Pada hakikatnya Hasud (iri) adalah bentuk permusuhan terang-terangan kepada Allah dan penentangan jelas atas kekuasaan Allah. Sebab Allah SWT ketika memberikan suatu nikmat kepada sebagian hamba-Nya, maka sudah jelas bahwa Allah SWT menghendaki pemberian itu, dan memilih untuk memberi kepadanya. Tidak ada yang memaksa Allah atas kehendak-Nya ini. Jika ada hamba yang menghendaki apa yang berbeda dengan yang dikehendaki Tuhannya, maka sungguh ia telah melakukan hal yang tidak patut dan layak untuk dihukum.
Kadangkala orang merasa hasud atas urusan dunia seperti kedudukan dan harta. Padahal urusan dunia terlalu kecil untuk dijadikan sasaran rasa hasud. Bahkan seharusnya engkau mengasihani mereka yang hasud karena urusan ini seraya bersyukur dan memuji Allah yang telah menyelamatkanmu dari perasaan hasud karena dunia.
Kadangkala orang merasa hasud atas urusan akhirat, seperti hasud kepada orang yang lebih berilmu, dan hasud kepada orang yang lebih sholeh. Sungguh buruk bagi seorang yang mencari jalan Allah SWT untuk merasa hasud kepada orang yang berjalan pada jalan yang sama, yang dapat membantu urusannya. Bahkan seharusnya ia merasa senang apabila ada yang lebih alim dan sholeh sebab ia dapat membantunya, dan bekerja sama sehingga menjadi lebh kuat. Seorang mukmin menjadi kuat dengan saudaranya. Dan seharusnya ia mencintai orang itu dengan hatinya, dan berusaha dengan zahirnya untuk mengumpulkan manusia ke jalan Allah, menyibukan diri dengan taat kepada Allah dan jangan peduli apakah mereka dapat mengunggulimu atau engkau yang mengungguli mereka. Sebab keutamaan itu adalah rizki dari Allah, dan Allah SWT mengkhususkan rahmat-Nya kepada orang yang dikehendaki.
Sumber: Adabussuluk wal Murid, lil Habib Abdulloh bin Alwi Alhaddad