Sesuai sunnah Rasulullah agar tidak terjerumus dalam kesesatan maka seharusnya lah kita mengikuti pendapat jumhur ulama. Jika mengingkar i pendapat jumhur ulama dikatakan oleh Rasulullah sebagai “orang-ora ng muda” seperti anak panah melesat lepas dari busurnya. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/06/ 2011/10/15/ orang-orang -muda/ Pemahaman mereka yang keluar dari pemahaman jumhur ulama disebut juga sebagai khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/28/ keluar-bebe rapa-kaum/ dan http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/28/ keluar-dari -keumuman/
Rasulullah bersabda “Sesungguhn ya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisih an maka ikutilah as-sawad al a’zham (kesepakat an jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih).
Jumhur ulama telah bersepakat sejak dahulu kala sampai sekarang bahwa ulama sebagai pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) adalah para Imam Mazhab yang empat karena mereka adalah ulama-ulam a dengan pemahaman Al Qur’an dan As Sunnah yang terbaik dan terbaik pula dalam memahami perkataan/ pendapat Salafush Sholeh bahkan mereka bertemu langsung dengan Salafush Sholeh (minimal Tabi’ut Tabi’in) untuk mengkonfir masi pemahaman mereka sebenarnya . Hal ini akan sulit dicapai oleh ulama yang memahami hanya melalui upaya pemahaman lafaz/ tulisan perkataan Salafush Sholeh dan kemungkina n salahnya akan lebih besar karena memahami dengan akal pikiran sendiri , dimana di dalamnya ada unsur hawa nafsu dan kepentinga n seperti pembenaran apa yang telah dipahami selama ini.
Untuk itulah kami mengingatk an gigitlah As Sunnah dan sunnah Khulafaur Rasyidin berdasarka n pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) / Imam Mazhab dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah. Sebagaiman a yang telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/31/ gigitlah-as -sunnah/
Juga telah kami uraikan perbedaan memahami Al Qur’an dan As Sunnah antara belajar sendiri (secara otodidak) bersandark an hanya pada muthola’ah (mengkaji/ menelaah) kitab semata dengan akal pikiran sendiri dengan bertalaqqi (mengaji) kepada ulama yang bermazhab atau bersanad ilmu tersambung kepada Rasulullah dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/02/ dari-mulut- ulama/
Sedangkan akibat dari tidak bermazhab telah kami uraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/07/ akibat-tida k-bermazha b/ Jumhur ulama telah menyampaik an bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminy a dengan akal pikiran sendiri, kemungkina n besar akan berakibat negative seperti,
1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang kehilangan ruhnya atau aspek bathin
2. Tasybihill ah Bikholqihi , penyerupaa n Allah dengan makhluq Nya
Penyerupaa n Allah Azza wa Jalla dengan mahlukNya adalah kesesatan.
Untuk itulah kita harus menghindar i kitab-kita b karya ulama yang tidak bermazhab sebagaiman a diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/11/03/ kitab-tidak -bermazhab /
Kami menghindar i kitab-kita b yang dihasilkan oleh para ulama yang tidak bermazhab, seperti Ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Ibnu Qoyyim Al Jauziah, ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, termasuk ulama Al Albani yang telah diajak berdialog oleh pakar fiqih, ulama besar Syria, DR. Said Ramadhan Al-Buthy. Hingga Dr. Said Ramadhan menuliskan buku berjudul Al-Laa Mazhabiyah , Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiy ah. Kalau kita terjemahka n secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancur kan Syariat Islam. Sedikit penjelasan tetang buku tersebut dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/01/18/ paham-anti- mazhab/
Mereka bertanya dari mana kami mengetahui pemahaman ulama mereka seperti ulama Ibnu Taimiyyah kalau tidak membaca kitab-kita b mereka.
Kami mengetahui pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah dari kitab-kita b para ulama yang bermazhab yang menjelaska n letak kesalahpah aman ulama Ibnu Taimiyyah ditambah (kalau perlu) melihat pembelaan ulama mereka terhadap ulama Ibnu Taimiyyah. Dari situlah kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga.
Himbauan untuk menghindar i kitab-kita b ulama yang tidak bermazhab bersumber dari himbauan ulama-ulam a terdahulu seperti Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk abawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Menurut Syaikh Ahmad Khatib Minangkaba u, ulama-ulam a seperti ulama Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qoyyim al Jauziah dan Muhammad bin Abdul Wahhab telah keluar daripada pemahaman Ahlussunna h wal Jama’ah dan dan menyalahi pemahaman para pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab. Antara lain tulisannya ialah ‘al-Khitht hah al-Mardhiy ah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffu zh bian-Niyah ’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ dan lain-lain.
Begitupula contoh himbauan untuk menghindar i kitab-kita b ulama yang tidak bermazhab diuraikan dalam tulisan pada http:// ashhabur-ro yi.blogspo t.com/ 2011/02/ upaya-menet ralkan-sun tikan-racu n.html
Berikut kutipan dari link tersebut, pendapat ulama yang bermazhab tentang kesalahpah aman mereka yang semula adalah pengikut Imam Hambali.
*****awal kutipan*** *
مطلب في عقيدة الإمام أحمد رضي الله عنه وأرضاه
وسئل رضي الله عنه ونفعنا به : في عقائد الحنابلة ما لا يخفى على شريف علمكم ، هل عقيدة الإمام أحمد بن حنبل رضي الله عنه كعقائدهم ؟
Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al Haitami pernah ditanya tentang akidah mereka yang semula para pengikut Mazhab Hambali, apakah akidah Imam Ahmad bin Hambal seperti akidah mereka ?
Beliau menjawab:
فأجاب بقوله : عقيدة إمام السنة أحمد بن حنل رضي الله عنه وأرضاه وجعل جنان المعارف متقلبه ومأواه وأقاض علينا وعليه من سوابغ امتنانه وبوأه الفردوس الأعلى من جنانه موافقة لعقيدة أهل السنة والجماعة من المبالغة التامة في تنزيه الله تعالى عما يقول الظالمون والجاحدون علوا كبيرا من الجهة والجسمية وغيرهما من سائر سمات النقص ، بل وعن كل وصف ليس فيه كمال مطلق ، وما اشتهر به جهلة المنسوبين إلى هذا الإمام الأعظم المجتهد من أنه قائل بشيء من الجهة أو نحوها فكذب وبهتان وافتراء عليه ، فلعن الله من نسب ذلك إليه أو رماه بشيء من هذه المثالب التي برأه الله منها
Akidah imam ahli sunnah, Imam Ahmad bin Hambal –semoga Allah meridhoiny a dan menjadikan nya meridhoi-N ya serta menjadikan taman surga sebagai tempat tinggalnya , adalah sesuai dengan akidah Ahlussunna h wal Jamaah dalam hal menyucikan Allah dari segala macam ucapan yang diucapkan oleh orang-oran g zhalim dan menentang itu, baik itu berupa penetapan tempat (bagi Allah), mengatakan bahwa Allah itu jism (materi) dan sifat-sifa t buruk lainnya, bahkan dari segala macam sifat yang menunjukka n ketidaksem purnaan Allah.
Adapun ungkapan-u ngkapan yang terdengar dari orang-oran g jahil yang mengaku-ng aku sebagai pengikut imam mujtahid agung ini, yaitu bahwa beliau pernah mengatakan bahwa Allah itu bertempat dan semisalnya , maka perkataan itu adalah kedustaan yang nyata dan tuduhan keji terhadap beliau. Semoga Allah melaknat orang yang melekatkan perkataan itu kepada beliau atau yang menuduh beliau
***** akhir kutipan *****
Syaikh Ibnu Hajar Al Haitami menjelaska n tentang i’tiqod Imam Ahmad bin Hambal ra bahwa Allah Azza wa Jalla tidak bertempat.
Begitupula pendapat pemimpin ijtihad kaum muslim lainnya seperti Imam Sayfi’i ra mengatakan
إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكان ولا يجوز عليه التغير في ذاته ولا التبديل في صفاته (إتحاف السادة المتقين بشرح إحياء علوم الدين, ج 2، ص 24)
“Sesungguhn ya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Kemudian Dia menciptaka n tempat, dan Dia tetap dengan sifat-sifa t-Nya yang Azali sebelum Dia menciptaka n tempat tanpa tempat. Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada sifat-sifa t-Nya” (LIhat az-Zabidi, Ithâf as-Sâdah al-Muttaqî n…, j. 2, h. 24).
Allah Azza wa Jalla ada sebagaiman a sebelum diciptakan Arsy, sebagaiman a sebelum diciptakan langit, sebagaiman a sebelum diciptakan ciptaanNya . Sebagaiman a awalnya dan sebagaiman a akhirnya. Tidak berubah dan tidak pula berpindah. Yang berubah dan berpindah adalah ciptaanNya .
Ulama Ibnu Taimiyyah berkeyakin an bahwa Allah ta’ala bertempat di atas ‘Arsy seperti contoh yang terurai dalam tulisan pada http:// almanhaj.or .id/ content/ 3048/slash/ 0 atau bahkan ada ulama yang lain menyampaik an keyakinan ulama Ibnu Taimiyyah bahwa Allah ta’ala duduk di atas Arsy atau bahkan duduk di atas kursi.
Para pengikut Ibnu Taimiyyah seperti pada http:// abul-jauzaa .blogspot. com/2011/ 10/ beberapa-ca tatan-tent ang-ijmaa. html atau pada http:// firanda.com / index.php/ artikel/ bantahan/ 76-mengungk ap-tipu-mu slihat-abu -salafy-cs
Mereka melakukan pembelaan menyampaik an hujjah/ dalil dari pemahaman mereka terhadap lafaz/ tulisan perkataan Salafush Sholeh. Padahal para Salafush Sholeh, mereka tidak mengucapka nnya kecuali ‘ala sabilil hikayah atau menetapkan lafazhnya (itsbatul lafzhi) saja; yaitu hanya mengucapka n kembali apa yang diucapkan oleh al Qur’an, “Ar-Rahmanu alal arsy istawa” atau “A’amintum man fis sama’“. Tidak lebih lebih dari itu. Namun mereka para pengikut Ibnu Taimiyyah sebagaiman a IbnuTaimiy yah memaknainy a dengan menterjema hkan secara harfiah bahwa Allah ta’ala bertempat di atas Arsy atau bertempat di (atas) langit.
Pada haikatnya mereka yang beri’tiqod bahwa Allah ta’ala bertempat di atas Arsy atau bertempat di (atas) langit telah melakukan pengingkar an terhadap ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla karena mustahil Allah Azza wa Jalla dibatasi atau berbatas dengan Arsy atau dengan langit. Pengingkar an akan ke Maha Kuasa an Allah ta’ala sama saja pengingkar an terhadap Tuhan sebagaiman a yang telah diperingat kan oleh Imam Sayyidina Ali ra dalam riwayat berikut,
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-oran g kafir.“
Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkar an?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena pengingkar an. Mereka mengingkar i Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati- Nya dengan sifat-sifa t benda dan anggota-an ggota badan.” (Imam Ibn Al-Mu’alli m Al-Qurasyi (w. 725 H) dalam Kitab Najm Al-Muhtadi Wa Rajm Al-Mu’tadi ).
Pada hakikatnya Arsy diciptakan untuk menunjukka n kekuasaanN ya
Imam Sayyidina Ali kw mengatakan “Sesungguhn ya Allah menciptaka n ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakka n kekuasaan- Nya bukan untuk menjadikan nya tempat bagi DzatNya”
Hakikat Arsy (Singgasan a) diciptakan agar tidak menjadikan tuhan selain Tuhan (yang memelihara dan menguasai) Manusia, Raja Manusia karena tidak ada lagi yang mampu mempunyai / menguasai singgasana seperti Arsy
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Katakanlah : “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia“,
“Raja Manusia”,
“Sembahan manusia”. (QS An Naas [114]: 1-3 )
Rasulullah bersabda “… warobbal ‘arsyl ‘azhimi“, “Tuhan yang menguasai Arsy yang agung” (HR Muslim 4888) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=49&a yatno=57&a ction=disp lay&option =com_musli m
Begitupula hakikat “di langit” “di atas” bukanlah dipahami sebagai tempat bagi Allah Azza wa Jalla namun sebagai padanan bagi Yang Maha Tinggi (Al ‘Aliy) dan Yang Maha Mulia (Al Jaliil)
Allah ta’ala berfirman dalam hadist Qudsi yang diriwayatk an oleh Imam Ahmad dan Ibnu ’Umar r.a.: “Sesungguhn ya langit dan bumi tidak akan/ mampu menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimany a.”
Wasallam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830