Hukum Mengqadla Shalat

Beberapa tahun yang lalu si Ali terserang penyakit yang cukup parah. Sehingga mengharuskan istirahat yang berkepanjangan. Sejauh itu, ia pernah meninggalkan salat fardlu selama tidak di ketahui bilanganya, artinya lupa sama sekali berapa yang telah ditinggalkanya. Ia sudah berusaha mengingat-ingat, tapi tetap lupa (tidak ingat sama sekali).

  1. Bagaimana cara menggantikanya dan berapa waktu/bilangan yang harus diganti?
  2. Dosakah ia, melihat yang ditinggalkanya sangat banyak?

Jawaban:

  1. Cara meng-qadla’ salatnya dapat dilakukan denganqadla’ keliling, meng-qadla’ salat zuhur pada waktu salat zuhur, meng-qadla’ salat ashar pada waktu ashar, meng-qadla’ salat magrib pada waktu salat magrib, meng-qadla’ isyak pada waktu salat isyak dan salat subuh pada waktu subuh, atau dengan cara lainnya sebagaimana disebutkan dalam kitab–kitab fiqih. Sedangkan jumlah yang harus di-qadla’ adalah jumlah yang diyakini telah ditinggalkan.Dasar pengambilan Kitab Al Mustarsyidin halaman 36:

    شَكَّ فِى قَدْرِفَوَائِتَ عَلَيْهِ لَزِمَهُ الاِتْيَانُ بِكُلِّ مَالَمْ يَتَيَّقَنْ فِعْلَهُ كَمَا قَلَ اِبْنُ حَجَرٍوَمَ ر. وَقَالَ القَفَّالُ: يَقْضِى مَا تَحَقَّقَ تَرْكَهُ.

    Seseorang telah ragu mengenai jumlah salat-salat yang ditinggalkan, maka wajib baginya melakukan salat yang dia yakini telah melakukannya, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar dan Mim Ra’, Imam Qoffal berkata: Dia harus mengqadla’ apa yang telah nyata meninggalkanya.

  2. Dia tidak berdosa karena salat yang ditinggalkanya terlalu banyak, tetapi berdosa karena sengaja meninggalkan salat. Sebab seseorang itu jika tidak dapat melakukan salat dengan berdiri, dia harus salat dengan duduk. Jika tidak dapat salat dengan duduk, maka dia harus salat dengan tidur atau miring. Dan jika tidak dapat salat dengan tidur miring, maka dia harus salat dengan tidur terlentang.Dasar pengambilan Kitab Kasyifatus Saja, Syarah dari Kitab Safinatun Naja halaman 53:

    وَاْلاَ صْلُ فِى وُجُوْبِ اْلقِيَامِ قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلَّمَ لِعِمْرَانَ بْنُ حُصَيْنٍ, وَكَانَتْ بِهِ بَوَاسِيْرُ, صَلِّ قَائِمًا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَا عِدًا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جُنُبٍ, رَوَى هَذِهِ الاَحْو اَلَ الَثَلاَثَةَ اَلْبُخَرِيُّ. وَزَادَ اَلنَّسَائِيُّ اْلحَالَة الرَّبِعَةَوَهِيَ فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَمُسْتَلِيْقًا لاَ يُكَلِّفُ اللهَ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا.

    Asal dari kewajiban berdiri dalam salat fardlu adlah sabda Nabi saw. Kepada Imran bin Husain, beliau menderita penyakit bawasir: Salatlah engkau dengan berdiri jika engkau tidak mampu, maka dengan duduk, jika engkau tidak mampu, maka dengan tidur miring. Imam An Nasa’i menambahkan keadaan yang keempat, jika engkau tidak mampu dengan tidur miring, maka dengan tidur terlentang. Allah tidak memaksa seseorangَ kecuali pada batas kemampuannya.

Sumber : Koleksi Bahtsul Masail yang dimiliki oleh KH. A. Masduqi Machfudh, termasuk arsip Kolom Bahtsul Masail dari majalah PWNU Jawa Timur Aula, Bahtsul Masail Wilayah (PWNU) Jawa Timur, dan Bahtsul Masail pada muktamar maupun pra-muktamar NU.

Sebarkan Kebaikan Sekarang
loading...

Bahtsul Masail

Bahtsul Masail has written 152 articles

Lembaga Bahtsul Masail atau disingkat LBM adalah sebuah lembaga yang berkecimpung pada pembahasan masalah-masalah kekinian yang berkembang di Masyarakat dengan berpedoman pada Al Quran dan Al Hadits dan Kutub at Turats para mujtahid terdahulu.

Dalam kategori ini terdapat dua macam hasil musyawarah bahtsul masail yaitu
Hasil Bahtsul Masail yang diselenggarakan oleh LBM NU dan Hasil Bahtsul Masail yang diselenggarakan oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren Se Jawa Madura atau disingkat FMPP. Kedua lembaga ini masing-masing berdiri secara otonom dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan karena telah melalui pembahasan yang matang.

Comments

comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>