Kenduri, Maulid, dan Tahlil Tradisi SYIAH atau NU???.
Studi ilmiah menyikapi opini bahwa “NU adalah Syiah kultural”
*Moh Nasirul Haq: Santri Rubat Syafi’ie Mukalla Yaman.
Penyebaran Islam di Nusantara merupakan hasil perjuangan para wali songo yang nampak memberikan perubahan besar bagi kepercayaan beragama nusantara, meskipun kita tidak mengabaikan juga ada para da’i yang menyebarkan Islam sebelumnya di Nusantara. Selanjutnya, pola ini dilanjutkan oleh pesantren sebab secara geneologi keilmuan, pesantren memiliki kemiripan dengan keislaman model wali sango, yang konon berhaluan Ahl Sunnah wal Jama’ah. Bukan hanya itu, dalam konteks nasab banyak ditemukan tokoh-tokoh pesantren juga bersambung dengan nasab para wali.
Oleh karena itu 9 orang ini adalah rumus besar Ahlussunnah wal jama’ah Sufiyah, yang mana Walisongo merupakan Da’I penyebar Islam yang menggunakan pemikiran Madzahibul Arba’ah dalam Fiqhnya. Dan memiliki ideology sebagaimana yang dianut Abal Hasan Al Ash’ary serta Abu Mansur Al Maturidi. Sementara dalam kesehariannya mengamalkan Amaliyah Tasawwuf. Sehingga beliau digolongkan dalam Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Meskipun Islam di Nusantara hakikatnya adalah Islam Transnasional, karena memang Islam tidak lahir di Indonesia. Akan tetapi telah mengalami akulturasi budaya dengan kearifan local.
Sementara Syiah berbeda sama sekali dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Sebab Syiah menggunakan Madzhab Zaidiyah, Imamiyah, Jakfariyah, Ibadliyah. Dan dalam ideology dan amaliyah keseharianya mereka menganut faham Syiah. Sehingga mereka tidak digolongkan dalam Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagaimana fakta sejarah sepanjang masa.
Ketika kita ditanya “Apakah anda Ahlussunnah Wal Jama’ah (NU sekarang) atau anda Syiah??”,Maka disaat itu anda harus menentukan jawaban salah satu dari keduanya. Sebab keduanya berbeda dalam segi Ideology dan Pemikiran. Belum lagi kalau kita merujuk pada asal usul mengapa Syiah muncul?, dan apa motifnya?, apakah Syiah muncul sebagai sekte atau sebagai pembaharu? maka Ulama sudah banyak menjelaskan perbedaan besar dalam diskursus ini.
- Kenduri, Maulid, dan Tahlil Tradisi SYIAH atau NU???.
Pertama kita perlu tahu dahulu bahwa kenduri itu dalam kata lainnya adalah perayaan atau acara saat ada hajat. Baik itu orang meninggal ataupun hajat lainnya.
Dalam hal ini banyak orang berbeda pandangan perihal asal usul kenduri. Oleh karenanya, kita akan membahas dalam rangka memperkaya pengetahuan ilmiah sebagaimana tugas kami sebagai seorang santri melakukan kajian ilmiah, dalam rangka kritik membangun.
Belakangan ini muncul statement di media social bahwa “NU ini sebenarnya Syiah kultural”, dari sini bisa kita pahami sementara bahwa orang yang berkata demikian menganggap amaliah NU meniru Amaliyah Syiah.
Setelah kami teliti cukup lama statement ini berasal dari sebuah argumentasi Seorang sejarawan bernama Agus Sunyoto, yang baru saja meluncurkan buku terbarunya Atlas Walisongo sekaligus penulis buku Syeikh Siti Jenaryang berpendapat bahwa Tradisi tahlil sebenarnya merupakan tradisi Syiah yang kemudian dibawa oleh para trasmigran yang menyebarkan Islam di Indonesia.
Mencermati fakta itu, maka bapak Agus Sunyoto berkeyakinan bahwa tradisi kenduri atau dalam bahasa popular selametan dan tahlilan termasuk haul adalah tradisi khas Champa yang jelas-jelas terpengaruh faham Syi’ah([1]).
Istilah kenduri itu sendiri jelas-jelas menunjuk kepada pengaruh Syi’ah karena diadopsi dari bahasa Persia yakni “kanduri” yang berarti upacara makan-makan memperingati Fatimah Az-Zahro, putri Nabi Muhammad, SAW([2]).
Nampaknya beliau sangat mengunggulkan dan mentarjih teori para sejarawan yang disebut “Teori Persia”. Sebab Sejarawan yang memakai pendekatan teori Persia akan memunculkan pendapat Syiah Champa dan yang kelak beropini tradisi Persialah yang dominan sebagai sumber tradisi Tahlil di Nusantara, penyebarnya adalah transmigran Champa. Padahal syarat seseorang bisa mentarjih atau mengunggulkan satu pendapat dengan pendapat lain harus memiliki kapasitas baik secara pengetahuan Empiris sejarah maupun juga Syariah.
Semestinya kalau yang dimaksud adalah Syiah dari Persia maka hampir dipastikan beraliran Syiah Imamiyah, sebab mayoritas Syiah di Persia (Iran) adalah Syiah Imamiyah (Ismailiyyah, Itsna Atsariyah). padahal kata penulis di Champa Syiah-nya Zaidiyah. Sementara jika menganggap Syiah Zaidiyah berada di Yaman, Najed, dan Irak maka kita perlu membagi lagi antara Jarudiyah, sulaimaniyah, dan badriyah karena ketiganya memiliki konsep berbeda dalam pengkafiran sahabat. Adapun Syiah Kaisaniyah dan Ghulat kita tidak membahas sebab keuanya telah punah.
dan kita harus ingat Imam mereka Hadi Yahya Bin Husain (Zaidiyah Yaman) sangat sentiment dengan Ahlussunnah, ia berkata : “Mereka memiliki (Ahlussunnah wal jama’ah) dua kitab yang dinamakan Shohihain (bukhari-muslim), demi usiaku! Sesungguhnya keduanya sangat jauh dari kebenaran([3]).” dengan kata lain mereka sendiri mengatakan Syiah Zaidiyah bukan termasuk Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Dan dalam gubahan syair Syiah Zaidiyah mengatakan:
Jika engkau ingin memilihkan bagimu suatu jalan, yang menyelamatkanmu dihari digiring dari api yang berkobar…
Maka tinggalkanlah pendapat Imam Syafi’ie, Malik, Ahmad bin Hambal. dan apa yang diriwayatkan dari ka’bil akhbar,
Ambillah dari orang orang pendapat dan riwayat mereka, yang mana kakek mereka meriwayatkan dari jibril dan jibril dari tuhan([4])…
Jadi jelas berbeda antarafaham Syiah dan Ahlussunnah. Syiah Zaidiyah sendiri sebagaimana perpecahannya sering mengkafirkan dan memfasiqkan satu dan lainnya sesamaZaidiyah dalam hal Furuiyah.Sementara NU sebagaimana yang dikatakan syaikhona KH Hasyim Ash’ary jelas menganut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagaimana kaedah dan prinsip yang dijalankan di Indonesia ([5]).
Oleh karenanya pendapat bahwa tradisi kita terkontaminasi tradisi syiah tidak bisa kita telan mentah mentah. Sebab Pertamasaya melihat rujukan yang beliau pakai dalam buku atlas Walisongo adalah berasal dari buku”S.Q Fatimy dalam bukunya Islam comes to Malaysia” yang tidak jelas siapa dia dan latar belakang pemikirannya. Dan mengapa justru yang diunggulkan rujukan dari S.Q fatimy yang mengacu pada Teory Persia, padahal teori itu dilemahkan oleh seorang pakar sejarahdengan argument bahwa tidak harus semua yang menggunakan konsonan dan tata baca Persia jelas-jelas bermadzhab Syiah([6]).
Yang keduadalam banyak buku dan artikle yang ditulis hampir kesemuanya mentarjih Teori Persia. Kami melihat penulis sangat dominan mengkaji dari segi buku-buku sejarah dan terjemahan,semestinya juga perlu bertabayyun apakah dalam Fiqh Madzahibul Arba’ah juga diterangkan perihal hal ini??, dan apakah Ulama sufi tidak melaksanakan tradisi ini??.
Yang ketigakami melihat ada kontradiksi dalam bukunya, jika misalnya ada sebuah pernyataan: “Walisongo merupakan Ulama Sufi bermadzhab Syafi’i yang jelas jelas terpengaruh Syiah.” Padahal sudah pasti seorangSufi bukanlah Syiah dan Syiah bukanlah Sufi. Selain itu Semestinya kalau Walisongo terpengaruh Syiah maka Madzhab yang diusung juga Madzhab Zaidiyah, Jakfariyah atau Imammiyah atau cabangannya.
Yang kelima saya saksikan di Tarim Yaman tepatnya dimakam Zambal. Justru hampir semua makam nisannya ditulis seperti gaya tulisan makam Maulana Malik Ibrohim Gresik. Meskipun tidak seindah yang ada di Indonesia.
Yang keenam dalam pernyataanAtlas Walisongo sendiri terjadi kontradiksi besar, yang mana di awal awal penulis mengatakan bahwa para penyebar Islam jelas-jelas terpengaruh faham Syiah Zaidiyah (tasyayyu’), namun di akhir-akhir penulis mengatakan bahwa ajaran walisongo yang disebarkan adalah ajaran tasawwuf, Padahal Sufi (pengamal tasawwuf) berbeda sama sekali dengan ideologi Syiah. Imam besar tasawwuf Hujjatul Islam Al Imam Ghozali saja tidak setuju dengan Syiah,dan mengarang kitab “Fadloihul Batiniyah” untuk menjelaskan betapa berbedanya Sufi dan Syiah.
Yang keenam penulis memukul rata segala bentuk tradisi amaliyah Nahdliyah kaum Sufi, sebagai Tradisi Champa yang menurutnya jelas-jelas terpengaruh Syiah Zaidiyah. Seperti Kenduri, Haul, Talqin, Rebo Wekasan, 1 Dan 10 Syuro, Maulid Nabi, dan Wiridan([7]). Secara tidak langsung penulis menganggap Kanjeng Sunan dan rombongannya adalah Tokoh Sufi yang jelas jelas terpengruh Syiah Zaidiyah.
Secara keseluruhan kami sangat bangga dan setuju dengan buku karya bapak agus, namun dalam satu perspektif yang satu ini kami tegas menolak. Sebabdengan adanya statemen dan argumentasi yang dikemukakan bapak agus sunyoto dalam beberapa buku dan artiklenya di media, bisa jadi justru menanamkan Doktrinisasi “Syiahisme” dan menjerumuskan kaum NU dalam dogmabahwa: “NU itu SYIAH kultural.”
Dan kami amati di media social, pak agus nampaknya memang salah satu orang yang memplopori asumsi bahwa NU adalah syiah kultural, bahkan penulis juga pernah menulis di media massa Jawa Pos bahwa “NU itu hakikatnya adalah Syiah kultural.” Dengan argumentasi yang dipaparkan bahwa kita tidak bisa membenci Madzhab Jakfariyah sebab Imam Abu Hanifah adalah murid dari imam-imam Syiah.
Kata kata NU adalah Syiah kultural seakan-akan lupa bahwa NU itu Ahlussunnah, dan Ahlussunnah sendiri jelas memiliki amaliyah yang merujuk pada Al Quran dan Hadits, Ijma’ dan Qiyas, bukan kok meniru atau terpengaruh Syiah.Kalau dalih yang dipakai untuk menanamkan Toleransi maka seharusnya Toleransi itu memiliki batasan (Dlowabith) yang tidak boleh sembarangan apalagi hingga mengorbankan sebuah ideologi.
Kita jangan lupa ideology NU kita, bahwa pendiri NUtegas berpesan dalam kitabnya:
وليس مذهب في هذه الأزمنة المتأخرة بهذه الصفة الا المذاهب الأربعة, اللهم الا مذهب الإمامية والزيدية وهم أهل البدع والضلال,
لا يجوز الإعتماد على أقاولهم
“Bukanlah madzhab yang ada pada masa sekarang ini dengan sifat demikian itu kecuali madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’ie, Hambali),selain dari pada itu Seperti Syiah Imamiyah dan Zaidiyahmereka adalah ahli bid’ah dan sesat yang tidak boleh berpijak pada pendapat mereka([8]).”
Jadi jelas sekali opini NU adalah syiah kultural sangat bertentangan dengan konsep pendiri NU itu sendiri.
- Penelitian kami.
Setelah cukup lama kami mengumpulkan beberapa referensi, ternyata Ulama tidak diam dalam diskursus ini, mereka secara eksplisit menjelaskan bahwa Tradisi Tahlil dan Kenduri itu amaliyah Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Sufiyah (pengikut ajaran tasawwuf). Dan perlu digaris bawahi Ulama Sufi tidak berideologi Syiah, atau sebaliknya ideology Sufi bukan ideology Wahabi.
Terbukti kami temukan Ulama Sufi besar sekelas Imam Suyuthi berkata:”Tradisi sunnah memberi makan (kenduri) merupakan amaliyah para ulama di makkah dan madinah sejak dahulu, tidak pernah ditinggal tradisi ini sejak masa sahabat hingga hari ini. Dan dijelaskan banyak sekali dalam kitab sejarah bahwa para Imam melaksanakan kenduri 7 hari selama tujuh hari dan membaca quran, dan dalam kitab “tabyin kidzb muftaro” dijelaskan bahwa saat Imam Syeikh Nashr Bin Ibrohim Al Maqdisi wafat para ulama melaksanakan kenduri selama 7 hari.” Berikut teksnya:
“أن سنة الاطعام سبعةأيام بلغني أنها مستمرة إلى الان بمكة والمدينة فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة إلى الان وانهم أخذوها خلفا عن سلف إلى الصدر الأول, في التواريخ كثيرا في تراجم الأئمة يقولون وأقام الناس على قبره سبعة أيام يقرؤون القرآن. واخرج الحافظ الكبير أبو القاسم بن عساكر فيكتابه المسمى تبيين كذب المفتري فيما نسب ٍإلى الإمام أبي الحسن الأشعري سمعت الشيخ الفقيه أبا الفتح نصر الله بن محمد بن عبد القوي المصيصي يقول توفي الشيخ نصر بن إبراهيم المقدسي في يوم الثلاثاء التاسع من المحرم سنة تسعين و أربعمائة بدمشق وأقمنا على قبره سبع ليال نقرأ كل ليلة عشرين ختمة. “([9]).
Seorang Doctor terbaik dengan predikat come laude lulusan Universitas Umm Durman Sudan DR. Fuadz bin Syekh Abu Bakar bin Salim mengatakan dalam Desertasinya yang berjudul “Tradisi kematian dan pernikahan di Hadramaut” bahwaOrang Hadromaut (Yaman) juga melakukan kenduri meskipun dengan istilah yang berbeda yaitu disebut “Tausi’ah”, dan “Farsh”.yang esensinya sama seperti kenduri. berikut teks nya:
وذكر د. فؤاد بن شيخ أبوا بكر :
وأما التوسعة فهي اجتماع الرجال ثلاث ليال يبدأ من الليلة التي حصلت فيها الوفاة حيث يجتمعون من بعد صلاة المغرب الى العشاء في المسجد لقراءة القرآن والأذكار الجماعية وتنتهي بالختم في يوم الثالث , ومثلها ما يسمى بالفرش إلا أنه يكون في بيت الميت ويكون خاص بالنساء بينما التوسعة للرجال([10]).
Dikatakan juga oleh seorang Mufti dari kota Zabid Yaman, Syeikh Muhammad Bin Ahmad Abdul Bari Al Ahdal, bahwa Tradisi orang yaman selatan saat ditemui orang meninggal juga melaksanakan Tahlilan, yang mana mereka membaca tahlil 70.000 kali dihadiahkan untuk si mayyit, dan ini menjadi tradisi orang gunung. Berikut teksnya:
وذكر ايضا في فتاويه للشيخ أبو الفيض محمد بن أحمد بن عبد الباري الأهدل أن تهليلا يوجد في بلاد يمن: ويجمعبعضهمجماعةيسبحونألفتسبيحةويهللونألفتهليلةويهديثوابهالبعضالأموات.
وقد استفيد من كلامه , ومما سبق أيضا أنه يصل الى الميت نفع الذكر كالقرآن فيجوز حينئذ الاستئجار للتهليل على الميت كما جرت به عادة أهل الجبال وغيرهم([11]).
Dan seorang Ulama Indonesia sendiri yang lama hidup di Arab,Syeikh Muhammad Nur Albukir menyatakan bahwa: “Memberi makan 7 hari (kenduri) telah sampai kepadaku dan aku temukan terus dilaksanakan hingga hari ini di Makkah dan Madinah dari tahun 1947 M hingga aku pulang ke indonesia 1958 M, yang jelas tradisi ini tidak ditinggalkan sejak zaman sahabat hingga hari ini yang mana mereka mengadopsi dari para leluhur hingga generasi pertama.“
وذكر أيضا الشيخ محمد نور البوكر:
أن سنة الإطعام سبعة أيام بلغني و رأيته أنها مستمرة إلى الأن بمكة والمدينة من السنة 1947م إلى ان رجعت إلى إندونيسيا في السنة 1958 م. فالظاهر انها لم تترك من الصحابة إلى الأن وأنهم أخذوها خلفاً عن سلف إلى الصدر الأول اهـ. وهذا نقلناها من قول السيوطي بتصرفٍ. وقال الإمام الحافظ السيوطي: وشرع الإطعام لأنه قد يكون له ذنب يحتاج ما يكفرها من صدقةٍ ونحوها فكان في الصدقةِ معونةٌ لهُ على تخفيف الذنوب ليخفف عنه هول السؤال وصعوبة خطاب الملكين وإغلاظهما وانتهارهما([12]).
Dan Syeikh Muhammad bin Ali bin Husain Al maliki Al Makki juga berkata dalam kitab fatwanya perihal Tradisi Kenduri di Jawa:
اعلم أن الجاويين غالبا إذا مات أحدهم جاءوا الى أهله بنحو أرز نيئا, ثم طبخوه بعد التمليك وقدموه لأهله وللحاضرين, عملا بحبر ((اصنعوا لآل جعفر طعاما)) وطمعا في ثواب ما في السؤال بل ورجاء ثواب الإطعام للميت, على أن العلامة الشرقاوي قال في شرح تجريد البخاري ما نصه؛ والصحيح أن السؤال : سؤال القبر مرة واحدة. وقيل يفتن المؤمن سبعا والكافر أربعين صباحا . ومن ثم كانوا يستحبون أن يطعم عن المؤمن سبعة أيام من دفنه اهـ. بحروفه ([13]).
Tidak hanya itu bahkan dalamFiqh Empat Madzhabsendiri kita mengetahui bahwa perayaan Walimah sejenis Kenduridlsb,jelas-jelas sudah ada keterangannya di kitab-kitab Fiqh dan bukan hal asing lagi. bagi yang mempelajari Fiqh kita akan menemukan dalam bab Nikah bahwa Walimah itu ada 11 sebelas, walimah itu sendiri bermakna nama bagi setiap undangan makan yang diselenggarakan saat acara senang maupun sedih.
Diantara jenis walimahadalah kenduri, dan disebut dengan “Wadlimah” atau Walimah disaat suasana sedih dan berkabung.
ولكن هناك وليمة يسمى “وضيمة” لحادث حزن. وفصّل العلماء أن الأطعمةالتييدعىالناسإليهاإحدىعشرةوليمةً وهي: 1. ما يقال لدعوةالختان“إعذار”, 2. ولدعوةالولادة“عقيقة”, 3.ولسلامةالمرأةمنالطلق“خرس”, 4.وقيل“الخرس”لطعامالولادة, 5.ولقدومالمسافر“نقيعة”, 6.ولإحداثالبناء“وكيرة”, 8.ولمايتخذللمصيبة“وضيمة”, 9.ولمايتخذبلاسبب“مأدبة”([14]), 10.وليمة العرش لدعوة النكاح, 11. وزاد الحنابلة “مشندخ”المأكولمنختمةالقارئ ([15]). ونظمها بعضهم :
وليمةعرسثمخرسولادة … وعقلسبعوالختانلإعذار
ومأدبةأطلقنقيعةغائب … وضيمةموتوالوكيرةللدار
وزيدتلإملاكالمزوجشندخ … ومشداخالمأكولفيختمةالقارئ ([16]).
Oleh karenanya Para Mufti-MuftiMadzhab Maliki Mekkah mengungkapkan istilah kenduri dengan judul “Walimatul Mayyit” pada kitab fatwanya, seperti fatwa Al Allamah Al Muhaddits Sayyid Alwi Al Maliki dan Al Allamah Syeikh Ismail Utsman Zein Al Yamani Al Makki:
فلذلك عبّر بعض المفتي ملكية عن الاجتماع في مناسبة وفاة بـكلمة “وليمة الميت” ورفع الإشكال عنها([17]).
Menurut kami, jika berbicara soal kenduri dan tahlil harusnya tidak hanya memandang dari fakta sejarah dari buku sejarawan Non-Agama saja, akan tetapi harus juga lebih mendalam dari berbagai perspektif lainnya. Sebab suatu tradisi yang ada asensinya, tidak harus memiliki nama yang sama. Lagipula teori Persia yang diutarakan bapak agus sunyoto juga telah di tolak oleh Alm. KH. Abdullah Nuh Bogor dan pakar sejarah Agus Suryanegara bahwa teori ini lemah([18]).
Haul sendiri merupakan Tradisi para Ulama sufi Yaman, Makkah, Madinah, Mesir, Maroko, Sudan, Turki, Syiria, Palestina, dan banyak Negara lainnya. Apakah mereka semua terpengaruh Syiah???, atau mereka Syiah kultural???. Kalau berbicara dalil tentu sangat banyak diantaranya dari kitab hilyatul awliya: ” ketika dikeang kisah kisah orang sholeh maka rahmat Allah akan turun([19]).
Kalau kita buka fakta sejarah manapun, tidak ada satupun Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Sufiyah yang terpengaruh atau bermadzhab Syiah, Karena keduanya berbeda sama sekali. Kemudian jika dikatakan “Jelas Jelas Terpengaruh“, maka itupun tidak mesti orang yang hidup di Persia bermadzhab Syiah.buktinya kita tahu Abu Yazid Al Busthomi pembesar Sufi justru berada disana, dan Syeh Syahrowadi seorang Ulama Sufi terkenal pengarang kitab ‘Awariful Ma’arifjuga wafat disana.Inilah yang disebut “Luzumu Ma La Yalzam“ (bukan sebuah keharusan).
Untuk masalah Maulid yang dianggap tradisi Syiah adalah anggapan salah alamat, karena ahlussunnah sendiri memiliki istinbath bahwa, Esensi Maulid merupakan hasil pemikiran dari Hadits Nabi,yang mana Nabi ditanya perihal puasa dihari senin beliau menjawab ذَاكَيَوْمٌوُلِدْتُفِيهِوَأُنْزِلَعَلَيَّفِيهِالنُّبُوَّةُ”Di hari itu aku dilahirkan“([20]). Habib Umar bin Hafidz berkata:”inilah tendensi bolehnya perayaan Maulid.”
Belum lagi bahwaAbu Lahab yang setiap hari senin diringankan siksanya karena senang memperingati perayaan Maulid NabiImam Al Hafidz Syamsyuddin Muhammad Nasiruddin Addimsyiqi bersenandung:
اذاكانهذاكافراجاءذمه ¤ وتبتيداهفيالجحيممخلدا
اتىانهفييومالاثنيندائما ¤ يخففعنهللسروربأحمد
فماالظنبالعبدالذيكانعمره ¤ باحمدمسروراوماتموحدا
“Jika orang seperti Abu Lahab saja yang jelas-jelas jahat dan celaka kekal di Neraka, dikisahkan bahwa setiap hari Senin ia selalu diringankan siksanya, sebab ia bergembira dengan lahirnya Nabi Muhammad. apalagi jika yang bergembira seorang muslim yang sepanjang hidupnya bergembira atas lahirnya Nabi Muhammad dan wafat dalam keadaan Islam.”
Ulama Syafiiyah dengan tegas menyatakan bahwa ini amaliah Ahlussunnah bukan Syiah:
قالالسخاويإنعملالمولدحدثبعدالقرونالثلاثةثملازالأهلالإسلاممنسائرالأقطاروالمدنالكباريعملونالمولدويتصدقونفيلياليهبأنواعالصدقاتويعتنونبقراءةمولدهالكريمويظهرعليهممنبركاتهكلفضلعميم .
Imam Sakhowi mengatakan; “Pekerjaan Maulid yang terjadi setelah Abad ketiga, kemudian ummat Islam dari seluruh penjuru dan kota besar merayakan Maulid dan bersedekah dengan berbagai macam sedekah, serta serius membacakan maulid maka nampak pada mereka Berkahnya dalam setiap keutamaan” ([21]).
وقالابنالجوزيمنخواصهأنهأمانفيذلكالعاموبشرىعاجلةبنيلالبغيةوالمراموأولمنأحدثهمنالملوكالملكالمظفرأبوسعيدصاحبأربلوألفلهالحافظابندحيةتأليفاسماهالتنويرفيمولدالبشيرالنذير،فأجازهالملكالمظفربألفديناروصنعالملكالمظفرالمولد
Ibnu Jauzi mengatakan: “Keistimewaan bulan maulid adalah adanya Keamanan pada tahun itu serta kabar gembira yang segera datang dengan mendapatkan keiginan. Adapun Raja pertama yang merayakan Maulid adalah Raja Mudzoffar Abu Said penguasa Arbal“([22]).
Mungkin seandainya kami temukan pernyataan pak agus dalam satu buku saja, maka kami anggap bisa jadi ini hanya salah ketik atau tidak bermaksud demikian. Akan tetapi kenyataannya kami temukan pernyataan pak agus dalam beberapa buku, artikle di media social dan cetak. Sudah bisa dipastikan bahwa pak agus berusaha menanamkan doktin ini pada setiap orang. Belum lagi kami juga meneliti bahwa penulis juga mengajarkannya doktrin ini atas nama NU di LTN NU, kampus NU. Atau jangan jangan kita dituntut untuk mengatakan bahwa NU dan SYIAH sama saja? (wallahu a’lam anhu).
Dari penelitian kami diatas, kami berharap agar kita tidak salah tanggap dengan adanya kata kata “Jelas-jelas terpengaruh Syiah”, karena tradisi Kenduri, Tahlil, Maulid dan Slametan apalagi Haul adalah Tradisi yang sangat NU sesuai dengan Tuntunan Madzahibul Arba’ah dan meniru jejak Salafus Sholeh Ahlussunnah Wal Jama’ah Sufiyah.
Adapun Statement bahwa “NU adalah Syiah kultural” adalah argumentasi yang tertolak dari berbagai ranah intelektual dan sejarah secara ilmiah. Maulid, Kenduri, Tahlil, Haul, Slametan adalah murni tradisi NU tulen, Tidak terpengaruh oleh lainnya.
Tidak semua sesuatu yang pekerjaannya dilakukan Dua kelompok berbeda adalah meniru satu dan lainnya. Seperti ketika seseorang mencintai Ahlul Bait, bukan berarti dia jelas jelas terpengaruh Syiah. begitu juga ketika seseorang mencintai Sahabat Nabi, bukan berarti dia jelas-jelas terpengaruh Wahabi. Akan tetapi jika ada yang mencintai Ahlul bait sekaligus mencintai dan tidak menaruh dendam pada Sahabat Nabi (apalagi dendam hingga 10 Abad lebih), itu hanyalah pengikut Ahlussunnah Wal Jama’ah Sufiyah bukan Syiah dan Wahabi.
“Ma Arodna Illa Al Kheir, Wallahu A’lam Bisshowab.”
(Yaman Maret 2017).
[1]Atlas Walisongo agus sunyoto, trans pustaka, Jakarta, cet ke empat 2014, Hal. 164
[2]Agus Sunyoto. Sunan Ampel Raja Surabaya. Hal.86 Dikutif dari laman berita Antara News com. diakses pada tgl 27 Nopember 2015 jam 18.05
[3]الزيدية, القاضي اسماعيل بن علي اكوع ,ط جيل جديد صنعاء (ص:36)
[4]انظر الرسالة المنقذة من الغاوية في طرق الرواية, لاحمد بن سعد المسوري.
[5]Lihat risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah karya Hadrotussyaikh KH Hasyim Ash’ary (pendiri NU)
[6]Api sejarah , agus suryanegara, salam madani Pt grafindo cet.ke empat 2012 jilid 1 halaman 103
[7]Atlas walisongo, agus sunyoto, trans pustaka, Jakarta, cet ke empat 2014, Hal. 164
[8]Risalah Fi Taakkud Al Akhdi Fi Madzahib Arbaah, Kh Hasyim Ash’aryhal 29
[9]الحاوي للفتاوي (2/234)
[10]الأحكام الشرعية بعض العادة الحضرمية , د. فؤاد بن الشيخ ابوا بكر , بحث تخرج لنيل درجة الدكتورة جامعة أم درمان سودان(414)
[11] افادة الطلاب لأحكام القراءة على الموتى, محمد بن احمد بن عبد الباري الأهدل, (ص: 29-31), العلمالنبراس, الإمامعبداللهبنعلويالعطاس(ص :5)
[12]كشف الأستار مأخوذ من تهليلا مذهب شافعي pdf
[13]رسالة بلوغ الأمنية بفتاوي النوازل العصرية , قال الشيخ محمد بن علي بن حسين المالكي الكي (219)
[14]أسنىالمطالبفيشرحروضالطالب (3/224), زاد اللبيب شرح تقريب, شيخ محمد نب علي بن محمد باعطية مكتبة كلية الأمام الشافعي مكلا يمن (2/12)
[15]كشف القناع باب وليمة دار الكتب (5/165)
[16]الإنصاففيمعرفةالراجحمنالخلافعلىمذهبالإمامأحمدبنحنبل باب الوليمة (8/334)
[17]مجموعة الفتوى للسيد علوي الملكي, ص:120, رسالة رفع الإشكال وإبطال بعض المغالاة في حكم الوليمة من أهل الميت بعد الوفاة, للشيخ إسماعيل عثمان زين اليمني المكي, رقم الإيداع بدار الكتب والوثائق قومية 7410/92
[18]Lihat api sejarah jilid 1 hal 103
[19]hilyatul awliya juz 7 hal 285.
[20]إتحافالخيرةالمهرة – (3 / 77)
[21]حاشيةإعانةالطالبين – (3 / 414),
[22]حواشيالشرواني – (7 / 423)الحاويللفتاويـللسيوطى – (1 / 182)