“Penganten Qurban”
Oleh : Imam Abdullah El-Rashied
Mahasiswa Fakultas Ilmu Syariah, Imam Shafie College Hadramaut – Yaman.
Terkisah seorang Mahasiswa Fakultas Material Technic di Institute Technology Bandung baru saja menyelesaikan study S1-nya dengan nilai yang sangat membanggakan. Kini tiba baginya untuk mencari pendamping hidup untuk melengkapi jalan dunia baru yang akan ia tempuh. Sebab, setelah menamatkan pendidikan S1 di ITB ia mendapatkan Beasiswa untuk melanjutkan Pendidikan S2 dengan jurusan yang sama di Pohang University Of Science And Technology (POSTECH), Korea Selatan. Di mana dalam usia yang cukup matang ini, di tengah rusaknya zaman, ia ingin mempunyai pendamping hidup yang menenangkan sanubarinya dari rusaknya moral dan perubahan zaman di masa sekarang, khususnya di Negri Ginseng.
Syarifuddin, begitulah orang tuanya memberikan nama sejak hari ke tujuh dari kelahirannya di Cigugur – Kuningan, Jabar. Di sebuah perkampungan dekat dengan Pos Pendakian Pertama Gunung Ciremai. Di mana dahulu hari-hari libur sering ia habiskan di sebuah Air Terjun Palutungan yang membuat tenang semua hati yang menikmati setiap percikan air sejuknya, dengan pepohonan besar nan rindang memagari alamnya. Kabut-kabut putih yang meleleh oleh terik mentari di pagi hari, menyingkap indahnya pemandangan di kaki gunung bila dilihat dari puncak Gunung Ciremai. Sebuah ketenangan jasmani dan rohani.
Ketika ia menginjak usia 15 tahun, bersama ayah dan ibunya ia hijrah ke Kota Cirebon karena tugas sang Ayah sebagai Dokter Spesialis Penyakit Dalam dipindah-tugaskan di RS. Pelabuhan Kota Cirebon. Karena jarak yang cukup jauh dari Cigugur ke Cirebon Kota yaitu sekitar 2,5 jam, di mana harus menempuh jalan perbukitan yang sangat jauh.
Pas di usia 15 tahun ia baru saja menyelesaikan jenjang pembelajarannya di SMPN 1 Cigugur, Kuningan. Kini bersama pindahnya Syarifuddin ke Cirebon, ia juga pindah ke Sekolah Baru untuk memasuki jenjang Pendidikan SMA. Syarifuddin menjatuhkan pilihannya pada MAN 2 Kota Cirebon yang lebih dekat dengan rumahnya yang berlokasi di kawasan Jl. Pemuda Kota Cirebon.
Syarif, begitu teman-temannya memanggil remaja berkulit putih dan mengenakan kaca mata ini. Selain sering meraih rangking nomer satu di kelasnya ia juga sempat meraih juara satu Olimpiade Kimia tingkat DMA sekota Cirebon. Di sisi lain Syarif adalah sosok yang aktif menulis dan berpuisi, beberapa karya penanya sering muncul di Mading Sekolah bahkan tak jarang tulisannya dimuat di Koran Cirebon. Selain memiliki skil Multi Talenta, Syarif mempunyai paras wajah yang tampan, sehingga banyak siswi yang berkirim surat cinta dan kekaguman padanya.
Walaupun banyak surat cinta yang ia terima, kendati demikian tak satupun surat itu ia jawab, hanya sekedar ia lipat kemudian disimpan di lemari belajarnya sebagai kenang-kenangan kelak bahwa betapa banyak wanita yang mengharapkan cintanya. Sebenarnya Syarif menolak bukan karena tidak tertarik kepada salah seorang di antara mereka, hanya saja karena berpegang teguh akan ajaran Agamanya lah yang membuatnya enggan untuk melakukan praktek pacaran sebelum menikah.
Latar kehidupan keluarga Syarif adalah keluarga yang Agamis, walaupun ayahnya adalah seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam, akan tetapi ayahnya menghafal Al-Qur’an, begitu pula ibunya yang dulunya sempat mengenyam pendidikan cukup lama di pesantren. Walaupun Syarif belum pernah menginjakkan kaki di Pesantren, akan tetapi pendidikan sejak dini dari dalam rumahnya sangat mempengaruhi perkembangan Rohani dan Keagamaan Syarif, kendati demikian setiap harinya sejak usia SD hingga SMP, Syarif selalu menghabiskan waktu menjelang Magjrib hingga Isya’ di Musholla dekat rumahnya di Cigugur untuk mendalami Ilmu Agama. Itulah sebabnya mengapa Syarif mempunyai pendirian teguh dalam beragama.
Bersambung di Pages 2
Artikel Bermanfaat Lainya
Pages: