Sejuta Fadhilah Shalawat

sholawatKalam Habib Ahmad Bin Zein Al-Habsyi

Al-Mushtafa SAW. Sebingkai mozaik nan indah. Kontruksi cita rasa Sang Kuasa yang sempurna. Cahaya yang bertahta megah di atas cahaya-cahaya. Makhluk terindah, termulia, tersantun, yang tiada duanya.

“Dialah yang di langit dikenal sebagai Ahmad, sedang di bumi dikenal sebagai Muhammad.” begitulah Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi melukiskan sosok Rasulullah SAW dalam kata-kata. “Dialah penguasa maqam mahmud. Bendera puja dan puji tegak dalam genggamannya.”

“Tidaklah ia dikenal sebagai Muhammad sebelum diseru sebagai Ahmad. Sebab (di langit) ar-Robb SWT telah memuji sosoknya jauh sebelum seluruh makhluk mengenalnya. Ia mengagul-agulkannya jauh sebelum manusia menyanjung-nyanjungnya. Engkau bakal menjumpai nama Ahmad pada kitab-kitab suci terdahulu. Sedang dalam al-Qur’anul Karim, termaktub nama Muhammad. Dialah yang terlayak menuai pujian-pujian. Dialah yang teragung diantara insan-insan yang layak dipuji.”

“Hanya untuknya, kelak maqam mahmud disingkap diiringi pujian-pujian. Tak pernah tersingkap untuk selain dirinya. Dengan maqam mahmud itu, Sang Kuasa senantiasa memujinya. Berbekal maqam mahmud itu, ia menjelma sebagai pemberi syafaat tertinggi. Bendera puja dan puji terajut hanya untuknya, seorang. Umatnya disebut-sebut sebagai al-Hamidun (Orang-orang yang gemar memuji) dalam kitab-kitab terdahulu. Dan tatkala kakeknya, Abdul Muthalib, menyematkan nama Muhammad, ia mengunjuk doa, “Aku berharap kelak seluruh penghuni langit dan bumi akan senantiasa memujinya.”

Tidak terpungkiri, Rasulullah SAW memang sempurna. Tiada celah untuk mencela, kecuali hati yang buta oleh kabut kemusyrikan. Begitu sempurnanya sang nabi. Hingga lisan mukminin tak lelah memadahkan puja dan puji, dari dulu hingga kini.

SALAWAT

Puncak kekaguman Sang Pencipta terhadap mahakarya yang satu ini adalah salawat. Habib Ahmad mengurai, “Salawat Allah SWT kepada Nabi SAW adalah cucuran kebaikan-kebaikan, sifat-sifat luhur, karakter yang elok, nikmat-nikmat, penghargaan, penghormatan, dan anugerah-anugerah yang meruah. Sedang salam-Nya adalah penjagaan-Nya dari pelbagai aib dan mala, karunia yang berupa ketentraman, kesempurnaan, dan kemegahan. Sebentuk penghormatan yang indah dan penuh berkah dari-Nya.”

Mari kita bersalawat kepada Nabi SAW. Mari kita haturkan salam kepada Rasul SAW.

“Dalam sepenggal ayat, ar-Rahman ar-Rahim menfirmankan,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Rasulullah SAW sendiri bersabda, “Manusia yang paling dekat denganku pada hari akhir adalah orang yang paling banyak bersalawat kepadaku.”

Sabda beliau yang lain menyebutkan, “Tidaklah seseorang bersalam kepadaku, kecuali Allah SWT pasti mengembalikan ruhku. Hingga aku pun bisa membalas salamnya.” Kata ruh dalam hadis ini bisa bermakna bicara, atau sesuatu hal yang berkenaan dengan “aktifitas” ruh. Sebab, senyatanya, ruh Beliau SAW senantiasa hidup.”

“Masih banyak lagi hadis-hadis nabawiy yang mengulas faedah salawat. Tercatat lebih dari 40 sahabat terkemuka yang meriwayatkan hadis ragam ini.”

Habib Ahmad meneruskan, “Dalam satu salawat, terpendam 40 faedah. Diantaranya; menghapus dosa-dosa, mengusir kesumpekan, menuntaskan cita-cita, memercik kabar gembira akan surga sebelum ajal tiba, membersihkan diri, menanggung keselamatan dari kecamuk hari kiamat, mengharumkan majelis-majelis, menafikan kefakiran dan  sifat kikir, mengukuhkan langkah kala di atas sirath, mengenyahkan kekeringan, menabur berkah pada raga, umur, dan amal, memantik rahmat Allah dan rasa cinta dari nabi SAW, menghidupkan nurani, dan memancing hidayah ilahi.”

“Walhasil, faedah salawat tak terbilang, duniawi maupun ukhrawi. Tak terhitung, betapa sering Allah membukakan pintu hajat, melonggarkan keruwetan, dan melipatkan anugerah dengan salawat. Salawat adalah amalan istimewa dan penuh berkah. Ia adalah penjamin rasa aman dari murka Allah dan neraka-Nya. Ia adalah pelantar kesucian amal dan ketinggian derajat. Ia adalah perniagaan yang takkan pernah merugi.”

Alangkah istimewanya salawat. Hanya dengan sebaris kalimat itu, kita bisa meraup pahala-pahala semegah gunung. Tanpa terlalu berpayah-payah, kita bisa melampaui amalan-amalan umat terdahulu. Semua berkat salawat kepada sang Nabi SAW.

Akan tetapi, perlu dicatat, ada adab yang mesti diperhatikan dalam salawat. “Salawat adalah Zikir. Karena itu disyaratkan khusuk dan hudlur, serta takzim kepada Nabi SAW saat bersalawat. Dianjurkan pula menghadirkan zat Nabi SAW kala berdoa dalam salawat, dengan harapan agar curahan anugerah kepada beliau senantiasa lestari. Dengan adab inilah, segala faedah salawat niscaya tergapai. Bahkan bisa lebih dari itu. Salawat tak hanya berarti zikir, salawat juga bermakna doa, bahkan ia adalah esensi doa itu sendiri”

Begitu gamblang paparan Habib Ahmad bin Zein mengenai fadilah salawat di atas. Tunggu apa lagi, marilah kita-sedari sekarang- menggemari salawat, demi kita, demi keluarga, demi umat, dan demi pertiwi yang telah lama dirundung sedih ini….!

Sebarkan Kebaikan Sekarang
loading...

Avatar

Forsan Salaf has written 242 articles

Forsan Salaf adalah situs yang dikelola Yayasan Sunniyah Salafiyah. Memuat bahasan-bahasan ilmiah yang mendalam dan bisa dipertanggungjawabkan. Seluruh isi telah disaring dan dikaji ulang oleh sebuah tim yang berada di bawah pengawasan Habib Taufik bin Abdulkadir Assegaf.

Comments

comments

16 thoughts on “Sejuta Fadhilah Shalawat

  1. Avatar Prabu Minakjinggo says:

    Bagaimana dengan sholawat yang diajarkan oleh para ulama-ulama ahlussunnah wal jamaah spt: sholawat nariyah, sholawat munziyat, sholawat badar dll, yang menurut ulama-ulama di luar ahlussunnah waljamaah itu adalah bentuk bid’ah dan mengkultus individukan Nabi, dan Nabi tidak pernah mengajarkan bentuk sholawat tsb ? mohon penjelasannya.

  2. Avatar adi says:

    selama ini saya hanya menyimak, tidak berani ikut karena kapasitas ilmu yang sangat dangkal.

    maaf habib bukan maksud lancang, tapi saya menunggu juga jawaban habib tentang pertanyaan “Prabu Minakjinggo” tertanggal 7 February 2011 di atas. Sekali lagi maaf, karena kami juga baru belajar habib…, dan kapok tidak mau lagi terjerumus dengan orang2 yang mengaku paling menjaga sunnah Nabi SAW tapi membenci orang islam lainnya yang tidak sefaham dengan mereka, bahkan sangat mudah menvonis orang kafir atau musyrik. kami pingin belajar yang bener habib. tolong bantu kami, mudah2an habib senantiasa mendapat penjagaan dari Allah SWT sehingga dapat menjadi sebab bagi kami untuk bisa mengerti ajaran islam yang sebenarnya, dan mudah2an kita semua menjadi hamba Allah SWT dan umat Nabi SAW yang istiqomah. Amin.

    kami tunggu ya habib…

  3. Avatar forsan salaf says:

    @ Prabuminakjinggo,
    Makna shalawat secara bahasa adalah do’a, dan itulah yang menjadi hakikat dari shalawatnya umat kepada Rasulullah, yaitu mendoakan agar terus menerus mendapatkan Rahmat Allah yang berarti mendapatkan kedudukan yang tiggi di sisi Allah. Disamping itu, perintah ALlah dalam bershalawat kepada Rasulullah bersifat secara mutlah dalam artian wujudnya shalawat dan bukanlah dengan sighot tertentu. Dengan demikian, dalam bershalawat tidak bergantung pada sighot tertentu, tapi bisa dengan menggunakan macamnya shalawat sebagaimana do’a tidak harus sesuai dengan do’anya Rasulullah SAW.
    Adapun permasalahn pengkultusan yang diharamkan adalah yang berlebihan dengan memberikan sifat ULUHIYYAH (ketuhanan) kepada Rasulullah sebagaimana yang dilakukan oleh Kaum Nashoro kepada Nabi Isa as hingga menjadikannya sebagai sesembahan. Adapun jika memberikan pujian selain menjadikannya sebagai sesembahan atau dengan menggunakan makna MAJAS, maka diperbolehkan.

  4. Avatar pendosa says:

    Assalamu’alaikum forsansalaf

    Saya lihat di Al-qur’an surat al-anfaal ayat 52 & 54 ada kata “aali fir’auna” di terjemahkan menjadi “fir’aun dan pengikut2nya”. Lalu ada lagi di surat Al-a’raaf ayat 141 “aali fir’auna” yg artinya “fir’aun dan kaumnya”.

    Yg saya tanyakan, apakah arti sebenarnya kata “aali muhammad” pada sholawat? apakah bermakna keluarga beliau saja atau termasuk seluruh pengikut dan penolong beliau yg beriman?

    Lalu yg dimaksud keluarga apakah hanya keluarga nasab beliau?

    Kalau benar kata “aali muhammad” adalah pengikut dan penolong beliau berarti para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman jg termasuk?

    Mohon penjelasannya,

    Jazakallahu khoiron katsir

  5. Avatar forsan salaf says:

    @ pendosa, wa’alaikum salam Wr. wb.
    Dalam pengertian ” AALI MUHAMMAD ” seperti dalam shalawat terdapat dua pengertian yaitu :
    1. MAQOM ZAKAT (keluarga Nabi yang diharamkan untuk menerima zakat) yaitu semua Bani Hasyim dan Bani Muttholib.
    2. MAQOM DO’A (yang tercakup dalam setiap do’a kepada keluarga Nabi seperti dalam shalawat dan lainnya) yaitu mencakup pada semua orang-orang mukmin yang bertakwa, tidak hanya pada keluarga beliau, sahabat tapi kepada semua umatnya yang mukmin.

  6. Avatar pendosa says:

    Alhamdulillah, Syukron atas jawabannya :)

    Berarti sholawat yg terdapat di tahiyat awal & akhir sudah “komplit” karena sudah tercakup do’a utk seluruh umat Rasulullah SAW.

    Tapi yg membuat saya penasaran, tdk sedikit sholawat susunan ulama yg ditambah dgn “wa shahbihi” atau “wa ashabihi” bukankah kata “aali muhammad” jg sudah mencakup do’a utk para sahabat? apa mungkin ada alasan yg lain?

    Jazakallahu khoiron katsir,

  7. Avatar forsan salaf says:

    @ Pendosa, Dalam penyebutan kembali kalimat “SHAHBIHI” atau ” ASHABIHI” bisa karena :
    1. Dalam ilmu bahasa Arab dinamakan dengan :” DZIKRUL KHOS BA’DAL ‘AAM” atau menyebutkan kembali secara khusus setelah penyebutan secara umum, dimana ketika kita artikan “AALI MUHAMMAD” adalah semua orang mukmin yang berarti telah mencakup pada para sahabat, maka disebutkan kembali secara khusus untuk menunjukkan keutamaan mereka.

    2. Penyebutan itu dilakukan karena mengartikan ” AALI MUHAMMAD ” hanya berlaku pada Bani Hasyim dan Bani Muttholib. Oleh karena itu disebutkan kalimat ” ASHABIHI ” , ” AT-TABI’IN ” dan bahkan semua muslimin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>