0135. Mu’amalah : Hukum Kerjasama Pengembangan Ternak (Jawa : Gaduh, Maro )

PERTANYAAN :
  
Mbah Jenggot
Aqad gaduh sapi gimana caranya agar boleh secara fiqh. ( akad gaduh yg berlaku di masyarakat = A titip sapi pada B, kelak jika sapi dijual dan ada keuntungan dibagi dua. Jika ndak ada keuntungan maka B tidak dapat bagian apapun).
Hasyim Toha
Assalamu’alaikum wr wb. Pertanyaan titipan : ada seorang punya kambing / sapi /ayam, disuruh pelihara (maghedhu bahasa madura) pada orang lain dg bagi dua hasil pertumbuhan induknya atau anaknya. Sahkah akad seperti di atas dan jika tidak adakah pendapat yg membolehkan ?
JAWABAN :
Sistem menggaduhkan hewan hukumnya tidak sah, karena tidak jelasnya besaran ujroh bagi pemeliharanya. Solusinya dinadzarkan atau hibah dan atau taqlid pada sebagian pendapat dari kalangan madzhab Hanbaliy, sebagaimana ta’bir yang disampaikan gus Hasyim Thoha dan Imam Ghozaliy.
> Edy Humaidi 
Apabila yang dijanjikan itu adalah membagi keuntungan dari hasil penjualan (ribhi), maka hal itu termasuk qirod fasid, menurut ulama Tsalasah. Apabila yang dimaksud menyewa orang, dengan ongkos membagi hasil, maka dinamakan ijaroh fasidah, yang mempunyai sapi wajib memberi ongkos misil (umum) kepada orang tersebut (amil).
Dasar Pengambilan :
Al-Muhadzab juz I, Hlm. 392 :
فَصْلٌ: وَلاَ يَصِحُ (القِراَضُ) إِلاَّ عَلَى اْلأَثْماَنِ وَهِيَ الدَّراَهِمُ وَالدَّناَنِيْرُ فَأَماَّ ماَ سِواَهُماَ مِنَ الْعُرُوْضِ وَالْعَقاَرِ وَالسَّباَئِكَ وَالْفُلُوْسِ فَلاَ يَصِحُ القِراَضُ عَلَيْهاَ.
(Fasal): Tidak sah Qirodl (bagi hasil) kecuali atas atsman (yang bernilai) yaitu, Dirham dan Dinar, adapun selain keduanya, seperti benda, tanah, barang produksi, fulus (uang logam) maka tidak sah Qirodl (bagi hasil) atasnya.
Al-Mizan, Juz II, Hlm. 88 :
قَالَ وَأَمَّا مَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ (القِرَاضِ) فَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ مَالِكَ وَالشَّافِعِىِّ وَأَحْمَدَ: إِنَّهُ لَوْأَعْطَاهُ سِلْعَةً وَقَالَ لَهُ بِعْهَا وَاجْعَلْ ثَمَنَهَا قِرَاضاً فَهُوَ قِراَضٌ فاَسِدٌ مَعَ قَوْلٍ أَبِى حَنيِفَةَ إِنَّهُ قِراَضٌ صَحِيْحٌ، فاَلأَوَّلُ مُشَدَّدٌ وَالثَّانِ مُخَلَّفٌ...الخ
Adapun permasalahan yang dipertentangkan (Qirodl/bagi hasil) diantaranya pendapat imam Malik, imam Syafi’i dan imam Ahmad: Sesungguhnya apabila seseorang memberikan harta benda dan berkata kepada penerimanya “Juallah ini dan hasilnya kau jadikan Qirodl”, maka itu dinamakan Qirodl fasid (bagi hasil yang rusak). Pendapat yang pertama adalah pendapat yang berat sedangkan yang kedua, adalah pendapat yang ringan.
Aqad tersebut tidak sah, sebab anak sapi itu bukan dari pekerjaan pemeliharatersebut.
Dasar Pengambilan:
Al-Bujairimi ala al-Iqna’, Juz III, Hlm. 115
تَتِمَّةٌ: لَوْ أَعْطَى شَخْصٌ آخَرَ دَابَّةً لِيَعْمَلَ عَلَيْهَا، أَوْ يَتَعَهَّدَهَا وَفَوَائِدُهَا بَيْنَهُمَا لَمْ يَصِحَّ الْعَقْدُ؛ ِلأَنَّهُ فِي اْلأُولَى يُمْكِنُهُ إيجَارُ الدَّابَّةِ فَلاَ حَاجَةَ إلَى إيرَادِ عَقْدٍ عَلَيْهَا فِيهِ غَرَرٌ، وَفِي الثَّانِيَةِ الْفَوَائِدُ لاَ تَحْصُلُ بِعَمَلِهِ . وَلَوْ أَعْطَاهَا لَهُ لِيَعْلِفَهَا مِنْ عِنْدِهِ بِنِصْفِ دَرِّهَا فَفَعَلَ ضَمِنَ لَهُ الْمَالِكُ الْعَلَفَ، وَضَمِنَ اْلآخَرُ لِلْمَالِكِ نِصْفَ الدَّرِّ وَهُوَ الْقَدْرُ الْمَشْرُوطُ لَهُ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ بَيْعٍ فَاسِدٍ، وَلاَ يَضْمَنُ الدَّابَّةَ؛ ِلأَنَّهَا غَيْرُ مُقَابَلَةٍ بَعُوضٍ .وَإِنْ قَالَ: لِتَعْلِفْهَا بِنِصْفِهَا فَفَعَلَ فَالنِّصْفُ الْمَشْرُوطُ مَضْمُونٌ عَلَى الْعَالِفِ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ الشِّرَاءِ الْفَاسِدِ دُونَ النِّصْفِ اْلآخَرِ .
(Peringatan) jika seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain agar dipekerjakan, atau untuk dipelihara, dan hasilnya dibagi antara keduannya, maka aqad tersebut tidak sah. Karena pada contoh yang pertama menyewakan hewan, maka tidak ada hajat (tidak perlu) mendatangkan aqad lagi atas hewannya yang dapat mengandung ghoror/penipuan. Yang kedua, hasil dari hewan piaraan, itu bukan pekerjaan.
Seandainya seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain untuk dipekerjakan untuk dirinya dengan upah ½ dari hasil susu hasil perahnya, kemudian dipekerjakan oleh orang lain tersebut, maka pemilik hewan harus mengganti biaya pemeliharaan (memberi makan hewan) dan pekerja harus mengganti kepada pemilik atas ½ dari hasil susu perahnya. Pengganti itu karena sudah hasil ukuran yang dijanjikan, dan telah terjadi dengan hukum jual beli yang rusak. dan tidak perlu mengganti rugi hewan piaraan, karena itu tidak ada kesesuaian ganti rugi.
Jika pemilik dalam menyerahkan hewan mengatakan untuk diramut (diberi makan) dengan ongkos separo hasilnya, kemudian dilaksanakan oleh penerima (pemelihara), maka separo yang dijanjikan menjadi tanggungan pemelihara, karena dianggap terjadi hukum pembeliaan yang fasid (rusak) bukan separo yang lain.
* Tuhfatu al-Habib ‘Ala Syarhi al-Iqna al-Bujairimi, Juz III, Hlm. 179
وَلَوْ قَالَ شَخْصٌ لآخَرَ سَمِّنْ هَذِهِ الشَّاةَ وَلَكَ نِصْفُهاَ أَوْ هاَتَيْنِ عَلىَ أَنَّ لَكَ إِحْداَهُماَ لَمْ يَصِحَّ ذَلِكَ وَاسْتَحَقَّ أُجْرَةَ المِثْلِ لِلنَّصْفِ الذِّى سَمَنَّهُ لِلْماَلِكِ.
Apabila ada orang berkata kepada orang lain: gemukkan kambing ini! Kamu saya beri komisi separo dari laba penjualan, atau berkata: gemukkan dua kambing ini! Kamu saya beri yang satu, maka tidak sah. Dan ia mendapat ongkos misil (umum), sedang hasilnya semua dimiliki yang punya kambing. Wallohu a’lam… mohon koreksi…
> Masaji Antoro
Berikut KEPUTUSAN PENGURUS BESAR MUKTAMAR NASIONALPada tanggal 21-25 Syawal 1379 H. /18-22 April di Jakarta :
Hukum akad tersebut tidak SYAH sebab anak dan tambahan itu bukan dari pekerjaan pemeliharaan tersebut.
تتمة لو أعطى شخص آخر دابة ليعمل عليها أو يتعهدها وفوائدها بينهما لم يصح العقد لأنه في الأولى يمكنه إيجار الدابة فلا حاجة إلى إيراد عقد عليها فيه غرر وفي الثانية الفوائد لا تحصل بعمله ولو أعطاها له ليعلفها من عنده بنصف درها ففعل ضمن له المالك العلف وضمن الآخر للمالك نصف الدر وهو القدر المشروط له لحصوله بحكم بيع فاسد ولا يضمن الدابة لأنها غير مقابلة بعوض وإن قال لتعلفها بنصفها ففعل فالنصف المشروط مضمون على العالف لحصوله بحكم الشراء الفاسد دون النصف الآخر
PUNGKASAN
Jika ada orang lain memberikan seekor ternak untuk dipekerjakan atau di pelihara dan keuntungannya untuk mereka berdua (si pemilik ternak dan pengembala) maka akadnya TIDAK SAH
Karena pada contoh yang pertama menyewakan hewan, maka tidak ada hajat (tidak perlu) mendatangkan aqad lagi atas hewannya yang dapat mengandung ghoror/penipuan.
Sedang pada contoh yang kedua keuntungan-keuntungan tersebut tidak bisa diperoleh hanya dengan mengerjakannya.
Seandainya seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain untuk dipekerjakan dengan memperoleh separoh separo susunya dan orang tersebut kemudian mengerjakannya, maka si pemilik harus menjamn pakannyasedangkan pihak pekerjanya mengambil separoh dari dari susu tersebut.
Itulah ukuran yang disyaratkan, karena sipekerja mendapatkan keuntunganberdasarkan transaksi yang rusak, Ia juga tidak di bebani untuk menanggung hewan ternak tersebut karena hewan tidak bisa di nilai imbalannya.
Jika pemilik berkata “Agar anda memberi pakan dengan imbalan, anda mendapatkan separoh dari hasilnya” kemudian si penggembala melaksanakan, separoh dari yang disyaratkan itu menjadi tanggunganpemberi pakan sebagai konsekuensi yang rusak untuk memberikanseparoh hasilnya pada pemilik ternak. [ Iqna Li as-Syarbiiny II/356 ].
> Ifaq Abdillahnatagama 
Berikut ini kelengkapan Kitab Hamisy Bujairimi ‘Alal Khothib III / 193
وعبارته : تَتِمَّةٌ: لَوْ أَعْطَى شَخْصٌ آخَرَ دَابَّةً لِيَعْمَلَ عَلَيْهَا, أَوْ يَتَعَهَّدَهَا وَفَوَائِدُهَا بَيْنَهُمَا لَمْ يَصِحَّ الْعَقْدُ ; لِأَنَّهُ فِي الْأُولَى يُمْكِنُهُ إيجَارُ الدَّابَّةِ فَلَا حَاجَةَ إلَى إيرَادِ عَقْدٍ عَلَيْهَا فِيهِ غَرَرٌ, وَفِي الثَّانِيَةِ الْفَوَائِدُ لَا تَحْصُلُ بِعَمَلِهِ. وَلَوْ أَعْطَاهَا لَهُ لِيَعْلِفَهَا مِنْ عِنْدِهِ بِنِصْفِ دَرِّهَا فَفَعَلَ ضَمِنَ لَهُ الْمَالِكُ الْعَلَفَ, وَضَمِنَ الْآخَرُ لِلْمَالِكِ نِصْفَ الدَّرِّ وَهُوَ الْقَدْرُ الْمَشْرُوطُ لَهُ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ بَيْعٍ فَاسِدٍ, وَلَا يَضْمَنُ الدَّابَّةَ ; لِأَنَّهَا غَيْرُ مُقَابَلَةٍ بَعُوضٍ. وَإِنْ قَالَ: لِتَعْلِفْهَا بِنِصْفِهَا فَفَعَلَ فَالنِّصْفُ الْمَشْرُوطُ مَضْمُونٌ عَلَى الْعَالِفِ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ الشِّرَاءِ الْفَاسِدِ دُونَ النِّصْفِ الْآخَرِ ـ اهـ الإقناع هامش البجيرمى على الخطيب الجزء الثالث ص ١٩٣
قَوْلُهُ: (دُونَ النِّصْفِ الْآخَرِ) أَيْ ; لِأَنَّهُ حُكْمُ الْأَمَانَةِ فِي يَدِهِ, وَلَعَلَّ هَذَا وَمَا قَبْلَهُ فِيمَا إذَا لَمْ يَسْتَعْمِلُ الدَّابَّةَ ق ل. فَرْعٌ: لَوْ قَالَ شَخْصٌ لِآخَرَ: سَمِّنْ هَذِهِ الشَّاةَ وَلَك نِصْفُهَا أَوْ هَاتَيْنِ عَلَى أَنَّ لَك إحْدَاهُمَا, لَمْ يَصِحَّ ذَلِكَ وَاسْتَحَقَّ أُجْرَةَ الْمِثْلِ لِلنِّصْفِالَّذِي سَمَّنَهُ لِلْمَالِكِ. وَهَذِهِ الْحَالَةُ مِمَّا عَمَّتْ بِهِ الْبَلْوَى فِي الْفَرَارِيجِ بِدَفْعِ كَاشِفِ الْبَرِيَّةِ أَوْ مُلْتَزِمِ الْبَلَدِ لِبَعْضِ أَهْلِ الْبُيُوتِالْمِائَةَ أَوْ الْأَكْثَرَ أَوْ أَقَلَّ, وَيَقُولُ لَهُمْ: رَبُّوهَا وَلَكُمْ نِصْفُهَا ; فَيَجِبُ عَلَى وَلِيِّ الْأَمْرِ وَمَنْ لَهُ قُدْرَةٌ عَلَى مَنْعِ ذَلِكَ أَنْ يَمْنَعَ مَنْ يَفْعَلُ هَكَذَا ; لِأَنَّ فِيهِ ضَرَرًا عَظِيمًا عَلَى النَّاسِ ا هـ خَطِيبٌ عَلَى الْمِنْهَاجِ. ا هـ
> Hasyim Toha 
Wah dari ibarot diatas tinggal satu madzhab yang membolehkan Madzhab Hambali, salah satunya pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Al-Auza’iy… mengesahkan bagi hasil dari gaduh hewan ternak trsb. dg menyakaman dg akad Muzaro’ah (bagi hasil dari gaduh tanah).  Ya kalau dimasukkan ke akad ijaroh memang tidak sah… karena itu bukan ijaroh… lagian biaya pakan dan tetek bengek lainnya dalam memelihara hewan tsb dari mana? kalau hanya sekedar isti’jar/menyewa pengembalaga’ masuk pembahasan… tapi kebolehan dalam akad GADUH disini keserupaannya dg Muzaro’ah dan pengolahan hasil dalam Mudharabah. ‘Ibarot (AL-MAUSU’AH AL-FIQHIYAH) :
وهذه المسألة شبيهة بمسألة الدابة أو العربة تكون لواحد من الناس، فيدفعها إلى آخر ليعمل عليها، والأجرة بينهما بنسبة معلومة يتفقان عليها، وقد نص أحمد والأوزاعي على صحتها، اعتبارا بصحة المزارعة عندهما
Lalu dimasukkan ke akad apa ?
Karena kalau tanaman disebut akad Muzaro’ah, kalau siraman disebut akad Mushaaqooh.. maka kalau ternak bisa saja dinamakan akad Murooya’ah… qiqiqiqi, boleh masuk ke akad Mudharabah… karena qoul tsb menyamakan dg akad Mudharabah pada gaduh ternak hewan… mengesahkan akad gadu tanah (muzaro’ah) untuk ditanami atau akad pengairan (musyaqah) keduanya juga berlaku bagi hasil yg tidak jelas ujrohnya.. kenapa bisa lulus sensor ? oleh karena itulah Imam Ahmad bin Hambal dll… mengqiaskan gaduh hewan seperti akad diatas. 
Terus, kalau hewannya mandul / gak bisa punya anak bagaimana ? gak mendapat apa apa ? Tidak hanya pada anak hewan ternak tapi pada pertumbuhan badan / daging / mahal harga dsb. yang intinya ribhun / hasilnya. ‘Ibarot :
(فُرُوعٌ: يَصِحُّ تَشْبِيهًا) بِشَرِكَةِ (الْمُضَارَبَةِ دَفْعُ عَبْدٍ أَوْ) دَفْعُ (دَابَّةٍ) ، أَوْ آنِيَةٍ كَقِرْبَةٍ وَقِدْرٍ، وَآلَةٍ لِحِرَاثٍ، أَوْ نَوْرَجٍ، أَوْ مِنْجَلٍ (لِمَنْ يَعْمَلُ بِهِ) – أَيْ بِالْمَدْفُوعِ – (بِجُزْءٍ مِنْ أُجْرَتِهِ
(MATHALIB AULAN-NUHA) Fiqh Hambali Maktabah Syamilah.
> Toni Imam Tontowi 
Wa’alaikumussalaam
187. SOAL : Ahmad menyerahkan kambing kepada Umar untuk dipeliharadengan perjanjian bila kambing tersebut beranak, Umar mendapat bagian separo dari anak kambing itu, atauAhmad menyerahkan lembu yang seharga Rp. 500.000,- untuk dipelihara, dan jika sudah besar laku dengan harga Rp. 1000.000,- maka Umar mendapat bagian dari keuntunganitu.Sahkah akad seperti contoh diatas ?Jika tidak sah, bagaimana kelanjutannya ?
JAWAB : Tidak sah, yang membuat tidak sah adalah ketidak jelasan nominal ujrohnya, dan kelanjutannya adalah seluruh anak kambing ataupun hasil penjualan lembu diatas menjadi hak milik Ahmad, sedangkan Umar berhak mendapatkan ujroh mitsil (upah yang sepadan) atas kerjanya merawat kambing ataupun lembu diatas. Keterangan dari Kitab Hamisy Bujairimi ‘Alal Khothib III / 193
وعبارته : تَتِمَّةٌ: لَوْ أَعْطَى شَخْصٌ آخَرَ دَابَّةً لِيَعْمَلَ عَلَيْهَا, أَوْ يَتَعَهَّدَهَا وَفَوَائِدُهَا بَيْنَهُمَا لَمْ يَصِحَّ الْعَقْدُ ; لِأَنَّهُ فِي الْأُولَى يُمْكِنُهُ إيجَارُ الدَّابَّةِ فَلَا حَاجَةَ إلَى إيرَادِ عَقْدٍ عَلَيْهَا فِيهِ غَرَرٌ, وَفِي الثَّانِيَةِ الْفَوَائِدُ لَا تَحْصُلُ بِعَمَلِهِ. وَلَوْ أَعْطَاهَا لَهُ لِيَعْلِفَهَا مِنْ عِنْدِهِ بِنِصْفِ دَرِّهَا فَفَعَلَ ضَمِنَ لَهُ الْمَالِكُ الْعَلَفَ, وَضَمِنَ الْآخَرُ لِلْمَالِكِ نِصْفَ الدَّرِّ وَهُوَ الْقَدْرُ الْمَشْرُوطُ لَهُ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ بَيْعٍ فَاسِدٍ, وَلَا يَضْمَنُ الدَّابَّةَ ; لِأَنَّهَا غَيْرُ مُقَابَلَةٍ بَعُوضٍ. وَإِنْ قَالَ: لِتَعْلِفْهَا بِنِصْفِهَا فَفَعَلَ فَالنِّصْفُ الْمَشْرُوطُ مَضْمُونٌ عَلَى الْعَالِفِ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ الشِّرَاءِ الْفَاسِدِ دُونَ النِّصْفِ الْآخَرِ ـ اهـ الإقناع هامش البجيرمى على الخطيب الجزء الثالث ص ١٩٣
قَوْلُهُ: (دُونَ النِّصْفِ الْآخَرِ) أَيْ ; لِأَنَّهُ حُكْمُ الْأَمَانَةِ فِي يَدِهِ, وَلَعَلَّ هَذَا وَمَا قَبْلَهُ فِيمَا إذَا لَمْ يَسْتَعْمِلُ الدَّابَّةَ ق ل. فَرْعٌ: لَوْ قَالَ شَخْصٌ لِآخَرَ: سَمِّنْ هَذِهِ الشَّاةَ وَلَك نِصْفُهَا أَوْ هَاتَيْنِ عَلَى أَنَّ لَك إحْدَاهُمَا, لَمْ يَصِحَّ ذَلِكَ وَاسْتَحَقَّ أُجْرَةَ الْمِثْلِ لِلنِّصْفِ الَّذِي سَمَّنَهُ لِلْمَالِكِ. وَهَذِهِ الْحَالَةُ مِمَّا عَمَّتْ بِهِ الْبَلْوَى فِي الْفَرَارِيجِ بِدَفْعِ كَاشِفِ الْبَرِيَّةِ أَوْ مُلْتَزِمِ الْبَلَدِ لِبَعْضِ أَهْلِ الْبُيُوتِ الْمِائَةَ أَوْ الْأَكْثَرَ أَوْ أَقَلَّ, وَيَقُولُ لَهُمْ: رَبُّوهَا وَلَكُمْ نِصْفُهَا ; فَيَجِبُ عَلَى وَلِيِّ الْأَمْرِ وَمَنْ لَهُ قُدْرَةٌ عَلَى مَنْعِ ذَلِكَ أَنْ يَمْنَعَ مَنْ يَفْعَلُ هَكَذَا ; لِأَنَّ فِيهِ ضَرَرًا عَظِيمًا عَلَى النَّاسِ ا هـ خَطِيبٌ عَلَى الْمِنْهَاجِ. ا هـ
® Hasil musyawarah Jam’iyyah Riyadlotut Tholabah ponpes Al-Falah Ploso Mojo Kediri*Tuhfatur Rohabah 1 : 88 – 89.
> Imam Ghazali 
Berikut ta’bir mausu’ah selengkapnya :
107 – ثانيا : يقع كثيرا أن تكون دابة أو عربة مشتركة بين اثنين ، فيسلمها أحدهما إلى الآخر، على أن يؤجرها ويعمل عليها ، ويكون له ثلثا الربح ، وللذي لا يعمل الثلث فحسب . وهي شركة فاسدة عند الحنفية والمالكية والشافعية وابن عقيل والقاضي من الحنابلة ، لأن رأس مالها منفعة ، والمنفعة ملحقة بالعروض .فيكون الدخل بينهما بنسبة ملكهما ، وللذي كان يعمل أجرة مثل عمله ، بالغة ما بلغت .قال ابن عابدين : ولا يشبه العمل في المشترك حتى نقول : لا أجر له لأن العمل فيما يحمل وهو لغيرهما .108 – وهذه المسألة شبيهة بمسألة الدابة أو العربة تكون لواحد من الناس ، فيدفعها إلى آخر ليعمل عليها ، والأجرة بينهما بنسبة معلومة يتفقان عليها ، وقد نص أحمد والأوزاعي على صحتها ، اعتبارا بصحة المزارعة عندهما . وهكذا كل عين تنمى بالعمل فيها يصح دفعها ببعض نمائها .وهذا كله عند جماهير أهل العلم فاسد ، لشدة الغرر والجهالة : فمع الحنفية على فساد هذا كله المالكية والشافعية ومن الحنابلة : ابن عقيل دون تردد ، والقاضي في بعض احتمالاته .وقد يستأنس لهم بحديث النهي : » عن قفيز الطحان « يعني : طحن كمية من الحب بشيء من طحينها ، وإذن فمثل ذلك إجارة فاسدة ، لا محمل له سوى ذلك ، فيكون الربح في مسألة الدابة أو العربة لصاحبهما ، لأن العوض إنما استحق بالحمل الذي وقع منهما ، وليس للعامل إلا أجرة مثله .وقد كان أقرب ما يخطر بالبال لتصحيحه إلحاقه بالمضاربة ، ولكن المضاربة لا تكون في العروض ثم هي تجارة ، والعمل هنا ليس من التجارة في شيء .
(27/87)
109 – ثالثا : وكثيرا ما يقع أيضا في شركات البهائم ، أن يكون لرجل بقرة ، فيدفعها إلى آخر ليتعهدها بالعلف والرعاية ، على أن يكون الكسب الحاصل بينهما بنسبة ما كنصفين . وهذه أيضا شركة فاسدة لا تدخل في شركة الأموال ، إذ ليس فيها أثمان يتجر بها ، ولا في شركة التقبل ، أو الوجوه ، كما هو واضح . والكسب الحاصل إنما هو نماء ملك أحد الشريكين – وهو صاحب البقر- فيكون له ، وليس للآخر إلا قيمة علفه وأجرة مثل عمله .ومثل ذلك دود القز ، يدفعه مالكه إلى شخص آخر ، ليتعهده علفا وخدمة ، والكسب بينهما ، وكذلك الدجاجة على أن يكون بيضها نصفين – مثلا – قالوا : والحيلة أن يبيع نصف الأصل أو ثلثه مثلا بثمن معلوم ، مهما قل ، فما حصل منه بعد ذلك فهو بينهما على هذه النسبة .110 – وقد عرفنا نص أحمد والأوزاعي في ذلك ، وقضيته تصحيح هذه الشركات كلها – شأن كل عين تنمي بالعمل فيها – كما عرفنا أن جماهير أهل العلم لا يوافقونهما ، حتى قال بعض الشافعية : على القادر أن يمنع من ذلك ، لما فيه من بالغ الضرر .111 – بيد أن المالكية ذكروا هنا فرعا يشبه الاتجاه الحنبلي ذلك أنهم يصححون الشركة بين اثنين ، يأتي أحدهما بطائر ذكر ، ويأتي الآخر بطائر أنثى – كلاهما من نوع الطيور التي يشرك ذكورها وإناثها في الحضانة ، كالحمام – ويزوجان هذه لهذا ، على أن تكون فراخهما بينهما على سواء ، وعلى كل منهما نفقة طائره – إلا أن يتبرع بها الآخر – وضمانه إذا هلك .والعلة – كما يشعر سياقهم – أن هذه أعيان تنمى من غير طريق التجارة ، فتنزل منزلة ما ينمى بالتجارة
Saya kutipkan ta’bir asy Syarh al Kabier :
(فصل)ولو استأجر راعيا لغنم بثلث درها وصوفها وشعرها ونسلها أو نصفه أو جميعه لم يجز نص عليه أحمد في رواية سعيد بن محمد النسائي لان الاجر غير معلوم ولا يصلح عوضا في البيع، قال اسمعيل بن سعيد سألت أحمد عن الرجل يدفع البقرة إلى الرجل على أن يعلفها ويحفظها وولدها بينهما فقال اكره ذلك وبه قال ابو ايوب وأبو خيثمة ولا أعلم فيه مخالفا لان العوض معدوم مجهول لا يدرى ايوجد ام لا، والاصل عدمه ولا يصلح أن يكون ثمنا،
فان قيل فقد جوزتم دفع الدابة إلى من يعمل عليها بنصف مغلها قلنا انما جاز ثم تشبيها بالمضاربة ولانها عين تنمي بالعمل فجاز اشتراط جزء من النماء كالمضاربة والمساقاة وفي مسئلتنا لا يمكن ذلك لان النماء الحاصل في الغنم لا يقف حصوله على عمله فيها فلم يمكن الحاقه بذلك، وذكر صاحب المحرر رواية أخرى انه يجوز بناء على ما إذا دفع دابته أو عبده يجزء من كسبه والاول ظاهر المذهب لما ذكرنا من الفرق، وعلى قياس ذلك إذا دفع نحله إلى من يقوم عليه بجزء من عسله وشمعه يخرج على الروايتين فان اكتراه على رعيها مدة معلومة بجزء معلوم منها صح لان العمل والمدة والاجر معلوم فصح كما لو جعل الاجر دراهم ويكون النماء الحاصل بينهما بحكم الملك لانه ملك الجزء المجعول له منها في الحال فكان له نماؤه كما لو اشتراه
Mahallusysyahid :
ولو استأجر راعيا لغنم بثلث درها وصوفها وشعرها ونسلها أو نصفه أو جميعه لم يجز نص عليه أحمد
dan
وذكر صاحب المحرر رواية أخرى انه يجوز بناء على ما إذا دفع دابته أو عبده يجزء من كسبه والاول ظاهر المذهب لما ذكرنا من الفرق
Saya sepakat dengan mas Ton….Toni Imam Tontowi yang membuat tidak sah adalah ketidak jelasan nominal ujrohnya, dan dalam ta’bir di atas juga disebutkan demikian....
لان العوض معدوم مجهول لا يدرى ايوجد ام لا، والاصل عدمه ولا يصلح أن يكون ثمنا،
> Ghufron Bkl 
Sistem menggaduhkan hewan hukumnya tidak sah kecuali dgn cara nadzar, hibah dan hadiah, ato taqlid pada pendapat yang memperbolehkan dari sebagian madzhab Hanbaliy. [ syarah al kabir ala matni al miqna’ 6/19 – 20 ].
Solusinya dinadzarkan ato hibah dan ato taqlid pada sebagian pendapat dari kalangan madzhab Hanbaliy, sebagaimana ta’bir yang disampaikan gus Imam Ghozaliy.
LINK ASAL:
DOKUMEN FB :
Sebarkan Kebaikan Sekarang
loading...

PISS-KTB

PISS-KTB has written 4222 articles

Group facebook ini bernama PUSTAKA ILMU SUNNI SALAFIYAH – KTB, selanjutnya disebut dengan PISS-KTB. KTB merupakan kependekan dari Kenapa Takut Bid’ah. Apa Beda PISS - KTB dibanding dengan grup yang lain yang juga punya visi - misi sama ?
silahkan Kontak kami

Comments

comments

One thought on “0135. Mu’amalah : Hukum Kerjasama Pengembangan Ternak (Jawa : Gaduh, Maro )

  1. Avatar Huda says:

    msh belum jelas, hiks..
    pertanyaan lanjutanj, bgmn solusi utk praktik gaduh d masy (umumnya nahdliyyin), entah pd kambing, domba, sapi ataupun kerbau. Klo msh blum ada solusi, dan msh “haram”. Lalu bagaimana?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>