KHILAFIYAH MASALAH DIBAGH (SAMAK)
A. Ulama Madzhab 4 :
1. Madzhab Hanafi
Imam Al kasani Al Hanafi(w. 587) dari kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa kulit yang tadinya najis bisa dsucikan dengan cara disamak. Seperti yang dijelaskanya dalam kitab karanganya Badai’ As-shonai’ fi tartibi As-syarai’ :
الدِّبَاغُ لِلْجُلُودِ النَّجِسَةِ، فَالدِّبَاغُ تَطْهِيرٌ لِلْجُلُودِ كُلِّهَا إلَّا جِلْدَ الْإِنْسَانِ وَالْخِنْزِيرِ
Samak untuk kulit najis. Adapun cara samak bisa mensucikan semua kulit kecuali kulit manusia dan kulit babi.
[ Al-Kasani (w.587) Badai’ As-shonai’ fi tartibi As-syarai’ hal. 85 jilid.1]
2. Madzhab Maliki
Ibn Abdil Barr (w. 463) dari kalangan malikiyah juga tdak berbeda jauh dari pendapat Hanafiyah. Yaitu sucinya kulit setelah disamak. Walaupun didalam kitabnya Al Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah bahwasanya Imam malik sendiri membatasi penggunaan kulit setelah disamak. Dengan artian tidak suci secara mutlak.
وجلود الميتة نجسة وهي بعد الدباغ طاهرة إلا أن مالكا يجعل طهارتها مخصوصة بالانتفاع بها واستعمالها في اليابسات وفي الماء وحده دون سائر المائعات
Dan kulit bangkai itu najis. Tetapi setelah disamak menjadi suci. Dan imam Malik membatasi kesucianya hanya boleh digunakan untuk hal-hal kering dan air. Dan tidak boleh digunakan untuk yang basah(sebagai tempat) selain air
ولا يجوز عنده بيعها ولا الصلاة عليها وأما غيره من أهل المدينة فإنه يذهب في طهارة جلود الميتة إذا دبغت إلى أنها طاهرة كاملة في كل شيء
Dan Imam Malik juga tidak membolehkan menjualnya (kulit Setelah disamak) dan tidak pula sholat diatasnya. Akan tetapi Ulama ahli madinah selainnya berpendapat sucinya kulit bangkai jika disamak dengan kesucian mutlak dalam segala hal.
وما يؤكل لحمه ما لا يؤكل سواء في طهارة جلده بالدباغ عند مالك
Dan hewan yang halal dimakan ataupun haram sama saja dalam kesucian kulitnya stelah disamak menurut Imam Malik.
[ Ibn Abdil Bar (w.463) Al Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah hal. 440 jilid 1]
Al Qorofi (w. 684) faqih dari kalangan malikiyah masih sependapat dengan Hanafiyah. Yaitu sucinya kulit bangkai jika disamak kecuali kulit babi.
وَهُوَ مطهر لِجُمْلَةِ الْجُلُودِ إِلَّا الْخِنْزِيرَ
Dan samak bisa mensucikan semua kulit kecuali kulit babi.
[Al Qorofi (w. 684) Ad dzakhiroh hal. 166 jilid 1]
3. Madzhab Syafi’i
Imam Nawawi (w. 676) berpendapat hampir mirip seperti pendapat-pendapat sebelumnya. Yaitu sucinya kulit bangkai setelah disamak kecuali kulit anjing dan babi. Seperti yang beliau tulis dalam kitabnya Roudhotut tholibin wa ‘umdatul muftin.
فَيَطْهُرُ بِالدِّبَاغِ مِنْ مَأْكُولِ اللَّحْمِ وَغَيْرِهِ، إِلَّا جِلْدَ كَلْبٍ، أَوْ خِنْزِيرٍ، وَفَرْعَهُمَا، فَإِنَّهُ لَا يَطْهُرُ قَطْعًا
Dan semua kulit baik yang boleh dimakan dagingnya taupun tidak suci ketika disamak. Kecuali kulit anjing dan babi dan sejenisnya. Maka tidak bisa disucikan kedua kulit tersebut.
[ Imam Nawawi (w. 676) Roudhotut tholibin wa ‘umdatul muftin hal.41 jilid 1]
Ibnu Hajar Al Haitami (w. 974) dari kalangan syafiiyah masih sependapat dengan Imam Nawawi. Dalam kitabnya Al minhaj Alqowiim beliau menegaskan:
لجلد المتنجس بالموت” بأن لم يكن من نحو كلب “و” إن كان من غير المأكول “يطهر بالدبغ
Dan kulit yang najis karena telah menjadi bangkai, salkan bukan kulit anjing dan sejenisnya walaupun tidak halal dimakan maka suci ketika disamak.
[ Ibnu Hajar Al Haitami (w. 974) Al minhaj Alqowiim hal.54]
4. Madzhab Hanbali
Ibnu Qudamah (w. 620) dari kalangan Hanabilah ternyata menyelisihi pendapat ulama madzhab lainya. Ketika yang lain menyatakan sucinya kulit bangkai setelah disamak, dan boleh digunakan, maka Ibnu Qudamah justru sebaliknya. Yaitu mengatakan kenajisan kulit bangkai walaupun disamak.
وَلَنَا مَا رَوَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُكَيْمٍ، أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَتَبَ إلَى جُهَيْنَةَ إنِّي كُنْت رَخَّصْت لَكُمْ فِي جُلُودِ الْمَيْتَةِ، فَإِذَا جَاءَكُمْ كِتَابِي هَذَا فَلَا تَنْتَفِعُوا مِنْ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلَا عَصَبٍ
Dan pendapat serta hujjah kami , hadist yang diriwayatkan Abdullah bin Ukaim. Bahwasanya Nabi ﷺ menulis surat ke kaum Juhainah “dulu aku pernah membolehkan kalian (menggunakan) kulit bangkai. Tetapi jika datang suratku ini kepada kalian, maka jangan memanfaatkan dari bangkai baik kulit maupun urat syaraf.
Dan menganggap bahwa hadist ini adalah Nasikh dari hukum sebelumnya.
وَهُوَ نَاسِخٌ لِمَا قَبْلَهُ
Dan hadist ini adalah Nasikh dari hukum sebelumnya.
B. Di Luar 4 Madzhab :
1. Madzhab Dzohiri
Ibu Hazm (w.456) dari kalangan Dzohiriyah juga mempunyai pendapat sendiri dalam hal ini. Yaitu memutlakan kesucian kulit setelah disamak. Yaitu semua kulit binatang baik yang suci ataupun kulit anjing dan babi. Dalam kitbnya Al Muhalla beliau mengatakan:
وَتَطْهِيرُ جِلْدِ الْمَيْتَةِ، أَيَّ مَيْتَةٍ كَانَتْ – وَلَوْ أَنَّهَا جِلْدُ خِنْزِيرٍ أَوْ كَلْبٍ أَوْ سَبُعٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ – فَإِنَّهُ بِالدِّبَاغِ – بِأَيِّ شَيْءٍ دُبِغَ – طَاهِرٌ، فَإِذَا دُبِغَ حَلَّ بَيْعُهُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ
Dan cara mensucikan kulit bangkai segala jenis bangkai, walaupun bangkai anjing, babi ataupun hewan buas, atau selainya maka kulit tersebut suci dengan disamak. Dengan apapun cara menyamaknya. Dan ketika sudah disamak maka boleh sholat diatasnya.
[ Ibnu Hazm (w. 456) Al Muhalla bil Atsar hal.128 jilid 1.]
2. Ibnu Timiyyah (w. 728) ternyata Beliau memiliki pandangan sendiri dalam hal ini. Yaitu sucinya kulit bangkai dari hewan yang halal dimakan dagingny. Seperti dalam kitabnya Majmu’ Al Fatawa.
وَمَأْخَذُ التَّرَدُّدِ: أَنَّ الدِّبَاغَ هَلْ هُوَ كَالْحَيَاةِ فَيُطَهِّرُ مَا كَانَ طَاهِرًا. فِي الْحَيَاةِ أَوْ هُوَ كَالذَّكَاةِ فَيُطَهِّرُ مَا طَهُرَ بِالذَّكَاةِ؟ وَالثَّانِي أَرْجَحُ
Dan yang menjadi letak permasalahan adalah posisi proses samak itu sendiri. Apakah dia seperti “kehidupan” yaitu mengembalikan hukum najis dan tidaknya sama dengan hukum ketika masih hidup. Ataukah seperti “penyembelihan” sehingga menjadi suci (dengan disamak) hewan yang suci ketika disembelih? Dan pendapat kedua lebih rajah.
[ Ibn Taimiyyah (w. 728) Majmu’ Al Fatawa hal. 95 jilid 21.]
C. Ulama’ Wahabi
1. Bin Baz (w: 1999/1420 H)
berpendapat bahwa kulit bangkai dari hewan yang halal dimakan bisa menjadi suci dengan di Samak, adapun hewan yang tidak halal dimakan dagingnya maka kulitnya pun tetap najis walaupun di Samak .
[ Fawaid min samahah syeikh (26), fatawa Islamiyyah (4/244), majmuk fatawa Wa maqolah mutanawwi’ah (6/ 446 – 447 ]
Tambahan : di dalam kitab fatawa bin baz yg lain dijelaskan bahwa Samak hanya bisa mensucikan hewan yang boleh disembelih secara syar’i seperti : onta, sapi dan kambing. Adapun hewan buas hukumnya adalah najis dan jika hewan najis tersebut disembelih tetaplah najis serta menyamak kulit hewan yang najis tidak akan menghilangkan kenajisannya
[ fatawa nur aladdarb]
2. Utsaimin (w: 2001) pendapat yang rojih dalam hal ini adalah kulit bangkai tidak bisa menjadi suci dengan di Samak kecuali kulit bangkai dari hewan yang boleh disembelih secara syar’i, adapun hewan yang tidak halal disembelih dagingnya maka keadaan kulitnya tetaplah najis walaupun disamak. [ Syahrul mumthi’ ; 1/ 103- 105 ]
3. Albani (w:1999/1420) kulit bangkai bisa suci dengan disamak walaupun kulit BABI
[ Ats-tsamrul mustatho’ : 1/ 6-7]
Di kumpulkan dan diringkas oleh
M. Hasan Hasbullah