SUNNAHKAH PUASA TARWIYAH?
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang mulia karena di dalamnya terdapat 10 hari pertama yang begitu sangat istimewa dan di dalam 10 hari pertama tersebut terdapat hari Tarwiyah, hari Arafah dan hari Nahar. Di mana kesemuanya itu merupakan syiar-syiar Allah yang sangat agung.
Dalam hal ini, Allah berfirman dalam Surat al-Fajr [89] ayat 1-2 :
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi Fajar dan malam yang sepuluh.” (QS. al-Fajr [89]: 1-2)
Para ulama berbeda pendapat mengenai Fajar yang dimaksud dalam surat tersebut menjadi beberapa pendapat, akan tetapi pendapat yang kuat adalah Fajar hari Arafah. Dari sini sangat jelas bahwa Allah tidak mungkin bersumpah atas sesuatu kecuali sesuatu itu sangat mulia di sisi-Nya.
Kebanyakan ahli tafsir (di antaranya Ibnu Abbas, Abdullah bin az Zubair dan Mujahid) menafsirkan, bahwa makna “Malam yang Sepuluh”, adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sumpah Allah subhaanahu wa ta’aalaa atas waktu tersebut menunjukkan keagungan dan keutamaannnya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/535 dan Zaadul Maad1/56).
Imam IbnuKatsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:
وليال عشر : المراد بها عشر ذي الحجة.
كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغيرواحد من السلف والخلف.
(Dan demi Malam yang Sepuluh): maksudnya adalah sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubair, Mujahid dan beberapa ulama lain dari kalangan Salaf dan Khalaf. (TafsirAl Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thaybah)
Yang akan saya singgung kali ini berkenaan dengan puasa di tanggal 8 yaitu hari tarwiyah, walaupun hari tarwiyah masuk di dalam lingkup sepuluh hari pertama yang keutamaannya kita sudah ketahui. Namun, di sana terdapat hadits khusus yang menjelaskan keutamaan puasa Tarwiyah, walaupun status haditsnya dhaif namun mayoritas ulama memperbolehkan mengamalkan hadits dhaif untuk fadhailul a’mal.
Maka atas dasar inilah kita boleh mengamalkan hadits tentang puasa Tarwiyah yang berbunyi:
.صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun”.
[HR. Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan Abu Syaikh dari Ali bin Ali Al-Himyari dari Kalbi dari Abi Shaalih dari Ibnu Abbas ra. marfu’ (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) Hadits ini derajatnya Dho’if.
Dalam riwayat yang lain hadist ini berbunyi :
hadits berikut ini:
صوم يوم التروية كفارة سنة ، وصوم يوم عرفة كفارة سنتين.
(أبو الشيخ في الثواب وابن النجار عن ابن عباس).
Artinya: “Puasa hari Tarwiyah akan menghapuskan dosa setahun, puasa hari Arafah akan menghapuskan dosa dua tahun”.
(H.R. Abu syeikh dalam kitab ats-tsawab dan Ibnu Najjar dari Ibnu Abbas).
Hadist ini juga tertera dalam kitab Kanzul Ummal, Jami’ Imam Suyuthi, diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab Al-Tsawab.
Hadits tentang puasa tarwiyah dikatakan dho’if karena sanad hadits ini ada kelemahan :
Pertama; Kalbi (sanad ketiga) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbi. Dia ini seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta” (Sedangkan hadits di atas Kalbiy meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas).
Imam Hakim berkata : “Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits yang maudlu’ (palsu)” Tentang Kalbi ini dapatlah dibaca lebih lanjut di kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil seperti:
[1]. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar
[2]. Adl-Dlu’afaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban
[3]. Adl-Dlu’afaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni
[4]. Al-Jarh Wat Ta’dil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim
[5]. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar
Kedua; Ali bin Ali Al-Himyari (sanad kedua) adalah seorang rawi yang majhul (tidak dikenal).
Sebagai pembanding
Ibnul Jauzi dalam Al Mawdhu’at, 2/565 mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih, Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah, hal. 96 mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 956 mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah).
Ingat!!!
Bukan maudhu’ ya tapi dhoif (lemah) namun ada juga yang berpendapat hadist di atas adalah maudhu’ (hadist palsu) jika benar hadist tersebut maudhu’ maka kita bisa mengambil dalil dari hadist umum tentang keutamaan beramal di 10 hari awal bulan dzul hijjah, karena hari tarwiyah masuk di dalam lingkup 10 hari awal bulan dzul hijjah.
Maka silahkan jika anda ingin berpuasa di hari tarwiyah karena tidak ada larangan untuk berpuasa di hari tersebut, disamping itu kita harus melihat keutamaan dalam hadist di atas, ditambah lagi Puasa Hari tarwiyah (hari ke delapan) masuk di dalam 10 hari pertama di bulan dzul hijjah, yang mana disunnah kan beramal sholih di dalamnya termasuk puasa seperti yang disebutkan dalam hadist di bawah ini :
1. riwayat Ibnu Abbas :
قال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ . فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَلا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَلا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، إِلا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ ) رواه البخاري (969) والترمذي (757) واللفظ له ، من حديث ابن عباس رضي الله عنهما .
Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata : Tidak ada hari di mana amal shaleh di dalamnya sangat dicintai oleh Allah melebihi 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Para sahabat lantas bertanya : Apakah amal itu dapat membandingi pahala jihad fi sabilillah? Maka Rasulullah saw bersabda : Bahkan amal pada 10 hari Dzulhijjah lebih baik dari pada jihad fi sabilillah kecuali jihadnya seorang lelaki yang mengorbankan dirinya, hartanya, dan dia kembali tanpa membawa semua itu (juga nyawanya) sehingga ia mati sahid. Tentu yang demikian itu (mati sahid) lebih baik.
(H. R. Bukhori no. 969, Tirmidzi no. 757).
Keterangan : Rugilah kita jika kita tidak mendapatkan pahala yang melebihi jihad hanya karena mengikuti larangan yang belum pasti, atau doktrin yang dibuat-buat oleh orang yang malas berpuasa.
2. Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari abu hurairoh :
ما من أيام أحب إلى الله أن يتعبد له فيها من عشر ذي الحجة يعدل صيام كل يوم منها بصيام سنة، وقيام كل ليلة منها بقيام ليلة القدر
“Tidak ada hari yang paling dicintai Allah untuk diibadahi pada hari itu selain 10 hari di (awal) bulan Dzulhijjah, pahala puasa pada setiap harinya senilai dengan pahala puasa sepanjang tahun, dan sholat pada setiap malamnya senilai dengan sholat pada malam Lailatul Qadar”
Dha’if isnad (lemah sanadnya ), Abu ‘Isa (At Tirmidzi) berkata, “Hadits ini gharib tidak diketahui selain dari hadits Mas’ud bin Washil, dari An Nahas, Imam Ibnu Hajar juga mendhoifkan hadist ini dalam fathul bari.
3. Dari Hunaidah bin kholid alkhuza’i dari Istrinya dari sebagian istri Nabi beliau berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم تسع ذي الحجة
Bahwa Rasulullah berpuasa sembilan hari di bulan dzul hijjah.
(H.R. Abu Daud, Puasa Bab puasa 10 hari no : 2438)
Keterangan : berdasarkan hadist ini nabi saja mengerjakan puasa 9 hari, pantaskah jika kita sebagai umatnya melarang orang lain untuk puasa di hari tarwiyah?
4. Berkaitan dengan kemulian bulan Dzulhijjah, ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyâllahu ‘anhu bahwasannya Rasulallah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَفْضَلُ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ، أَيَّامِ الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَذِكْرِ للهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَإِنَّ صِيَامَ يَوْمٍ فِيْهَا يَعْدِلُ بِصِيَامِ سَنَةٍ، وَالْعَمَلَ فِيهِنَّ يُضَاعَفُ سَبْعمِائَةِ ضِعْفٍ.
رواه البيهقي
“Tidaklah hari yang lebih utama menurut Allah dari hari-hari yang lain melainkan 10 hari dzulhijjah maka perbanyaklah di dalamnya membaca tahlil, takbir dan dzikir kepada Allah. Sesungguhnya puasa satu hari di dalamnya sebanding dengan puasa satu tahun dan beramal di dalamnya dilipatgandakan sampai 700 kali lipat.” (HR. al-Baihaqi)
KETERANGAN :
Seandainya satu hadits ini saja, maka sudah cukup untuk mewakili kemuliaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dengan mengisinya dengan berbagai macam ibadah dan kebaikan, termasuk puasa.
Cobalah kita renungkan!!!
Alangkah beruntungnya orang yang dosanya setahun yang lalu diampuni oleh Allah. Dan salah satu cara agar seseorang diampuni dosanya setahun yang lalu, yaitu dengan berpuasa pada hari Tarwiyah. Adakah orang yang tidak punya dosa sehingga ia tidak ingin dosanya diampuni oleh Allah?
Setelah kita mempertimbangkan dalil-dalil di atas
kita juga melihat penjelasan para ulama’ dalam hal ini diantara nya adalah:
1. Syaikh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul bari mengatakan :
واستدل به على فضل صيام عشر ذي الحجة لاندراج الصوم في العمل
Hadits ini menjadi dalil keutamaan puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, karena puasa termasuk amal saleh. (Kitab Fathul Bari, Juz II, halaman 460).
2. Dalam ensiklopedia fiqih kuwait disebutkan :
وجاء في “الموسوعة الفقهية” (28/91) : ” اتفق الفقهاء على استحباب صوم الأيام الثمانية التي من أول ذي الحجة قبل يوم عرفة …. وصرح المالكية والشافعية : بأنه يسن صوم هذه الأيام للحاج أيضا ” انتهى .
Bahwa ulama’ sepakat tentang kesunnahan puasa 8 hari dari awal dzul hijjah sebelum hari arafah…
Madzhab malikiyah dan syafiiyah menyatakan bahwa disunnahkan puasa di 8 hari awal dzul hijjah bagi orang yang menunaikan haji juga (baik orang yang tidak haji atau yang haji hukum nya sunnah).
3. Imam Ramli mengatakan dalam nihayatul muhtaj di juz 3:
وقال في “نهاية المحتاج” (3/207) : ” ويسن صوم الثمانية أيام قبل يوم عرفة ، كما صرح به في “الروضة” سواء في ذلك الحاج وغيره , أما الحاج فلا يسن له صوم يوم عرفة بل يستحب له فطره ولو كان قويا ، اقتداءً بالرسول صلى الله عليه وسلم , وليقوى على الدعاء ” انتهى بتصرف
Disunnahkan puasa 8 hari sebelum hari arafah seperti yang di jelaskan dalam kitab arraudhoh baik bagi orang yang haji atau yang tidak haji, namun bagi orang yang menunaikan haji tidak disunnahkan puasa di hari arafah walaupun dia kuat untuk puasa, karena ikut nabi dan agar kuat untuk berdo’a.
Tambahan :
Ternyata bin baz pun tidak setuju dg pendapat yang membid’ahkan puasa 10 hari (awal) dzulhijjah , justru dia termasuk yang menyunnahkannya.
Ini buktinya :
ما رأي سماحتكم في رأي من يقول صيام عشر ذي الحجة بدعة ؟
Apa pendapat anda terhadap orang yang mengatakan bahwa puasa 10 hari dzul hijjah adalah bid’ah ?
Lalu syeikh menjawab :
هذا جاهل يُعلَّم ، فالرسول صلى الله عليه وسلم حض على العمل الصالح فيها ، والصيام من العمل الصالح لقول النبي صلى الله عليه وسلم : (( ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر )) قالوا : يا رسول الله : ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال : (( ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذلك بشيء
Ini (yang berkata puasa 10 hari dzul hijjah bid’ah) adalah orang yang bodoh perlu di ajari ilmu, padahal rasul menganjurkan untuk berama sholeh di hari itu, sedangkan puasa termasuk amal sholih. Karena sabda nabi : “Tidak ada dari amal sholeh yang dikerjakan di hari-hari yang lebih Allah cintai melebihi sepuluh hari di awal dzul hijjah” kemudian sahabat bertanya: Apakah amal itu dapat membandingi pahala jihad fi sabilillah? Maka Rasulullah saw bersabda : Bahkan amal pada 10 hari Dzulhijjah lebih baik dari pada jihad fi sabilillah kecuali jihadnya seorang lelaki yang mengorbankan dirinya, hartanya, dan dia kembali tanpa membawa semua itu (juga nyawanya) sehingga ia mati sahid. Tentu yang demikian itu (mati sahid) lebih baik.
من ضمن الأسئلة المقدمة لسماحته في يوم عرفة ، حج عام 1418هـ
Fatwa ini diambil dari kumpulan tanya jawab beliau yang berjudul:
مجموع فتاوى و مقالات متنوعة الجزء الخامس عشر.
~ Maka atas dasar hadist serta penjelasan para ulama’ diatas kami menganggap bahwa puasa tarwiyah tetap disunnahkan puasa, jika mampu berpuasalah dari awal bulan dzulhijjah sampai tanggal 9
(hari arafah).
Wallahu a’lam.