dan tidak ada unsur babi,harus bagaimana ustd??
assalamu’alaikum
ustd mau nyambung pertanyaan,kalau orang non muslim kan jelas tidak ada hukum masalah penajisan,jd walaupun tau dengan jelas bahwa pekerjaannya halal dan tidak ada unsur babi,harus bagaimana ustd??
@ adelin, Wa’alaikum salam Wr. Wb.
Kami kurang memahami pertanyaan yang anda maksud. Jika yang anda maksudkan adalah pertanyaan di atas yaitu menerima makanan dari orang kafir, maka ketika dipastikan bahwa makanan itu hasil dari pekerjaan yang halal dan tidak mengandung unsur najis, maka diperbolehkan dan tidak makruh.
@ adelin, Wa’alaikum salam Wr. Wb.
Kami kurang memahami pertanyaan yang anda maksud. Jika yang anda maksudkan adalah pertanyaan di atas yaitu menerima makanan dari orang kafir, maka ketika dipastikan bahwa makanan itu hasil dari pekerjaan yang halal dan tidak mengandung unsur najis, maka diperbolehkan dan tidak makruh.