“Talawwutsul afkar” (polusi pemikiran)
Pemikiran merupakan hasil kerja otak yang bersinergi dengan pengetahuan yang dimiliki seorang individu. Dan pengetahuan itu ia peroleh melalui kalam kalam ilahi atau proses interaksi dengan lingkungan disekitarnya atau juga berdasarkan penetian sebelumnya yang dilakukan orang lain.
Kalau begitu sebuah pemikiran bisa dikatagorikan menjadi pemikiran yang mendasar pada dalil dalil kongkrit. Dan pemikiran yang tidak mendasar pada dalil dalil kongkrit. boleh jadi karena banyak ilusi dan imajinasi sehingga mereproduksi suatu hukum yang lebih condong dengan khayalannya lebih lagi jika menyesuaikan dengan kehendak hawa nafsunya.
Seiring berlalunya zaman membuka berbagai macam Tipologi pemikiran. Oleh karenanya muncul dari beberapa orang yang ingin me- Recovery pemikiran lama dengan pemikiran baru yang kadang kadang tidak justru meneduhkan. Lalu untuk menuangkan pemikiran itu mereka dirikan organisasi, kelompok, schedule dan program media tertentu lantas diresapkan dan dilesatkan kepada orang lain.
Di sisi lain ada banyak orang yang sedang mencari ilmu dan membutuhkan payung intelektual menyebar mencari informasi dan bergabung pada kelompok tertentu dengan harapan bisa mengisi kekosongan intelektual nya. mereka itulah orang orang awam yang ingin menjadi orang alim (berpendidikan). Criteria ini masih criteria normal yang mudah diluruskan. Namun, berbeda dengan orang yang terlanjur mencampur aduk informasi pendidikan dan pengetahuan yang ia dapatkan tanpa adanya kemampuan untuk mensinergikan dengan suatu kebenaran.
Maka terjadilah apa yang disebut “Talawwuts Al-Afkar” atau “POLUSI PEMIKIRAN” yang diakibatkan dari seorang yang mencampur aduk informasi pengetahuan yang diterima oleh seseorang tanpa kritis dan cermat dalam menerima informasi. Padahal teori penerimaan informasi disebutkan “Khudz Ma Shofa Da’ Ma Kadar” (Ambillah sesuatu yang Positif & tinggalkan hal yang Negatif).
Tidak bisa dipungkiri sejak hari ini dan kedepannya akan banyak orang yang membawa pemikiran tertentu dan bahkan tidak sedikit yang mengarah kepada “War of thinking” (Perang Pemikiran) yang mana hal ini sangat berbahaya. Seperti yang ditakan oleh Al Mufakkir islami Al Habib Abu Bakar Al Adni Yamani ;
“Ghozwul Fikri Asyaddu Wa Akbar Min Al-Ghozwu Al- Askari. Ghozwul Askari Yudkhilul jannah ahli Falistin Kullu Wahid Yatamatta’ fi Sa’atil Maimun, Wa Amma illi Yudbahun fillail wannahar bil ma’ashi wa illi Tukhrob Afkaruhum Ba Yamut ‘ala eih???”
“Perang Pemikiran itu jauh lebih parah dan berbahaya daripada perang tentara, perang tentara membuat penduduk palestina masuk surga, masing masing mereka menikmati masa masa indahnya di surga. Lalu bagaima dengan orang-orang yang di perbudak siang dan malam dengan kemaksiatan dan orang-orang yang dirusak Pemikirannya, Nanti dia akan mati dalam kondisi yang bagaimana???.”
Sebab utama dari terpengaruhnya seseorang terhadap suatu pemikiran adalah tidak adanya dasar dasar yang bisa menjadi pegangan dan pijakan dalam kehidupan beragamanya. Serta minimnya minat dari banyak orang untuk mempelajari ilmu agama sejak dini dari dasar dan justru lebih suka terhadap proses pencarian ilmu yang instan. Sebenarnya boleh saja mempelajari sesuatu dengan instan tetapi juga harus berimbang.
Coba anda lihat disekitar anda, ketika seseorang yang tidak mempelajari ilmu agama lalu dalam sekejap menjadi tokoh atau bahkan ustadz lalu dia mengeluarkan statemen statemen yang dicampur aduk dengan logikanya sendiri dengan pengetahuan terbatasnya. Ini bisa membuat hilangnya kemurnian ajaran islam. Dan sepertinya orang yang seperti ini diukur dari kemampuannya untuk compatible terhadap industry terbukti Semakin hari semakin banyak pengakuan status seorang public figure melalui pemilik industry bukan justru dari para ulama.
Maka yang menjadi tugas kita semua saat ini untuk menetralisir penyebaaran “POLUSI PEMIKIRAN” ini dengan merefleksi kembali pentingnya mempelajari dasar dasar ilmu agama serta mengokohkannya. Diantara beberapa dasar agama tersebut adalah;
- Ilmu Fiqh (Syariah Islam meliputi hukum ibadah, muamalah, nikah, jinayah.)
- Akidah (Ushuluddin meliputi Ilmu mengenal sifat wajib bagi Alloh, Rosululloh, dan yang berkaitan dengan keyakinan)
- Suluk/ Akhlaq ( Moral meliputi hubungan vertical dan horizontal)
- Qur’an & Hadits ( meliputi mengaji qur’an dan mengaji hadits)
- Nahwu shorrof (Gramatika arab)
Itulah yang perlu kita kokohkan khususnya sejak hari ini hingga kedepannya. Sebab ibarat suatu bangunan tidak akan kuat jika pondasinya, dasarnya tidak kuat meskipun bangunannya megah dan indah.
Seperti pesan seorang ulama sepuh di jawa KH Maimoen Zubair : “Saya berpesan kepada anak anakku sekalian agar tetap mempertahankan tradisi mempelajari ilmu ilmu dasar agama khususnya kitab kuning, sebab tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan agama ini kedepannya selain dengan ini.”
Sementara kemajuan dan tekhnologi yang ada bagi kita adalah sarana saja bukan hal utama dalam mencari dasar pengetahuan. Kalau Negara maju seperti korea, jepang, singapura yang menggunakan tekhnologi dalam segala aspek ukuran cepat atau tidaknya memperoleh ilmu. maka ilmu agama tidak harus diperoleh dengan cara itu. Sebab dalam mencari ilmu agama ada yang disebut keberkahan yang mana keberkahan ini di ukur dari jerih payah dalam proses pencaharian ilmu itu sendiri.
Oleh kerenanya Syeh Muhammad Ba’atiyah mengatakan; “Al Ilmu Yunalu Min Shodr Ila Shodr min shodri rijal ila shodr rijal” (Ilmu agama itu diperoleh melalui proses transfer dari hati ke hati yaitu dari hati kekasih alloh kepada hati kekasih Alloh).
Yang terakhir agar supaya ilmu yang kita dapatkan benar-benar credible ada beberpa hal yang perlu diperhatikan
- Pilihlah buku dari ulama terdahulu sebelum mempelajari buku kontenporer.
- Pilihlah seorang Teman atau guru untuk membimbing yang berkompeten.
- Kalau anda berminat datanglah ke-pesantren agar mendapatkan ilmu yang lebih valid dan Mutawatir.
- jika belajar dari Medsos maka pilihlah Media yang jelas berazazkan Ahlussunnah Wal Jama’ah Dan tidak mengarah kepada profokasi dan pengrusakan akal.
Sekian.
Yaman- 2016.