Mereka kalau ditanyakan “Apa hukumnya orang yang mengaku tahu perkara ghaib ?”
Contoh jawabannya adalah seperti yang tercantum pada http:// diataskeben aran.blogs pot.com/ 2010/01/ hukum-orang -yang-meng aku-menget ahui.html“
“Hukumnya orang yang mengaku tahu perkara ghaib bahwa ia kafir, karena ia adalah orang yang mendustaka n Allah -Azza wa Jalla- “. Allah -Ta’ala- berfirman, “Katakanlah : “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitk an“. (QS.An-Nam l : 65)
Firman Allah ta’ala dalam (QS an Naml:65), Allah ta’ala menegaskan hal yang ghaib hanya diketahui oleh Allah ta’ala seperti pengetahua n kapan mereka dibangkitk an. Namun Allah ta’ala tidak mengatakan apa yang diketahui oleh Allah ta’ala seluruhnya tidak disampaika n kepada manusia karena Allah ta’ala berfirman pada ayat yang lain yang artinya,
“Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan kegaibanny a itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”. (QS. Al Jin [72]: 26-27)
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah : “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahua n melainkan sedikit“. (QS Al Isra [17]:85 ).
“Katakanlah : Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaha raan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah : “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?” (QS Al An’aam [6]:50)
Dari ketiga firmanNya tersebut dapat diketahui bahwa Allah ta’ala memberikan pengetahua n tentang ghaib walaupun sedikit atau sebatas apa yang diwahyukan kepada Rasul yang dikehendak iNya, tentulah Rasul yang dikehendak iNya adalah Sayyidina Muhammad Shallallah u alaihi wasallam.
Mereka ada pula yang menyampaik an bahwa Rasulullah tidak mengetahui perkara ghaib berdasarka n firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanla h: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’at an bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharat an kecuali yang dikehendak i Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-b anyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharat an. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan , dan pembawa berita gembira bagi orang-oran g yang beriman” (QS Al A’raaf [7]:188) “
Firman Allah ta’ala dalam (QS Al A’raaf [7]:188) terkait dengan ayat sebelumnya yakni (QS Al A’raaf [7]:187) Bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam tidak mengetahui yang ghaib khusus dalam hal tentang hari kiamat.
Pada hakikatnya mereka menyempitk an atau mendangkal kan ajaran Islam. Bagi mereka pengetahua n tentang ghaib terbatas pada pengetahua n tentang kapan dibangkitk an atau tentang kapan hari kiamat atau apa yang akan terjadi esok hari.
Kalau tujuan mereka agar umat muslim tidak mendatangi perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘irafah) yang menyampaik an kejadian esok hari maka tidak masalah mereka mengatakan bahwa Rasulullah tidak mengetahui perkara ghaib dalam hal itu.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunc i semua yang ghaib; tidak adan yang mengetahui nya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpuun yang gugur melainkan Dia mengetahui nya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. al-An’am [6] : 59)
“Kunci perkara ghaib itu ada lima, tidak ada seorangpun yang mengetahui nya melainkan Allah Ta’ala : ‘Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun mengetahui apa yang ada di dalam kandungan selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati selain Allah Ta’ala, dan tidak seorangpun yang mengetahui kapan hujan akan turun selain Allah Ta’ala”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar)
“Orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal, kemudian membenarka n apa yang dikatakann ya maka orang tersebut telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallah u alaihi wasallam”. (Hadis Riwayat Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abu Hurairah)
Namun perkara ghaib tidak sebatas pada tentang kapan dibangkitk an atau tentang kapan hari kiamat atau apa yang akan terjadi esok hari.
Kata ghoib, menurut beberapa kamus arab, seperti lisaanul arab berasal dari kata ghoba (tidak tampak, tidak hadir) kebalikan dari kata hadhoro atau dhoharo (hadir atau nampak). Ghaib adalah sesuatu yang tidak tampak dengan panca indera seperti mata kita atau sesuatu yang tidak tampak secara kasat mata.
Diri manusia terdiri dari jasmani dan ruhani. Jasmani (jasad) adalah bagian yang dapat tampak dengan panca indera kita disebut juga lahiriah sedangkan ruhani adalah bagian yang tidak tampak dengan panca indera kita disebut juga bathiniah atau ghaib. Jadi pengetahua n tentang ghaib adalah pengetahua n seputar ruhani.
Nilai manusia tidak terletak pada jasmani (jasad) nya, akan tetapi terletak pada ruhani yang menggerakk annya. Kerena ruhani inilah, Allah memerintah kan pada malaikatny a untuk hormat kepada manusia, karena ruhani datangnya dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Ingatlah diwaktu Tuhanmu berkata kepada para malaiakat : ”Aku menciptaka n manusia dari tanah, dan setelah aku sempurnaka n aku tiupkan kedalamny a ruh-Ku, maka hormatlah kalian kepadanya“.(QS Shaad [38]: 71-72)
Berikut contoh uraian tentang perkara ghaib
Mata di kepala kita diciptakan untuk melihat yang dzahir. Mata membutuhka n cahaya yang mengenai sesuatu yang dilihat.
Proses melihat terjadi ketika cahaya dipantulka n dari sebuah benda melewati lensa mata dan menimbulka n bayangan terbalik di retina yang berada di belakang otak. Setelah melewati proses kimiawi yang ditimbulka n oleh sel-sel kerucut dan batang retina, penglihata n ini pun berubah menjadi implus listrik. Implus ini kemudian dikirim melalui sambungan di dalam sistem syaraf ke belakang otak. Kemudian otak menerjemah kan aliran ini menjadi sebuah penglihata n tiga dimensi yang penuh makna. Kita perhatikan bahwa “proses melihat terjadi ketika cahaya dipantulka n dari sebuah benda” dan Allah Azza wa Jalla bukanlah benda !
Hati untuk melihat, memahami, mendengar yang ghoib (tidak dapat dilihat atau diindera)
Ruhani(ruh Nya) mempunyai panggilan Akal, Hati, Nafsu
Ruh ketika berperasaa n seperti sedih, gembira, senang, terhibur, marah atau sebagainya , maka ia dipanggil dengan hati.
Ruh ketika ia berkehenda k, berkemauan atau merangsang sama ada sesuatu yang berkehenda k itu positif atau negatif, baik atau buruk, yang dibenarkan atau tidak, yang halal ataupun yang haram, di waktu itu ia tidak dipanggil hati tetapi ia dipanggil nafsu.
Ruh ketika ia berfikir, mengkaji, menilai, memahami, menimbang dan menyelidik , maka ia dipanggil akal.
Akal Qalbu / Hati berbeda dengan Akal Pikiran / logika
Dalil Aqli adalah Akal Qalbu, “tanyakanl ah pada hati” , “hati tidak pernah berbohong” , “nafsu yang mencari-ca ri alasan”
“Barangsia pa menguraika n Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan benar, maka sesungguhn ya dia telah berbuat kesalahan” . (HR. Ahmad)
Akal Pikiran / logika adalah bersandar pada kemampuan sendiri atau kerja otak sendiri
Akal Qalbu / hati adalah mengikuti cahayaNya atau petunjukNya yang diilhamkan keseluruh Qalbu / jiwa setiap manusia.
“Dan Kami telah menunjukka n kepadanya dua jalan” (pilihan haq atau bathil) (QS Al Balad [90]:10 )
“maka Allah mengilhamk an kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaann ya“. (QS As Syams [91]:8 )
Permasalah an manusia tidak lagi dapat menggunaka n hati sebagai petunjuk dari Allah ta’ala adalah karena dosa. Keadaan ini dinamakan buta mata hati
Setiap dosa merupakan bintik hitam hati (ketiadaan cahaya), sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari melihat Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Sebagaiman a firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan barangsiap a yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhn ya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Azza wa Jalla berfirman: ’Telah Kucipta seorang malaikat di dalam tubuh setiap anak keturunan Adam. Di dalam malaikat itu ada shadr. Di dalam shadr itu ada qalb. Di dalam qalb itu ada fu`aad. Di dalam fu`aad itu ada syagf. Di dalam syagf itu ada lubb. Di dalam lubb itu ada sirr. Dan di dalam sirr itu ada Aku.’
Hadits qudsi inilah yang menerangka n “man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu’ , Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Allah
Firman Allah Taala yang artinya, “Kami akan memperliha tkan kepada mereka tanda-tand a (kekuasaan ) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri (QS. Fush Shilat [41]:53 )
Menurut Imam Sayyidina Ali r.a. qalb mempunyai lima nama,
Pertama, disebut shadr, karena ia merupakan tempat terbitnya cahaya Islam (nuuru-l-i slaam). Hal ini sebagaiman a firman Allah Subhanahu wa ta’ala, yang artinya ‘Adakah sama dengan mereka yang dibukakan shadrnya untuk Islam….” (QS 39:22)’.
Kedua, disebut qalb, karena ia merupakan tempat terbitnya keimanan. Hal ini sebagaiama na firman-Nya , yang artinya ‘Mereka itulah yang ditulis dalam hatinya terdapat keimanan“. (QS 58:22)’
Ketiga disebut fu’aad karena ia merupakan tempat terbitnya ma’rifah. Hal ini sebagaiman a Firman Allah Swt, yang artinya,
‘Fu’aad tidak pernah mendustai apa-apa yang dilihatnya ’ (QS 53:11).
Keempat disebut lubb, karena ia merupakan tempat terbitnya tauhid. Hal ini sebagaiman a firman-Nya , yang artinya ‘Sesungguhn ya di dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang adalah ayat-ayat bagi ulil albaab (sang pemilik lubb)’ (QS 3:190).
Kelima, disebut syagf, karena it merupakan tempat terbitnya rasa saling menyayangi dan mencintai sesama makhluk. Hal ini sebagaiman a firman-Nya , yang artinya ’Sungguh ia (Zulaikha) telah dikuasai oleh rasa cinta yang membara….’ (QS 12:30)
Selain nama-nama yang telah disebutkan , hati pun disebut juga dengan nama habbah al-quluub. Disebut demikian, karena ia merupakan tempat terbitnya cahaya, sebagaiman a yang diterangka n Allah dalam hadis qudsi-Nya, ’Tiada yang sanggup menampung- Ku, baik bumi maupun langit-Ku. Hanya hati hamba-Ku yang Mukmin yang dapat menampung- Ku.’
”Memandan g Allah” lawan dari “berpaling dari Allah”
Manusia yang berpaling dari Allah adalah mereka yang memperturu tkan hawa nafsu, pengikut syaitan
Firman Allah ta’ala yang artinya
“…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatka n kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26 )
“Katakanlah : “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatla h aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-oran g yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56 )
Dengan mendalami perkara ghaib , kita dapat mengenal Allah, mencintaiN ya dan RasulNya, berjumpa dengan Allah dan menjadi kekasihNya sehingga tidak lagi bertanya “di mana” Allah ?. JIka mau mendalami perkara ghaib silahkan baca buku-buku yang ditulis oleh para Sufi seperi
Karya Syaikh Abdul Qadir Jailani yang diterjemah kan, Trilogi “Jalan Sejati Menuju Sang Khalik”
Buku ke 1 “Rahasia mencintai Allah”
Buku ke 2 “Rahasia berjumpa Allah”
Buku ke 3 “Rahasia menjadi kekasih Allah”
Karya Syaikh Ibnu Athoillah yang diterjemah kan, 1 set buku “Terapi Makrifat” penerbit Zaman, http:// www.penerbi tzaman.com
1. Misteri Berserah kepada Allah
2. Rahasia Kecerdasan Tauhid
3. Tutur Penerang Hati
4. Zikir Pententram Hati
5. Kasidah Cinta dan Amalan Wali Allah
Dengan membaca dua buah seri buku tersebut , kita sudah dapat memahami betapa dasyhatnya ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi melalui pusat-pusa t kajian Islam yang mereka dirikan atau melalui orang-oran g yang “dibentuk” atau dipengaruh i oleh mereka. Semakin jelas kesesatan mereka yang mengatakan bahwa tasawuf adalah sesat, walaupun memang kita aukui ada orang yang mengaku-ak u menjalanka n tasawuf namun mereka tersesat.
Yup, untuk mengetahui perkara ghaib, tidak ada jalan lain kecuali melalui tasawuf dalam Islam
Tasawuf hanyalah sebuah istilah. Memang istilah ini ditemukan dalam keyakinan kaum non muslim dan semua sepakat bahwa tasawuf adalah istilah untuk cara/ jalan mengenal atau mendekatka n diri kepada Tuhan. Tasawuf dalam Islam adalah thariqat (jalan) untuk mencapai muslim yang Ihsan atau muslim yang berakhlaku l karimah. Sejak dahulu kala di perguruan tinggi Islam, tasawuf adalah pendidikan akhlak.
Ahmad Shodiq, MA-Dosen Akhlak & Tasawuf, UIN Syarif Hidayatull ah Jakarta, menceritak an kisah sedih pendidikan akhlak dalam sistem pendidikan . Ia merupakan dilema, antara jauhnya standar akhlak menurut kualitas hidup sufi, dengan angkuhnya sistem pendidikan . Dilema sistemik ini dipersedih oleh fakta bahwa para gurupun ternyata jauh dari standar akhlak, dalam sebuah ruang kelas, dimana para murid hanya mencari coretan nilai, atau sebatas titik absensi. Selengkapn ya dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2010/06/07/ pendidikan- akhlak/
Rasulullah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ra, “Ya Mu`adz bin Jabal ma min ahadin Yashaduan la illaha illallahu washadu anna muhammadan rasullulla hi sidqan min qalbihi illa ahrramahu allahu alla annari “,
Ya Mu’adz bin Jabal, tak ada satu orang pun yang bersaksi bahwa sesungguhn ya tiada tuhan selain Allah dan Muhammad rasul Allah yang ucapan itu betul-betu l keluar dari kalbunya yang suci kecuali Allah mengharamk an orang tersebut masuk neraka. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Jika seseorang bersyahada t sidqan min qalbihi, betul-betu l keluar dari qalbunya atau merasuk kedalam qalbunya maka dia akan tidak masuk ke neraka karena “hati” nya akan menggerakk annya untuk mentaati Allah ta’ala dan RasulNya, melaksanak an perkara syariat (syarat sebagai hamba Allah) yakni menjalanka n segala kewajibanN ya (ditinggal kan berdosa), menjauhi segala laranganNy a (dikerjaka n berdosa) dan menjauhi segala apa yang diharamkan Nya (dikerjaka n berdosa) serta mereka memperjala nkan dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah ta’ala, sehingga sebenar-be narnya menyaksika n (melihat) Allah dengan hati dan mereka mencapai muslim yang Ihsan, muslim berma’rifa t.
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah berma’rifa t
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla
Kondiri terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah- Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Ny a? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Muslim berma’rifa t adalah mereka yang minimal selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla dan yang terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah ta’ala dengan hati, mereka akan menghindar kan dirinya dari sikap dan perbuatan yang dibenciNya , menghindar kan dirinya dari perbuatan maksiat, menghindar kan dirinya dari perbuatan keji dan mungkar.
Muslim berma’rifa t, mereka yang memperjala nkan dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah ta’ala dicontohka n dan diungkapka n oleh Rasulullah sebagai “aku mendengar derap sandalmu di dalam surga” (HR Muslim 4497) sebagaiman a telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/09/29/ derap-sanda lmu/ dan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/05/ perjalankan lah-diri-k ita/
Imam Al Qusyairi mengatakan bahwa, “Asy-Syahi d untuk menunjukka n sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-aka n pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksika n-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi) ”.
Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan
وَإِنَّماَ المَحْجُوْ بُ أَنْتَ أَيُّهاَ العَبْدُ بِصِفاَتِك َ النَّفْساَ نِيَّةِ عَنِ النَّظْرِ إِلَيْهِ فَإِنْ رُمْتَ الوُصُوْلَ فاَبْحَثْ عَنْ عُيُوْبِ نَفْسِكَ وَعاَلَجَه اَ
“Sesungguh nya yang terhalang adalah anda, hai kawan. Karena anda sebagai manusia menyandang sifat jasad, sehingga terhalang untuk dapat melihat Allah. Apabila anda ingin sampai melihat Allah, maka intropeksi ke dalam, lihatlah dahulu noda dan dosa yang terdapat pada diri anda, serta bangkitlah untuk mengobati dan memperbaik inya, karena itu-lah sebagai penghalang anda. Mengobatin ya dengan bertaubat dari dosa serta memperbaik inya dengan tidak berbuat dosa dan giat melakukan kebaikan“.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaik an, mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurka n hijab-hija b antara diri mereka dengan DiriNya. Semua banungan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-send i putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla.
Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnala h semua perkara baginya.
Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya.
Nasehat Syaikh Ibnu Athoillah, Seandainya Anda tidak dapat sampai / berjumpa kehadhirat Allah, sebelum Anda menghapusk an dosa-dosa kejahatan dan noda-noda keangkuhan yang melekat pada diri anda, tentulah anda tidak mungkin sampai kepada-Nya selamanya.
Tetapi apabila Allah menghendak i agar anda dapat berjumpa denganNya , maka Allah akan menutupi sifat-sifa tmu dengan sifat-sifa t Kemahasuci an-Nya , kekurangan mu dengan Kemahasemp urnaan-Nya .
Allah Ta’ala menerima engkau dengan apa yang Dia (Allah) karuniakan kepadamu, bukan karena amal perbuatanm u sendiri yang engkau hadapkan kepada-Nya .”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanN ya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurna an, keindahan dan keagunganN ya, sehingga nyatalah bukti kebesaranN ya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembuny i padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolonga n“
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830