Syahadat sejak Nabi pertama
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (QS Al Ahzab 33:7)
“Dan (ingatlah) , ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: ‘Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarka n apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-su ngguh beriman kepadanya dan menolongny a’. Allah berfirman: ‘Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian -Ku terhadap yang demikian itu?’ Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: ‘Kalau begitu saksikanla h (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu‘. (QS Ali Imran 3:81)
Dalam memahami firman Allah ta’ala di atas kita dapat mengikuti dari apa yang disampaika n oleh Imam Sayyidina Ali ra, “Setiap kali Allah subhanahu wa ta’ala. mengutus seorang nabi, mulai dari Nabi Adam a.s sampai seterusnya , maka kepada nabi-nabi itu Allah subhanahu wa ta’ala menuntut janji setia mereka bahwa jika nanti Rasulallah shallallah u alaihi wasallam. diutus, mereka akan beriman padanya, membelanya dan mengambil janji setia dari kaumnya untuk melakukan hal yang sama’.
Dari dalil-dali l tersebut kita dapat pahami bahwa dari sejak Nabi Adam a.s , para Nabi telah disampaika n akan kedatangan Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam sebagai Rasul yang terakhir yang akan membenarka n apa yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya
Jadi pada hakikat para Nabi sebelum Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam juga bersyahada t
Hal ini disampaika n sebagai peringatan bagi kaum Yahudi dan kaum Nasrani yang menyembuny ikan adanya syahadat para Nabi dalam kitab-kita b Injil dan Taurat
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Ataukah kamu (hai orang-oran g Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah : “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembuny ikan syahadah dari Allah yang ada padanya?” Dan Allah sekali-kal i tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Baqarah [2]:140 )
Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani telah mengetahui akan kedatangan Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Orang-oran g (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anakn ya sendiri. Dan sesungguhn ya sebahagian diantara mereka menyembuny ikan kebenaran, padahal mereka mengetahui .” ( QS Al Baqarah [2]:146 )
“Dan Ibrahim telah mewasiatka n ucapan itu kepada anak-anakn ya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakk u! Sesungguhn ya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam“. (QS Al Baqarah [2]: 132 )
“Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah : “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik” (QS Al Baqarah [2]: 139 )
“Sesungguhn ya agama disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-oran g yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahua n kepada mereka” (QS Ali Imran [3]: 19)
Barangsiap a yang berpaling sesudah Nabi Muhammad shallallah u ‘alaihi wassalam diutus dengan kitab Al-Qur’an yang membenarka n kitab-kita b Allah sebelumnya maka mereka termasuk orang-oran g yang fasik, orang yang berpaling atau tidak mengindahk an perintah Allah ta’ala. Akhir bagi mereka adalah neraka jahanamlah sebagaiman a firmanNya yang artinya:
“Dan adapun orang-oran g yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadany a, mereka dikembalik an ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanla h siksa neraka yang dahulu kamu mendustaka nnya.” ( QS As Sajadah [32]:20 )
“Katakanlah :”Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-aja ran Taurat, Injil, dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu“. (QS Al Maa’idah [5]:68 )
“Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka..” (QS.Ali Imran [3] : 110)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “ Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangp un dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.”
Diriwayatk an dari Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatk an dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam tentang orang-oran g yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-oran g yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Tidak ada paksaan untuk beragama (Islam) ” (QS Al Baqarah [2]:256)
Tidak ada paksaan namun pada ayat yang sama dijelaskan bahwa “Sesungguhn ya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat” (QS Al Baqarah [2]:256)
Pilihan bagi manusia hanyalah dua pilihan antara yang haq dan bathil . Pilihannya hanyalah beragama Islam atau tidak beragama Islam karena tidak ada agama selain agama Islam. Setelah Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam di utus oleh Allah Azza wa Jalla maka pilihannya hanyalah bersyahada t atau tidak bersyahada t. Petunjuk / ilham akan pilihan ini telah dihujamkan ke jiwa (qalbu) setiap manusia tanpa kecuali
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“maka Allah mengilhamk an kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaann ya“. (QS Asy Syams [91]:8)
“Dan Kami telah menunjukka n kepadanya dua jalan” (QS Al Balad [90]:10)
Setiap manusia akan mempertang gungjawabk an pilihan mereka di akhirat kelak.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan sesungguhn ya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan” (QS An Nahl [16:93 )
Walaupun Allah ta’ala menetapkan seorang manusia terlahir pada keluarga Yahudi , keluarga Nasrani maupun keluarga non muslim lainnya namun mereka tetap diminta pertanggun gjawaban di akhirat kelak atas pilihan mereka karena seluruh manusia jiwa/ qalbu nya telah diilhamkan pilihan (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, pilihan yang haq dan bathil.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat- Nya dan merekalah yang akan ditanyai” (QS Anbiyaa’ [21]:23 )
Mereka yang memilih yang bathil sehingga mereka tidak bersyahada t maka mereka akan termasuk orang-oran g yang paling keras permusuhan nya terhadap yang telah bersyahada t
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-oran g yang paling keras permusuhan nya terhadap orang beriman adalah orang-oran g Yahudi dan orang-oran g Musyrik” ( QS Al Maaidah [5]: 82 )
Sedangkan mereka yang memilih yang haq sehingga mereka bersyahada t maka mereka bersaudara
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Orang-ora ng beriman itu sesungguhn ya bersaudara . Sebab itu damaikanla h (perbaikil ah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat” ( Qs. Al-Hujjara t :10)
Rasulullah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ra , “Ya Mu`adz bin Jabal ma min ahadin Yashaduan la illaha illallahu washadu anna muhammadan rasullulla hi sidqan min qalbihi illa ahrramahu allahu alla annari “,
Ya Mu’adz bin Jabal, tak ada satu orang pun yang bersaksi bahwa sesungguhn ya tiada tuhan selain Allah dan Muhammad rasul Allah yang ucapan itu betul-betu l keluar dari kalbunya yang suci kecuali Allah mengharamk an orang tersebut masuk neraka. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Jika seseorang bersyahada t sidqan min qalbihi, betul-betu l keluar dari qalbunya atau merasuk kedalam qalbunya maka dia akan tidak masuk ke neraka karena “hati” nya akan menggerakk annya untuk mentaati Allah ta’ala dan RasulNya, melaksanak an perkara syariat (syarat sebagai hamba Allah) yakni menjalanka n segala kewajibanN ya (ditinggal kan berdosa), menjauhi segala laranganNy a (dikerjaka n berdosa) dan menjauhi segala apa yang diharamkan Nya (dikerjaka n berdosa) serta mereka memperjala nkan dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah ta’ala, sehingga sebenar-be narnya menyaksika n (melihat) Allah dengan hati dan mereka mencapai muslim yang Ihsan , muslim berma’rifa t
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah berma’rifa t
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla
Kondiri terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah- Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Ny a? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Muslim berma’rifa t adalah mereka yang minimal selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla dan yang terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah ta’ala dengan hati, mereka akan menghindar kan dirinya dari sikap dan perbuatan yang dibenciNya , menghindar kan dirinya dari perbuatan maksiat, menghindar kan dirinya dari perbuatan keji dan mungkar.
Muslim berma’rifa t, mereka yang memperjala nkan dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah ta’ala dicontohka n dan diungkapka n oleh Rasulullah sebagai “aku mendengar derap sandalmu di dalam surga” (HR Muslim 4497) sebagaiman a telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/09/29/ derap-sanda lmu/ dan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/05/ perjalankan lah-diri-k ita/
Imam Al Qusyairi mengatakan bahwa, “Asy-Syahid untuk menunjukka n sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-aka n pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksika n-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”.
Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan
وَإِنَّماَ المَحْجُوْ بُ أَنْتَ أَيُّهاَ العَبْدُ بِصِفاَتِك َ النَّفْساَ نِيَّةِ عَنِ النَّظْرِ إِلَيْهِ فَإِنْ رُمْتَ الوُصُوْلَ فاَبْحَثْ عَنْ عُيُوْبِ نَفْسِكَ وَعاَلَجَه اَ
“Sesungguh nya yang terhalang adalah anda, hai kawan. Karena anda sebagai manusia menyandang sifat jasad, sehingga terhalang untuk dapat melihat Allah. Apabila anda ingin sampai melihat Allah, maka intropeksi ke dalam, lihatlah dahulu noda dan dosa yang terdapat pada diri anda, serta bangkitlah untuk mengobati dan memperbaik inya, karena itu-lah sebagai penghalang anda. Mengobatin ya dengan bertaubat dari dosa serta memperbaik inya dengan tidak berbuat dosa dan giat melakukan kebaikan”.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaik an,
mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurka n hijab-hija b antara diri mereka dengan DiriNya.
Semua banungan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-send i putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla.
Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnala h semua perkara baginya.
Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya.
Jika bersyahada t sidqan min qalbihi maka mereka akan mengikuti sunnah Rasulullah untuk tidak mencela, menghujat, memperolok -olok, merendahka n atau bahkan membunuh manusia yang telah bersyahada t tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat Islam sebagaiman a contohnya yang telah dilakukan oleh sebuah “sekte berdarah” yang diuraikan dalam tulisan pada http:// www.aswaja- nu.com/ 2010/01/ dialog-syai kh-al-syan qithi-vs-w ahhabi_20. html atau pada http:// www.faceboo k.com/ photo.php?f bid=220630 637981571& set=a.2206 3051131491 7.56251.10 0001039095 629
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhny a adalah kekufuran”. (HR Muslim).
Kita dapat memahami jika seseorang mengaku-ak u mengikuti Rasulullah (ittiba’ li Rasulihi) namun mereka mencela, menghujat, memperolok -olok, merendahka n atau bahkan membunuh saudara muslimnya sendiri maka mereka akan masuk neraka karena mereka terjerumus dalam kekufuran menjadi kaum munafik, berbeda antara yang dikatakann ya dengan kenyataann ya.
Jadi kalau diantara sesama muslim bermusuhan maka perlu intropeksi kembali syahadat yang telah diucapkan atau mereka boleh jadi telah kembali menjadi orang-oran g kafir (orang-ora ng musyrik) sehingga termasuk orang-oran g yang paling keras permusuhan nya terhadap yang telah bersyahada t sebagaiman a firman Allah ta’ala dalam QS Al Maaidah [5]: 82 di atas.
Boleh jadi timbul rasa permusuhan karena mereka telah kembali menjadi orang-oran g kafir sbagaimana yang telah disampaika n oleh Imam Sayyidina Ali ra
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-oran g kafir.“
Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkar an?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena pengingkar an. Mereka mengingkar i Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati- Nya dengan sifat-sifa t benda dan anggota-an ggota badan.” (Imam Ibn Al-Mu’alli m Al-Qurasyi (w. 725 H) dalam Kitab Najm Al-Muhtadi Wa Rajm Al-Mu’tadi ).
Oleh karenanya agar tidak terjerumus ke dalam kekufuran , dalam memahami ayat-ayat mutasyabih at tentang sifat Allah, sebaiknyal ah kita memperhati kan batas-bata s yang disampaika n oleh para ulama terdahulu seperti,
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabih at) memiliki makna-makn a khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiap a memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaiman a makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat) , ia kafir secara pasti.”
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/ 1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabih at, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran” .
Tulisan kali ini kami akhiri dengan nasehat dan munajat dari Syaikh Ibnu Athoillah
“Seandainy a Anda tidak dapat sampai / berjumpa kehadhirat Allah, sebelum Anda menghapusk an dosa-dosa kejahatan dan noda-noda keangkuhan yang melekat pada diri anda, tentulah anda tidak mungkin sampai kepada-Nya selamanya.
Tetapi apabila Allah menghendak i agar anda dapat berjumpa denganNya , maka Allah akan menutupi sifat-sifa tmu dengan sifat-sifa t Kemahasuci an-Nya , kekurangan mu dengan Kemahasemp urnaan-Nya .
Allah Ta’ala menerima engkau dengan apa yang Dia (Allah) karuniakan kepadamu, bukan karena amal perbuatanm u sendiri yang engkau hadapkan kepada-Nya.”
“Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanN ya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurna an, keindahan dan keagunganN ya, sehingga nyatalah bukti kebesaranN ya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembuny i padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolonga n“
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830