Kisah Abdullah Bin Abdul Muthallib

SEKILAS TENTANG ABDULLAH BIN ABDUL MUTHALIB

Kiranya kurang afdhal apabila pada moment peringatan Maulid Nabi seperti ini kita sebagai umat Islam tidak tahu atau bahkan tidak kenal dengan sosok Abdullah bin Abdul Muthalib ayahanda Nabi kita Muhammad SAW. Karena dari benihnyalah lahir seorang manusia paling mulia dalam sejarah umat manusia.

Beliau adalah Abdullah bin ‘Abdul Muthalib (Shaiba) bin Hashim (Amr) bin Abdul Manaf (Al-Mughira) bin Qushay (Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka`ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fahr (Quraisy) bin Malik bin An-Nadr (Qais) bin Kinana bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma `ad bin Adnan

Abdullah bin Abdul Muthalib lahir di kota mekkah dan menikah dengan Aminah binti Wahab. Para ahli sejarah berselisih dalam menetapkan umur Abdullah bin Abdul Muthalib saat menikahi Aminah binti Wahab. Sebagian menyebut angka 18 tahun, dan lainnya mengatakan lebih dari itu. Dan sangat disayangkan karena hanya sedikit sekali perjalanan hidupnya yang terekam sejarah.  Abdullah tidak memiliki anak lelaki atau perempuan selain nabi kita Muhammad SAW. dan Abdullah meninggal di madinah karena sakit, pada usia dua puluh lima tahun.

Meski meninggal dalam usia muda, Abdullah bin Abdul Muthalib adalah tokoh penting dalam agama Islam dan termasuk benang merah dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. karena dari rahim istrinya, Aminah, Nabi Besar Muhammad SAW lahir. Dan di atas pundak Rasulullah Muhammad SAW, risalah Islam dibebankan untuk disampaikan ke penjuru dunia.

Abdullah adalah seorang yang paling bagus rupa dan akhlaqnya di antara suku Quraisy, dari wajahnya terpancar cahaya Nabi yang sedap di pandang di antara suku Quraisy lainnya. Memang tidak ada seorang pun yang mampu melukis sosok Abdullah bin Abdul Muthalib secara detail. Namun mengikuti perkataan Nabi SAW bahwa saat seseorang semakin bertambah umurnya, dia akan semakin menyerupai bapaknya. Maka cukuplah meraba sosok Abdullah bin Abdul Muthalib dari sifat-sifat yang ada pada diri anaknya, Habibuna Muhammad SAW.

Satu hal yang pasti dalam sejarah ini, yaitu Abdullah bin Abdul Muthalib menikahi Aminah setelah lolos dari undian yang menentukan dia sebagai sembelihan bapaknya; satu-satunya peristiwa dramatik dari Abdullah bin Abdul Muthalib yang dikenang sejarah.dan ahli sejarah menyebutkan bahwa dalam pristiwa itu Abdullah bin Abdul Muthalib berusia 18 tahun.

Dalam Mustadrak-nya, Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits yang mengisahkan Rasul pernah dipanggil dengan “Ibnu Adz-Dzabihaini” oleh sahabat Ibnu ‘Arabi. Beliau hanya tersenyum tanpa sedikitpun menyangkalnya.

Sahabat lain pun bertanya: “Siapa Dzabihaini itu ya Rasulullah?” “Mereka berdua Ismail dan Abdullah”, Jawab Rasul.

Maka sejarah Abdullah bin Abdul Muthalib bergulir dari sini. Saat itu pembesar Quraisy menentang keras hasrat Abdul Muthalib menggali sumur Zamzam, di karenakan letaknya yang berada di antara dua berhala, Ash dan Nailah. Selain itu, mereka juga mengetahui Abdul Muthalib tidak mempunyai apa dan siapa, kecuali seorang anak laki-laki yaitu Al-Harits.

Abdul Muthalib pun beranjak pergi dalam galau yang mendalam. Lalu berdiri di hadapan Ka’bah dan bernadzar kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Sa’ad yang sanadnya marfu’ sampai Abdullah bin Abbas (ra), menuturkan:

Ketika Abdul Muthalib bin Hasyim menyadari bahwa hanya sedikit kemampuan yang dia miliki untuk menggali Zamzam, dia pun bernadzar, “Jika aku dikaruniai sepuluh anak laki-laki, dan setelah mereka dewasa mampu melindungiku saat aku menggali Zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka’bah sebagai bentuk korban”. Seiring perjalanan zaman, anak-anak Abdul Muthalib pun menjadi besar dan telah genap sepuluh orang. Abdul Muthalib berniat merealisasikan rencananya menggali Zamzam, sambil bersiap-siap mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaan dari nadzar yang dia ucapkan.

Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil, Abdullah. Ketika nama Abdullah keluar dalam undian, maka orang yang ada di sekitarnya berusaha menolak, mereka mengatakan tidak akan membiarkan Abdullah disembelih. Abdullah saat itu terkenal sebagai seorang yang bersih, tidak pernah menyakiti siapa pun. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan jazirah Arab. Muatan rohaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia seolah taman bunga di tengah gurun sahara yang tandus. Sungguh Abdullah telah menarik simpati masyarakat di sekitarnya.

Oleh karena itu, semua manusia datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata, “Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami sebagai tebusan baginya, daripada ia yang harus disembelih. Tidak ada yang lebih baik dari dia. Pertimbangkanlah kembali masalah ini, dan biarkan kami bertanya kepada Kahin (Peramal-dukun)”.

Abdul Muthalib tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian pembesar Quraisy mendatangi seorang Kahin. “Berapa taruhan yang kalian miliki?” Tanya Kahin. “Sepuluh ekor unta.” Jawab mereka. “Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama Abdullah, jika dalam pengundian yang keluar nama Abdullah lagi maka tambahlah sepuluh ekor unta, begitu seterusnya, hingga tidak keluar lagi nama Abdullah”, Perintah Kahin kepada mereka. Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan sepuluh ekor unta yang besar.

Undian itu pun masih selalu mengeluarkan nama Abdullah, dan Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, hingga saat jumlah unta mencapai seratus ekor maka keluarlah nama unta tersebut. Masyarakat begitu gembira hingga berlinang air mata, demi menyaksikan Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka’bah sebagai ganti Abdullah.

Kedua hadits di atas [hadits pengakuan nabi sebagai ibnu Adz-Dzabihaini dan hadits kisah penyembelihan Abdullah] mengisyaratkan sebuah kongklusi, walau keduanya berbeda dalam status, namun keduanya bersepakat bahwa Abdullah bin Abdul Muthalib adalah Adz-Dzabih sebagaimana Ismail. Maka tanpa melihat status gharibnya hadits “Ana Ibnu Ad-Dzabihaini”, Nabi Muhammad saw tetaplah ibnu Dzabihaini.

》WAFATNYA AYAHANDA RASULULLAH SAW

Rancangan jahat orang Yahudi membunuh Rasulullah SAW telah direncanakan sejak sebelum Rasulullah lahir. Usaha itu dilakukan bahkan ketika beliau masih berada dalam sulbi ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib dan saat berada dalam perut ibunya, Aminah. Setelah beliau lahir, usaha membunuh Beliau semakin menjadi-jadi.

Para dukun dan Rabi Yahudi berusaha keras membunuh Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Nabi Muhammad SAW. Salah satu tokoh mereka mengatakan:

“Siapkan makanan yang telah diberi racun yang sangat mematikan dan kemudian makanan itu berikan kepada Abdul Muthalib.”

Orang-orang Yahudi melakukan hal itu lewat para perempuan yang menutup wajahnya dengan kain. Setelah makanan tersebut selesai dibuat, mereka membawanya kepada Abdul Muthalib. Ketika sampai di rumah Abdul Muthalib, isterinya keluar dan menyambut mereka. Mereka berkata:

“Kami masih keturunan Abdi Manaf dan itu berarti masih famili jauh kalian.”

Mereka lantas memberikan makanan tersebut sebagai hadiah. Setelah mereka pergi, Abdul Muthalib berkata kepada keluarganya:

“Kemarilah keluargaku, kita menyantap bersama apa yang dibawakan oleh famili jauh kita.”

Namun, saat mereka hendak memakan hidangan yang dibawa itu, terdengar suara dari makanan tersebut:

“Kalian jangan memakan aku, karena aku telah diracuni oleh mereka.”

Keluarga Abdul Muthalib tidak jadi makan dan kemudian berusaha mencari tahu siapa para perempuan yang menghadiahi mereka hidangan itu. Namun selidik punya selidik mereka tidak berhasil mengetahui identitas mereka. Ini adalah salah satu tanda-tanda kenabian Rasulullah SAW sebelum lahir.

Tidak berhasil, kembali sekelompok Rahib Yahudi dengan memakai pakaian pedagang Syam memasuki kota Mekkah. Mereka sengaja datang ke sana untuk membunuh Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Rasulullah SAW. Sejak awal mereka telah mempersiapkan pedang yang telah diolesi racun. Mereka dengan sabar menanti kesempatan untuk melaksanakan rencana yang telah dibuat jauh-jauh hari.

Suatu hari, Abdullah bin Abdul Muthalib keluar dari kota Mekkah untuk berburu. Orang-orang Yahudi melihat ini sebagai sebuah kesempatan bagus untuk membunuh Abdullah. Di suatu tempat mereka mengepung dan hendak membunuhnya. Namun lagi-lagi usaha mereka gagal, karena tiba-tiba ada sekelompok Bani Hasyim yang kembali dari perjalanan melalui tempat tersebut. Dan untuk kesekian kalinya Abdullah bin Abdul Muthalib berhasil selamat dari niat busuk orang-orang Yahudi.

Sempat terjadi bentrok antara orang-orang Yahudi dan Bani Hasyim yang berujung pada sejumlah pendeta Yahudi tewas dan sebagian lainnya ditawan dan dibawa kembali ke Madinah.

Abdullah meninggal dunia karena sakit pada usia 25 tahun. Semua orang menuduh penyebab kematian Abdullah adalah orang-orang Yahudi. Mereka meracuni Abdullah. Karena ketika di Mekkah mereka berkali-kali berusaha membunuh Abdullah namun tidak sempat karena ada kendala. Bagaimana bila Abdullah ke Madinah yang di sana hidup banyak orang Yahudi?”

Lalu beliau didimakamkan di rumah An-Nabigha-Ju’di tempat keluarga neneknya Bani Adi bin Najaar, Kebanyakan sejarawan menyatakan bahwa kematiannya adalah dua bulan sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Beberapa orang lain mengatakan bahwa kematiannya adalah dua bulan setelah kelahiran Nabi SAW. Wallahua’lam..

Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang sejarah Nabi Muhammad SAW..

Sebarkan Kebaikan Sekarang
loading...

ustadz Salim Al Haddar

ustadz Salim Al Haddar has written 22 articles

Alumni UIN Malang Jurusan Tarbiyah Islamiyah, kemudian Nyantri di Pondok Anwarut Taufiq Batu dan Pondok Sunsal Pasuruan

Comments

comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>