Pada masa kini semakin jelas apa yang telah ditulis oleh ulama besar Syria, pakar syariat (fiqih), DR. Said Ramadhan Al-Buthy dalam bukunya yang berjudul Al-Laa Mazhabiyah , Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiy ah. Kalau kita terjemahka n secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancur kan Syariat Islam.
Semakin banyak kaum muslim yang awam tidak lagi mau mengikuti pendapat atau pemahaman para Imam Mazhab yang empat. Mereka terindoktr inisasi atau terhasut perkataan ulama-ulam a mereka bahwa apa yang ulama mereka sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh. Benar, ulama-ulam a mereka membaca Al Qur’an , tafsir bil matsur, kitab hadits shohih, sunan, musnad, namun apa yang mereka sampaikan bukanlah pemahaman Salafush Sholeh melainkan pemahaman mereka sendiri terhadap Al Qur’an , tafsir bil matsur, kitab hadits shohih, sunan, musnad. Setiap upaya penterjema ahan, pentafsira n dan pemahaman bisa benar dan bisa pula salah. Yang pasti benar adalah lafaz/ nash Al Qur’an dan Hadits bukan terjemahan dan bukan pula tafsirnya. Kitab-kita b tersebut bukanlah penjelasan pemahaman Salafush Sholeh namum harus ada upaya pemahaman lebih lanjut. Hal ini telah kami sampaikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/13/ perlu-pemah aman-lanju t/
Ironis, segelintir kaum muslim yang awam disampaika n oleh ulama-ulam a mereka bahwa para Imam Mazhab yang empat tidak maksum namun ketika kita luruskan kesalahpah aman ulama-ulam a mereka, seolah-ola h ulama-ulam a mereka lebih berkompete nsi daripada Imam Mazhab yang empat. Padahal ulama-ulam a mereka tidak pernah dikenal berkompete nsi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Contoh dalam tulisan kali ini adalah memahami hadits berikut
Al-Mundzir bin Jarir menceritak an dari ayahnya Jarir bin Abdillah , bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَ مِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِ مْ شَيْءٌ. ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَ مِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِه ِمْ شَيْءٌ
“Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam, maka ia mendapatka n pahalanya dan pahala orang-oran g yang mengamalka n sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pah ala mereka sedikitpun . Dan siapa yang melakukan satu sunnah sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatka n dosanya dan dosa orang-oran g yang mengamalka n sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.”
Hadits di atas diriwayatk an dalam Shahih Muslim no. 2348, 6741, Sunan An-Nasa‘i no.2554, Sunan At-Tirmidz i no. 2675, Sunan Ibnu Majah no. 203, Musnad Ahmad 5/ 357, 358, 359, 360, 361, 362 dan juga diriwayatkan oleh yang lainnya.
Contoh hadits dengan sanad selengkapn ya pada http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=48&a yatno=14&a ction=disp lay&option =com_musli m
Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menyampaik an adanya sunnah hasanah dan sunnah sayyiah
Arti sunnah adalah hadits Rasulullah atau anjuran (mandub/ mustahab) atau contoh/ suri tauladan
Arti hasanah adalah kebaikan, sayyiah adalah keburukan
Anjuran (mandub/ mustahab) artinya jika dikerjakan mendapatka n kebaikan (pahala) jika ditinggalk an boleh saja.
Dari ketiga kemungkina n arti dari kata sunnah, tentu tidak ada anjuran (mandub/ mustahab) keburukan , tentu pula tidak ada hadits Rasulullah yang menyuruh dalam keburukan.
Dalam hal hadits diatas dapat disimpulka n sunnah artinya contoh / suri tauladan atau sesuatu yang tidak dilakukan oleh orang lain sebelumnya atau perkara baru yang belum dilakukan oleh orang lain sebelumnya .
Dalam Syarhu Sunan Ibnu Majah lil Imam As Sindi 1/ 90 dijelaskan “Yang membedakan antara sunnah hasanah dengan sayyiah adalah adanya kesesuaian dengan pokok-poko k syar’i atau tidak”.
Sunnah hasanah adalah contoh / perkara baru yang tidak bertentangan dengan pokok-poko syar’i atau contoh / perkara baru yang tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya.
Sunnah sayyiah adalah contoh / perkara baru yang bertentangan dengan pokok-poko k syar’i atau contoh / perkara baru yang bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguh nya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas/ larangan, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu, maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi) .
Segala perkara yang ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya atau “urusan kami” atau “perkara syariat” atau “dalam agama” adalah segala perkara yang wajib dijalankan dan segala perkara wajib ditinggalk an atau perkara kewajiban (ditinggal kan berdosa) , perkara larangan (dikerjaka n berdosa), perkara pengharama n (dikerjaka n berdosa).
Setelah Nabi Sayyidina wa Maulana Muhammad Shallallah u alaihi wasallam di utus oleh Allah Azza wa Jalla maka apa yang ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya terurai dalam kitab Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah .
Jadi kesimpulan nya
Sunnah Hasanah adalah contoh / perkara baru yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits
Sunnah Sayyiah adalah contoh / perkara baru yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul lah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”
Kesalahpah aman-kesal ahpahaman yang terjadi selama ini adalah karena segelintir ulama tidak lagi mau mengikuti pendapat/ pemahaman para Imam Mazhab yang empat dan mereka mau berijtihad (upaya pemahaman) sendiri sedangkan mereka tidak dikenal berkompete nsi sebagai Imam Mujtahid
Pokok kesalahpah aman ulama-ulam a mereka tentang bid’ah adalah salah memahami sabda Rasulullah “kullu bid’atin dholalah”.
Pengertian arti kullu ada tiga, dan disesuaika n dengan susunan kata dalam bahasa arab :
1. syay’in artinya setiap satu
2. ba’din artinya setiap sebagian
3. jam’in artinya setiap semua.
Al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menuliskan : “Sabda Rasulullah “Kullu Bid’ah dlalalah” ini adalah ‘Amm Makhshush; artinya, lafazh umum yang telah dikhususka n kepada sebagian maknanya. Jadi yang dimaksud adalah bahwa sebagian besar bid’ah itu sesat (bukan mutlak semua bid’ah itu sesat)” (al-Minhaj Bi Syarah Shahih Muslim ibn al-Hajjaj, j. 6, hlm. 154).
Kemudian al-Imam an-Nawawi membagi bid’ah menjadi lima macam. Beliau berkata: “Jika telah dipahami apa yang telah aku tuturkan, maka dapat diketahui bahwa hadits ini termasuk hadits umum yang telah dikhususka n. Demikian juga pemahamann ya dengan beberapa hadits serupa dengan ini. Apa yang saya katakan ini didukung oleh perkataan ‘Umar ibn al-Khathth ab tentang shalat Tarawih, beliau berkata: “Ia (Shalat Tarawih dengan berjama’ah ) adalah sebaik-bai knya bid’ah”.
Hadits “Kullu Bid’ah dlalalah” merupakan hadits bersifat umum yang dijelaskan (dikhususk an) pada hadits-had its yang lain seperti contoh,
Rasulullah bersabda “Barangsiap a yang membuat-bu at sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak”
“Urusan kami” adalah perkara syariat atau segala yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya yakni perkara yang wajib di jalankan dan wajib dijauhi atau perkara kewajiban, larangan dan pengharama n
Jadi bid’ah dholalah adalah perkara baru dalam perkara kewajiban (jika ditinggalk an berdosa), perkara larangan (jika dikerjakan berdosa) dan pengharama n (jika dikerjakan berdosa)
Rasulullah mencontohk an kita untuk menghindar i perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalk an berdosa)
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687). Sumber: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=10&a yatno=120& action=dis play&optio n=com_bukh ari
Bid’ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya karena bid’ah dholalah adalah perbuatan syirik.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَ ةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhn ya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahi hah No. 1620]
Bid’ah dholalah, membuat perkara baru dalam hal yang menjadi hak Allah ta’ala menetapkan nya yakni perkara kewajiban (ditinggal kan berdosa), larangan (dikerjaka n berdosa) , pengharama n (dikerjaka n berdosa) adalah perbuatan syirik, penyembaha n kepada selain Allah.
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–oran g alimnya, dan rahib–rahi b mereka sebagai tuhan–tuha n selain Allah, dan mereka (juga mempertuha nkan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutuk an.“ (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhn ya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallah u alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Jadi perkara baru (bid’ah) atau mengada-ad a yang tidak diwajibkan menjadi wajib atau sebaliknya , yang tidak haram (halal) mejadi haram atau sebaliknya atau yang tidak dilarang menjadi dilarang atau sebaliknya adalah dholalah (kesesatan ) karena penyembaha n kepada selain Allah atau penyembaha n diantara yang menetapkan dengan yang mengikutin ya.
Untuk itulah ulama yang berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggal kan berdosa), larangan (dikerjaka n berdosa) dan pengharama n (dikerjaka n berdosa) wajib berlandask an dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla.
Kenyataan yang timbul pada saat ini adanya segelintir ulama yang melarang amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh kaum muslim seperti peringatan Maulid, sholawat nariyah, sholawat badar, qashidah burdah, maulid barzanji, ratib al haddad dan amal kebaikan lainnya dikarenaka n kesalahpah aman mereka tentang bid’ah ditambah ketidakmau an mereka mendalami balaghoh atau mengingkar i makna majaz.
Dengan kata lain karena kesalahpah aman-kesal ahpahaman ulama mereka menyebabka n segelintir umat Islam terjerumus kedalam bid’ah dholalah atau kesyirikan karena mengada-ad a dalam perkara larangan. Mereka menyembah kepada selain Allah atau menyembah diantara yang berfatwa dengan yang mengikutin ya.
Ada diantara mereka memfatwaka n larangan peringatan Maulid berdasarka n kaidah tanpa dalil dari Al Qur’an dan Hadits yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainy a hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukann ya). Kesalahpa haman kaidah ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
Mereka bertanya , “Kalau peringatan Maulid Nabi tersebut adalah perkara baik kenapa Rasulullah ataupun para Sahabat tidak melakukann ya?”
Jawab kami, “Kalau Rasulullah melakukann ya artinya peringatan Maulid Nabi bukanlah perkara baru”
Peringatan Maulid Nabi adalah bukan kewajiban (jika ditinggalk an berdosa) , kalau berkeyakin an bahwa peringatan Maulid Nabi adalah kewajiban maka inilah yang namanya bid’ah dholalah.
Peringatan Maulid Nabi adalah kebutuhan bagi kami yang zaman kehidupann ya telah terpaut jauh dengan zaman kehidupan para Salafush Sholeh. Kami amat sangat merindukan bertemu dengan Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam. Jika tidak sekarang bertemu Rasulullah , semoga Allah Ar Rahmaan Ar Rahiim meridhoi kita dan mendapatka n syafa’at Beliau shallallah u alaihi wasallam sehingga bertemu dan ditempatka n dekat Beliau shallallah u alaihi wasallam dan dekat pula dengan Allah Azza wa Jalla, berkumpul dengan orang-oran g disisiNya. Memang diantara kami, pada saat ini ada yang dizinkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk “mendatang i” Rasulullah dengan cara/ sarana yang dikehendak iNya. Mereka yang diizinkan “mendatang i” Rasulullah menyampaik an salam Beliau kepada kita semua.
Rasulullah bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-c akap dan mendengark an percakapan . Amal perbuatan kalian disampaika n kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatk an oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutka nnya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkatego rikannya sebagai hadits shahih dengan komentarny a : hadits diriwayatk an oleh Al Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan kriteria hadits shahih)
Ketika kami mendatangi Rasulullah di makam Beliau dalam masjid Nabawi, Madinah , kami terenyuh dengan umat Rasulullah yang seolah “dihalang- halangi” oleh mereka yang tidak meyakini bahwa Rasulullah melihat umatnya yang menziarahi makamnya. Oleh karena ketidak-ta huan atau ketidak-ya kinan mereka malah diperintah kan umat Rasulullah untuk berdoa menghadap kiblat dan “membelaka ngi” makam Rasulullah shallallah u alaihi wassalam.
Ummul mu’minin ‘Aisyah berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada ‘Umar”. (HR Ahmad).
Al Hafidh Al Haitsami menyatakan , “Para perawi atsar di atas Btu sesuai dengan kriteria perawi hadits shahih ( Majma’ul Zawaaid vol 8 hlm. 26 ). Al Hakim meriwayatk anya dalam Al Mustadrok dan mengatakan atsar ini shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Adz Dzahabi sama sekali tidak mengkritik nya. ( Majma’ul Zawaid vol. 4 hal. 7 ).
‘Aisyah tidak melepaskan baju dengan tanpa tujuan, justru ia mengetahui bahwa Nabi dan kedua sahabatnya mengetahui siapakah yang orang yang berada didekat kuburan mereka.
Nabi shallallah u alaihi wasallam bersabda:
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak seorangpun yang mengunjung i kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakann ya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaniny a hingga dia berdiri meninggalk an kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Bahkan kita ketika di dekat makam Beliau, tidak tersedia waktu yang cukup untuk sekedar bertawasul dengan doa seperti
Artinya : Selamat sejahtera atasmu wahai Rasulullah , rahmat Allah dan berkat-Nya untukmu. Selamat sejahtera atasmu wahai Nabiyallah . Selamat sentosa atasmu wahai makhluk pilihan Allah. Selamat sejahtera atasmu wahai kekasih Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan ( yang disembah) selain Allah, Yang Esa/ Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya dan engkau adalah hamba-Nya serta rasul-Nya. Dan saya bersaksi, bahwa Engkau telah menyampaik an risalah engkau telah menunaikan amanat egkau telah memberi nasihat pada ummat, engkau telah berjihad di jalan Allah maka selamat-Ny a, untukmu selawat yang berkekalan sampai hari kiamat, Wahai tuhan kami, berilah kami ini kebaikan di dunia dan kebaikan pula di akhirat serta peliharala h kami dari siksa neraka. Ya Allah, berilah pada beliau kemuliaan dan martabat yang tinggi serta bangkitkan dia di tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya, sesungguhn ya Engkau tidak akan memungkiri janji.
Begitupula dikarenaka n para ulama pada masa kini tidak lagi menyampaik an atau menjalanka n tasawuf atau tentang Ihsan, ketika tawaf di masjidil haram atau hendak mencium hajar aswad dapat kita temukan saudara-sa udara muslim kita yang tidak mengerti tentang Ihsan sehingga mereka berdesak-d esakan , saling mendorong karena mereka tidak merasa sedang diawasi/ dilihat oleh Allah Azza wa Jalla. Padahal mereka sedang di Baitullah, di tempat yang mulia.
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Juga karena tidak diajarkan tentang Ihsan atau tasawuf maka bisa kita dapati para koruputor, pemimpin tidak adil, mafia pengadilan dan pelaku perbuatan keji dan mungkar lainnya, ketika kita tanyakan pada mereka , “takutkah dengan siksa neraka”, seolah-ola h mereka menjawab “itu bagaimana nantilah”. Semua itu karena mereka tidak tahu tentang Ihsan , tidak takut (takhsya / khassyah) kepada Allah Azza wa Jalla yang melihat segala sikap perbuatan mereka. Mereka seolah berdusta ketika mereka mengucapkan “Allahu Akbar”
Begitupula dengan ulama-ulam a mereka ketika kita tanyakan pada mereka, “takutkah dengan siksa neraka”, tentulah dengan ilmu mereka akan menjawab, “mereka takut siksa neraka” , namun karena mereka tidak mendalami dan menjalanka n tasawuf atau tentang Ihsan maka seolah tidak tampak takut (takhsya / khassyah) kepada Allah Azza wa Jalla yang melihat segala fatwa mereka. Mereka tetapkan larangan-lar angan tanpa berlandask an apa yang telah ditetapkan Nya atau tanpa berlandask an Al Qur’an dan Hadits.
Contoh (sunnah sayyiah) lainnya, mereka membolehka n atau berfatwa untuk meminta perlindung an kepada Amerika yang dibelakang nya kaum Zionis Yahudi. Begitupula mereka menyusun kurikulum pendikan bekerjasam a dengan Amerika sebagaiman a yang terurai dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/02/07/ muslim-buka nlah-ekstr imis/
Padahal Allah Azza wa Jalla memperinga tkan kita dengan firmanNya yang artinya“Hai orang-oran g yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaa nmu orang-oran g yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hent inya (menimbulk an) kemudharat an bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahka n kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyi kan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminy a” , (Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kita b semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri , mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanm u itu”. Sesungguhn ya Allah mengetahui segala isi hati“. (Ali Imran, 119)
Seolah mereka berdusta karena mereka selama ini kita kenal sering mengaku hanya meminta pertolonga n kepada Allah Azza wa Jalla.
Boleh jadi akibat contoh fatwa buruk (sunnah sayyiah) ulama mereka maka ada saja pemimpin-p emimpin negeri yang muslim namun berlindung “diketiak” Amerika. Inilah yang disampaika n oleh Rasulullah dengan “al wahn”
Nabi shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Hampir tiba suatu masa di mana berbagai bangsa atau kelompok mengerubut i kalian bagaikan orang-oran g yang kelaparan mengerumun i hidangan mereka.” Seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kami yang sedikit pada waktu itu?” Nabi shal lallahu alaihi wasallam menjawab, “(Tidak) Bahkan jumlah kalian pada hari itu banyak (mayoritas ), tetapi (kualitas) kamu adalah buih, laksana buih di lautan (banjir).
Allah mencabut rasa gentar terhadap kamu dari hati musuh-musu h kamu, dan Allah akan menanamkan penyakit “al wahn”ke dalam hati kalian. Seseorang bertanya, “Apakah al wahn itu wahai Rasulullah ?” Rasulullah menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR Abu Dawud).
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830