KULINER KEMATIAN
Keluarga duka tidak boleh membuat makanan kemudian disuguhkan kepada orang orang orang yang bertakziyah atau yang lain karena keluarga duka itu sedang kesusahan jadi jangan dibikin dan dibebani kesusahan lainnya. Ini maksudnya, Keluarga duka membuat masakan sendiri dan bahan bahan makanannya ya milik mereka sendiri lalu disuguhkan kepada para pelayat dsb.
Nabi Muhammad sholallahu alaihi wa sallama itu justru menyuruh sebaliknya, yaitu para petakziyah disaat melayat agar sekaligus membawa makanan siap saji yang diberikan kepada keluarga duka, atau bisa jadi tidak disaat melayat saja tapi disetiap hari selama mereka berkabung, para tetangga mengkoordinasi untuk memberikan donasi kosumsi pada keluarga duka karena keluarga duka itu bisa jadi tidak sempat memasak atau membuat makanan, bukan karena tidak punya duit untuk buat makanan.
Nah jika perintah Rasulullah ini dipraktekkan (pelayat membawa makanan siap saji) maka akan ada berapa ratus makanan berbagai macam menu yang siap SAJI dan siap BASI karena tidak mungkin keluarga duka mampu menghabiskan makanan kiriman tersebut dalam tempo sehari atau dua hari ditambah lagi orang kesusahan itu biasanya tidak doyan makan… maka lebih efisien higenis dan ideal pelayat itu membawakan mereka bahan mentah pangan, seperti beras, mie, bihun, telor, gula dsb.
Semakin banyak orang melayat, maka semakin banyak pula lumbung persediaan makanan keluarga duka.
Ini ada tips dari saya agar donasi kosumsi pelayat tersebut tidak menjadi mubadzir dan isrof dan dijamin tidak dilarang oleh agama in sya Allah (bebas bid’ah)
1. Jika keluarga duka mendapat banyak bantuan bahan mentah pangan, maka yang masak jangan mereka sendiri tapi para tetangga yang ikut/merasa hiba partisipasi dan empathy atas kedukaannya itu lalu kemudian karena ini memasak banyak makanan, maka undanglah orang lain untuk ikut serta makan bersama dirumah keluarga duka bareng keluarga duka.
2. Jika keluarga duka mendapat banyak bantuan makanan siap saji, dan karena ini pasti banyak dan tidak mungkin keluarga duka mampu menghabiskan sendirian, maka undanglah orang lain secukupnya untuk makan bersama di rumah duka bareng keluarga duka.
3. Niat sedekah makanan atas nama mayit kepada halayak orang, dengan berbagai teknis, tapi maaf saya disini tidak membahas tips ke-3 ini.
Nah kedua tips saya diatas (1 & 2) ini saya lindungi dan kuatkan dengan fatwa Syaikh Binbaz rohimahullah berikut:
JUDULNYA
حكم دعوة أهل الميت من يأكل معهم ما بُعِثَ لهم
HUKUM UNDANGAN KELUARGA DUKA PADA ORANG ORANG dalam acara MAKAN BERSAMA, MAKANAN KIRIMAN DARI ORANG ORANG.
س: إذا بعث لأهل الميت غداء أو عشاء فاجتمع عليه الناس في بيت الميت ، هل هو من النياحة المحرمة؟
ج: ليس ذلك من النياحة ؛ لأنهم لم يصنعوه وإنما صنع ذلك لهم ، ولا بأس أن يدعوا من يأكل معهم من الطعام الذي بعث لهم ؛ لأنه قد يكون كثيرا يزيد على حاجتهم.
SOAL:“Jika orang orang mengirimi makanan siap saji, seperti makan siang, makan malam kepada keluarga duka, lalu kemudian orang orang itu berkumpul dirumah duka, apakah itu termasuk dari sebuah RATAPAN YANG DIHARAMKAN?
JAWAB:“Itu bukanlah sebuah ratapan, karena yang membuat makanan itu bukan keluarga duka, akan tetapi yang membuat adalah orang orang (pelayat/tetangga/saudara) dan tidak mengapa keluarga duka mengundang orang untuk makan makanan kiriman itu bersama mereka, karena TERKADANG keluarga duka itu mendapat kiriman makanan yang banyak dan sampai lebih dari kebutuhannya.
Kitab Fatawa Binbaz, hlm.486.
Allahu a’lam wa ahkam…
TAMBAHAN:
1) SYAIKH BINBAZ BOLEHKAN SUGUHAN TAMU DARI KELUARGA MAYIT
أما أهل الميت إذا صنعوا ذلك فلا بأس لأنفسهم أو لضيوف نزلوا بهم فلا بأس . (مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 7/431
Apabila keluarga mayit membuat makanan untuk diri mereka, atau untuk tamu yang singgah pada mereka, maka hukumnya boleh, tidak makruh.
ولا حرج عليهم أن يصنعوا لأنفسهم الطعام العادي لأكلهم وحاجاتهم وهكذا إذا نزل بهم ضيف لا حرج عليهم أن يصنعوا له طعاما يناسبه لعموم الأدلة في ذلك (مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 9/318)
Keluarga mayit boleh membuat makanan untuk tamu yang singgah pada mereka, dengan makanan yang relevan dengan tamunya. (9/318).
2) SYAIKH BINBAZ BOLEHKAN HIDANGAN RINGAN DARI KELUARGA MAYIT
حكم حضور مجلس العزاء والجلوس فيه
س : هل يجوز حضور مجلس العزاء والجلوس معهم ؟ (1
ج : إذا حضر المسلم وعزى أهل الميت فذلك مستحب ؛ لما فيه من الجبر لهم والتعزية ، وإذا شرب عندهم فنجان قهوة أو شاي أو تطيب فلا بأس كعادة الناس مع زوارهم . (مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 13/371
Menghadiri majlis ta’ziyah (MAJLIS TAHLILAN SAMA SAJA), hukumnya sunnah. Minum segelas gahwa dan teh, atau minyak wangi, dari keuarga mayit, hukumnya boleh.
3) SYAIKH BINBAZ BOLEHKAN UNDANGAN KENDURI KEMATIAN
حكم دعوة أهل الميت
من يأكل معهم ما بعث لهم
س : إذا بعث لأهل الميت غداء أو عشاء فاجتمع عليه الناس في بيت الميت ، هل هو من النياحة المحرمة؟
ج : ليس ذلك من النياحة ؛ لأنهم لم يصنعوه وإنما صنع ذلك لهم ، ولا بأس أن يدعوا من يأكل معهم من الطعام الذي بعث لهم ؛ لأنه قد يكون كثيرا يزيد على حاجتهم . (مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 13/387
Keluarga mayit boleh mengundang orang banyak untuk makan makanan mereka hasil kontribusi atau sumbangan dari tetangga yang melebihi dari kebutuhan.
4) SYAIKH BINBAZ BOLEHKAN HIDANGAN KEMATIAN ‘ASYA’ AL-WALIDAIN
Tradisi di Saudi Arabia, apabila ada orang meninggal, maka setelah berlalu satu atau dua bulan, sebagian anaknya membuat hidangan makanan, lalu mengundang tetangga dan kerabat untuk makan, sebagai sedekah bagi orang tua yang meninggal. Tradisi ini disebut dengan ‘asya’ al-walidain, dan mufti wahabi membolehkan. (13/253)
عشاء الوالدين
س : الأخ أ. م. ع. من الرياض يقول في سؤاله : نسمع كثيرا عن عشاء الوالدين أو أحدهما ، وله طرق متعددة ، فبعض الناس يعمل عشاء خاصة في رمضان ويدعو له بعض العمال والفقراء ، وبعضهم يخرجه للذين يفطرون في المسجد ، وبعضهم يذبح ذبيحة ويوزعها على بعض الفقراء وعلى بعض جيرانه ، فإذا كان هذا العشاء جائزا فما هي الصفة المناسبة له ؟ (1
ج : الصدقة للوالدين أو غيرهما من الأقارب مشروعة ؛ لقول « النبي صلى الله عليه وسلم : لما سأله سائل قائلا : هل بقي من بر أبوي شيء أبرهما به بعد موتهما ؟ قال نعم الصلاة عليهما والاستغفار لهما وإنفاذ عهدهما من بعدهما وإكرام صديقهما وصلة الرحم التي لا توصل إلا بهما »(مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ابن باز، 13/253