1.PERNIKAH AN ALA SITI NURBAYA
PERTANYAAN
Nur Hasyim Juragan EsKrim
assalamu’a laikum wr wb
st nurbaya suka ma syamsul yg agamis. Tp ortu memaksa kwn dg datuk maringgi org kaya nan kikir
bgmn sikap yg hrs diambil siti nurbaya?
dosakah jk ia memaksa kwn dg syamsul?
JAWABAN
Masaji Antoro
Waalaikums alam Wr Wb
••Pernikah an ala Siti Nurbaya••
Meskipun dikenal istilah haqq al ijbaar atau hak paksa seorang wali (Ayah atau Kakek) untuk menikahkan anak gadisnya tanpa perlu izin dari pihak anak, namun ditilik dari Hak asasi manusia, a turan ini praktis bernuansa diskrimina tif dan bertentang an dengan semangat kebebasan yang Islam datang untuk menghapus segala bentuk penindasan dan tradisi-tr adisi ala Siti Nurbaya.
Memang ada Hadits yang memberikan legitimasi kepada orang tua (wali) untuk menjodohka n putri gadisnya tanpa harus melalui kesepakata nnya terlebih dahulu, dalam sebuah Riwayat Rasulullah SAW bersabda :
“Janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya sedangkan anak gadis yang menikahkan adalah bapaknya”( HR. Ad-Daruqut hny)
Redaksi hadits ini menegaskan bahwa hak nikah seorang anak gadis berada ditangan ayahnya (wali mujbir) namun bisa terealisas inya hadits ini dengan ketentuan syarat yang amat memberatka n pada pihak ayah, diantarany a sebagai berikut :
1. Tidak ada kebencian nyata antara ayah dan anak gadisnya
2. Tidak ada kebencian nyata antara calon suami dan anak gadis
3. Menjodohka n dengan laki-laki yang selevel (kufu’) dengan anak gadis
4. Memilih calon suami yang sanggup memenuhi kewajiban membayar mahar (mas kawin)
5. Menikahkan dengan mahar standar (mitsli)
6. Mahar harus dibayar kontan
Dari ketentuan- ketentuan syarat diatas untuk empat syarat yang pertama apabila tidak dapat terpenuhi salah satunya maka prosesi akad pernikahan nya dianggap tidak sah kecuali sebelumnya ada kerelaan dan perizinan oleh pihak gadis sedangkan dua syarat terakhir apabila tidak terpenuhi tidak sampai mempengaru hi keabsahan pernikahan .
Imam al-Bukhari berkata: Mu’adz bin Fadhalah memberitah u kami, ia berkata: Hisyam memberitah u kepada kami, dari Yahya dari Abu Salamah bahwa Abu Hurairah ra pernah menyampaik an hadits kepada mereka bahwa Nabi saw. pernah bersabda, “Tidaklah seorang janda dinikahkan sehingga diminta pertimbang annya dan tidak pula seorang gadis dinikahkan sehingga diminta izinnya.” Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah , lalu bagaimana pengizinan seorang gadis itu?” Beliau menjawab, “Yaitu, dia diam.”
Dari ‘Aisyah ra, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw mengenai seorang gadis yang akan dinikahkan oleh keluargany a, apakah perlu dimintai pertimbang annya?” Maka Rasulullah saw bersabda kepadanya, “Ya, dimintai pertimbang annya.” Lalu ‘Aisyah berkata, maka aku katakan kepada beliau, “Dia malu.” Rasulullah saw pun berkata, “Demikianl ah pengizinan nya, jika ia diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi saw bersabda: “Seorang janda lebih berhak atas dirinya sendiri daripada walinya. Sedangkan seorang gadis dimintai izin dan pengizinan nya adalah sikap diamnya.” (HR. Muslim)
Dari ‘Aisyah raa dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Mintalah izin kepada wanita dalam pernikahan nya.” Dikatakan kepada beliau, “Sesungguh nya seorang gadis akan merasa malu dan diam.” Beliau bersabda, “Itulah izinnya.” (HR. An-Nasa-i dengan sanad yang shahih)
Imam al-Bukhari rahimahull ah telah membuat bab tersendiri : “Bab Idzaa Zawwaja Ibnatahu wahiya Kaarihah fanikaahuh aa Marduudun (Bab Jika Seorang Bapak Menikahkan Anaknya, Lalu Menolak, Maka Nikahnya Batal).”
Imam al-Bukhari berkata, Isma’il memberitah u kami, dia berkata, Malik memberitah uku, dari ‘Abdurrahm an bin al-Qasim dari ayahnya dari ‘Abdurrahm an dan Mujammi’, dua putera Yazid bin Jariyah, dari Khansa’ bin Khidam al-Anshari yah bahwa ayahnya pernah menikahkan nya sementara dia adalah seorang janda, lalu dia tidak menyukai hal itu, kemudian dia mendatangi Rasulullah saw, maka beliau pun mmbatalkan nikahnya.
Dari Ibnu Buraidah dari ayahnya, dia berkata, “Pernah datang seorang remaja puteri kepada Nabi saw seraya berucap, “Sesungguh nya ayahku telah menikahkan ku dengan keponakann ya untuk meninggika n derajatnya .” Lebih lanjut, dia berkata, “Maka Nabi saw menyerahka n masalah tersebut kepada wanita itu, maka wanita itu pun berkata, ‘Aku tidak keberatan atas tindakan ayahku, tetapi aku ingin agar kaum wanita mengetahui bahwa para orang tua tidak memiliki hak apa-apa dalam masalah ini.’”(HR Ibnu Majah dengan sanad yang shahih)
Kesimpulan : Sesungguhn ya pengertian wali mujbir dari Hadits diatas bukan berarti dia berhak memaksa anak gadisnya untuk menikah sesuai keinginan walinya, Musyawarah antara keduanya akan sangat dibutuhkan ketimbang semuanya berlangsun g dengan penyesalan , bagaimanap un pernikahan dalam seumur hanya diinginkan sekali dan diharapkan semuanya menuju kearah rumah tangga SAKINAH MAWADDAH wa RAHMAH. Wallaahu A’lam bi Asshowaab. ..
REFERENSI : Syarh Shohih Bukhori Vol 7 Hal 257, Fath al-Bari Vol 1 Hal 230, Mughni al-Muhtaj Vol 4 hal 248, al-Madzaah ib al-Arba’ah Vol 4 Hal 35.
izin copas….