Hadits Nabi merupakan salah satu pengetahuan yang dikategorikan sebaga “Pure Science (Ilmu Pengetahuan Murni)”. Olehkarena itu, untuk mempelajari dan memahaminya kita harus mempunyai pengetahuan dasar di bidang itu dan dibantu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya, seperti: Ilmu Asbabul Wurud (Ilmu tentang Sebab-sebab Turunnya Hadits), dan ilmu-ilmu lainnya.
Di dalam kitab “Al-Bayan wat Ta’rif fii Asbabi Wurudil Hadits Asy-Syarif” karya Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Kamaluddin jilid 1 halaman 259 – 260 ada hadits Nabi berbunyi demikian:
اعلموا أن شرار الناس الذين اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
أخرجه الامام أحمد و أبو يعلى عن أبى عبيدة بن الجراح رضي الله عنه
Artinya:
“Ketahuilah oleh kalian bahwa seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang menjadikan kuburan-kuburan Nabi mereka sebagai masjid.
Hadits dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Abu Ya’la dari Abi ‘Ubaidah bin Jarah RA.”
Hadits di atas jangan dipahami secara literal atau tekstual tanpa mengetahui asbabul wurudnya ! Karena, kalau kita tidak tahu asbabul wurud atau latar belakang turunnya hadits tersebut, sudah barangtentu kita akan salah dalam memahami hadits di atas dan pasti kita beranggapan bahkan memberi hukuman haram dan tidak sah shalat di masjid yang ada kuburannya, meskipun berada di samping masjid. Anggapan tersebut tidaklah benar. Karena, maksud hadits tersebut tidaklah demikian. Hal itu bisa dibuktikan dengan mengetahui asbabul wurud atau latar belakang turunnya hadits tersebut, sebagaimana diterangkan oleh pengarang kitab ‘Al-Jami’ul Kabir, beliau berkata:
أخرجوا يهود أهل الحجاز و أهل نجران من جزيرة العرب و اعلموا أن شرار الناس فذكره
Artinya:
” Usirlah Yahudi penduduk tanah Hijaz dan penduduk tanah Najran dari Jazirah Arab !. Dan ketahuilah bahwa seburuk-buruk manusia adalah apa yang disebutkan beliau dalam hadits tersebut”.
Meninjau sebab turunnya hadits di atas, Nabi SAW menyuruh sahabat-sahabat beliau untuk mengusir orang-orang Yahudi penduduk tanah Hijaz dan tanah Najran, yang suka menyembah kuburan-kuburan Nabi-nabi mereka yang dijadikan sebagai masjid, dari wilayah Jazirah Arab. Sebab, kalau dibiarkan saja dikuatirkan akan mempengaruhi dan membahayakan bagi penduduk setempat yang telah menganut agama Islam. Atas dasar itu, maka boleh hukumnya shalat di masjid yang ada kuburannya. Karena, shalat di masjid yang ada kuburannya, misalnya di samping masjid, bukan berarti kita shalat menyembah kuburan. Tapi, kita semata-mata shalat hanya untuk menyembah Allah swt.
Di dalam kitab “Jawahirul Bihar” jilid 2 juz 4 halaman 184, karya Syeikh Yusuf bin Isma’il an-Nabhani, cetakan “Al-Halabi” Mesir diterangkan pula bahwa hadits Nabi tersebut di atas Nabi saw melarang agama Yahudi dan Nashrani menetap di tanah Arab. Begitu hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Abi ‘Ubaidah bin al-Jarrah.
Di dalam kitab “Jawahirul Bihar” pada jilid dan halaman yang sama diterangkan bahwa boleh hukumnya shalat di samping kuburan para Nabi karena mengagungkan kepada mereka, bukan mengagungkan (menyembah) seperti apa yang dilakukan oleh Yahudi dan Nashrani terhadap Nabi-nabi mereka.
Lihat pula di kitab “Umdatul Qari Syarah Shohih Al-Bukhori (12 jilid besar / 25 juz) karya Imam Badruddin Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad Al-‘Aini jilid 2 juz 4 halaman 173-174 !