Ketika orang-oran g Wahhabi memasuki Hijaz dan membantai kaum Muslimin dengan alasan bahwa mereka telah syirik, sebagaiman a yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam dalam sabdanya : “Orang-oran g Khawarij akan membunuh orang-oran g yang beriman dan membiarkan para penyembah berhala.” Mereka juga membunuh seorang ulama terkemuka.
Mereka menyembeli h Syaikh Abdullah Al-Zawawi, guru para ulama madzhab Al-Syafi’i , sebagaiman a layaknya menyembeli h kambing. Padahal usia beliau sudah di atas 90 tahun. Mertua Syaikh Al-Zawawi yang juga sudah memasuki usia senja juga mereka sembelih.
Kemudian mereka memanggil sisa-sisa ulama yang belum dibunuh untuk diajak berdebat tentang tauhid, Asma Allah SWT dan sifat-sifa t-Nya. Ulama yang setuju dengan pendapat mereka akan dibebaskan . Sedangkan ulama yang membantah pendapat mereka akan dibunuh atau dideportas i dari Hijaz.
Di antara ulama yang diajak berdebat oleh mereka adalah Syaikh Abdullah Al-Syanqit hi, salah seorang ulama kharismati k yang dikenal hafal Sirah Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam. Sedangkan dari pihak Wahhabi yang mendebatny a, di antaranya seorang ulama mereka yang buta mata dan buta hati. Kebetulan perdebatan berkisar tentang teks-teks Al-Qur’an dan Hadits yang berkenaan dengan sifat-sifa t Allah SWT. Mereka bersikeras bahwa teks-teks tersebut harus diartikan secara literal dan tekstual, dan tidak boleh diartikan secara kontekstua l dan majazi.
Si tuna netra itu juga mengingkar i adanya majaz dalam Al-Qur’an. Bahkan lebih jauh lagi, ia menafikan majaz dalam bahasa Arab, karena taklid buta kepada Ibn Taimiyah dan Ibn Al-Qayyim. Lalu Syaikh Abdullah Al-Syanqit hi berkata kepada si tuna netra itu :
“Apabila Anda berpendapa t bahwa majaz itu tidak ada dalam Al-Qur’an, maka sesungguhn ya Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an :
“Dan barangsiap a yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Isra’ : 72).
Berdasarka n ayat di atas, apakah Anda berpendapa t bahwa setiap orang yang tuna netra di dunia, maka di akhirat nanti akan menjadi lebih buta dan lebih tersesat, sesuai dengan pendapat Anda bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada majaz ?”
Mendengar sanggahan Syaikh Al-Syanqit hi, ulama Wahhabi yang tuna netra itu pun tidak mampu menjawab. Ia hanya berteriak dan memerintah kan anak buahnya agar Syaikh Al-Syanqit hi dikeluarka n dari majlis perdebatan . Kemudian si tuna netra itu meminta kepada Ibn Saud agar mendeporta si Al-Syanqit hi dari Hijaz. Akhirnya ia pun dideportas i ke Mesir.
Sumber : Kitab Al-Ju’nat Al-Aththar (autobiogr afi perjalanan hidup) karya Al-Hafizh Ahmad bin Muhammad bin Al-Shiddiq Al-Ghumari Al-Hasani
Link sumber tulisan ada pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/11/ puritan-rad ikalisme/
Tulisan lain tentang perlakuan mereka dapat diketahui pada
Dari tulisan di atas dapat kita ketahui bahwa mereka sampai membunuh ulama dikarenaka n perbedaan pemahaman ayat-ayat mutasyabih at tentang sifat Allah.
Mereka berlandask an perkataan ulama-ulam a dahulu namun mereka memaknai dengan menterjema hkan secara dzahir (harfiah). Contohnya
Berkata Ibnu Khuzaimah rahimahull ah : “Siapa yang tidak mengatakan bahwa Allah itu berada di atas langit-lan git-Nya tinggi dan menetap di atas Arsy-Nya berpisah dari makhluk-Ny a maka wajib dimintai tobat apabila dia bertobat maka diterima kalau tidak maka dipenggal lehernya kemudian dilemparka n ke tempat sampah agar manusia tidak terganggu dengan baunya”. (Disebutka n oleh Al-Hakim dalam Ma’rifatil ‘Ulumul Hadits hal. 152 dan Mukhtashor ‘Uluw hal. 225).
Padahal Ibnu Khuzaimah rahimahull ah mengucapka n kembali apa yang diucapkan oleh al Qur’an, “Ar-Rahmanu alal arsy istawa” Tidak lebih lebih dari itu. Namun mereka memaknainy a dengan menterjema hkan secara harfiah bahwa Allah ta’ala bertempat/ berada di atas Arsy atau bertempat di (atas) langit.
Kami, kaum muslim tentulah mengimani bahwa “ar Rahmaanu ‘alaa al’arsyi istawaa” karena memang itu disebutkan dalam Al Qur’an pada surat Thaahaa [20] ayat : 5 , namun kami mengingkar i bahwa maknanya adalah Allah ta’ala bertempat di atas ‘Arsy atau Allah ta’ala berbatas atau dibatasi oleh ‘Arsy. Maha Suci Allah dari “di mana” dan “bagaimana “.
Imam al Qusyairi menyampaik an, ” Dia Tinggi Yang Maha Tinggi, Luhur Yang Maha Luhur dari ucapan “bagaimana Dia?” atau “di mana Dia?”. Tidak ada upaya, jerih payah, dan kreasi-kre asi yang mampu menggambar i-Nya, atau menolak dengan perbuatan- Nya atau kekurangan dan aib. Karena, tak ada sesuatu yang menyerupai -Nya. Dia Maha Mendengar dan Melihat. Kehidupan apa pun tidak ada yang mengalahka n-Nya. Dia Dzat Yang Maha Tahu dan Kuasa“.
Mereka mengingkar i makna majazi dalam Al Qur’an dan As Sunnah sebagaiman a yang telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/17/ 2011/06/23/ makna-majaz /
Kami menyampaik an tulisan ini bukanlah untuk mengajak membenci saudara-sa udara kita kaum Wahhabi (pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab). Pada hakikatnya apa pun yang sudah terjadi adalah merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla dan kita harus menerimany a namun kita dapat mengambil pelajaran (hikmah) dari kejadian tersebut dan bersikap dengan sikap yang dicintai oleh Allah Azza wa Jalla.
Wassalam