Mereka menyatakan bahwa Rasulullah pernah menyampaik an adanya sunnah hasanah namun bukan bid’ah hasanah
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Barang siapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-oran g sesudahnya , maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-oran g yang mengikutin ya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya , barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-oran g sesudahnya , maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-oran g yang mengikutin ya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.’ (HR Muslim 4830) Link http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=48&a yatno=14&a ction=disp lay&option =com_musli m
Barang siapa dapat memberikan suri tauladan atau contoh atau sesuatu yang tidak dilakukan oleh orang lain sebelumnya atau perkara baru yang belum dilakukan oleh orang lain sebelumnya tergantung dari apa yang dicontohka nnya, jika yang dicontohka n kebaikan maka yang mencontohk an akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-oran g yang mengikutin ya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya , barang siapa mencontoh keburukan, lalu contoh tersebut diikuti oleh orang-oran g sesudahnya , maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-oran g yang mengikutin ya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun
Definisi kebaikan dan keburukan yang berlaku dari sejak Nabi Adam a.s sampai masa kini dan sampai akhir zaman nanti adalah,
Kebaikan adalah segala sesuatu yang tidak bertentang an dengan apa yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya
Keburukan adalah segala sesuatu yang bertentang an dengan apa yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya
Setelah Nabi Sayyidina wa Maulana Muhammad Shallallah u alaihi wasallam di utus oleh Allah Azza wa Jalla maka apa yang ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya terurai dalam kitab Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah .
Oleh karenanya dijelaskan oleh Imam Syafi’i rahimahull ah bahwa bid’ah mahmudah (hasanah) sebagai “apa yang baru terjadi dari kebaikan“
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul lah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”
Perkara baru yang hasanah/ mahmudah adalah perkara baru dalam amal kebaikan
Perkara baru yang sesat/ dholalah/ tertolak adalah perkara baru dalam amal ketaatan
Perkara yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya adalah perkara yang wajib dijalani dan wajib dijauhi atau perkara syariat (syarat) atau disebut sebagai “urusan kami” atau disebut dengan agama atau disebut amal ketaatan
Amal ketaatan adalah ibadah yang terkait dengan menjalanka n kewajibanN ya (perkara kewajiban) dan menjauhi laranganNy a (perkara larangan dan pengharama n).
Amal ketaatan adalah perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati.
Amal ketaatan jika tidak dijalankan atau tidak ditaati akan mendapatka n akibat/ ganjaran, ganjaran baik (pahala) maupun ganjaran buruk (dosa).
Amal ketaatan adalah bukti ketaatan atau “bukti cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Orang yang menjalanka n amal ketaatan atau “bukti cinta” adalah disebut orang beriman (mukmin)
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Katakanlah : “Jika kamu (benar-ben ar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosam u.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imron [3]:31 )
“Katakanlah : “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang-oran g kafir” (QS Ali Imron [3]:32 )
“dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-oran g yang beriman.” (QS Al Anfaal [8]:1 )
Amal ketaatan adalah apa yang ditetapkan Nya yakni perkara kewajiban, batas/ larangan dan pengharama n
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguh nya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas/ larangan, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu, maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi) .
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguh nya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-oran g yang beriman.” Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-ora ng yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena mengada-ad akan di dalam agama (mengada-a da dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkan nya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharama n) , apabila mereka mengerjaka n agama dengan pemahaman berdasarka n akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Bagian akhir hadits di atas menyampaik an bahwa “sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya” serta telah sempurna atau telah selesai segala perkara yang ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya atau telah selesai segala perkara yang wajib dijalankan manusia dan wajib dijauhi manusia ketika Nabi Sayyidina Muhammad Shallallah u alaihi wasallam di utus.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurna kan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupka n kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” ( QS Al Maaidah [5]:3 )
Amal kebaikan adalah segala perkara diluar amal ketaatan atau segala perkara diluar apa yang telah diwajibkan Nya yang tidak bertentang an dengan apa yang telah diwajibkan Nya
Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentang an dengan Al Qur’an dan Hadits.
Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri untuk meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika dilakukan dapat pahala dan tidak dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatka n diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Orang yang beriman (mukmin) dan menjalanka n amal kebaikan atau mereka yang mengungkap kan cintanya kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-ora ng yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-oran g yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-oran g yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-oran g yang beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Jadi kita tidak boleh membuat perkara baru atau mengada-ad a dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala untuk menetapkan Nya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharama n.
Contoh Rasulullah menghindar i perkara baru dalam kewajiban
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687). Sumber: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=10&a yatno=120& action=dis play&optio n=com_bukh ari
Begitu juga dengan yang terjadi pada kaum nasrani sebagai yang diriwayatk an berikut,
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–oran g alimnya, dan rahib–rahi b mereka sebagai tuhan–tuha n selain Allah, dan mereka (juga mempertuha nkan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutuk an.“ (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhn ya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“.
Maka jawab Nabi shallallah u alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Jadi perkara baru dari apa yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya atau mengada-ad a yang tidak diwajibkan menjadi diwajibkan atau sebaliknya , yang halal menjadi haram atau sebaliknya , yang tidak dilarang menjadi dilarang atau sebaliknya maka itu adalah dlolalah atau kesesatan karena itu adalah penyembaha n diantara yang menetapkan dan yang mengikuti perkara baru tersebut. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/03/ bentuk-peny embahan/
Penyembaha n kepada selain Allah ta’ala adalah kesyirikan yang merupakan dosa yang tidak diampunkan oleh Allah Azza wa Jalla. Oleh karenanya dapatlah kita memahami perkataan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam sebagai berikut
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَ ةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhn ya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahi hah No. 1620]
Jadi kita tidak boleh sembaranga n menuduh saudara muslim yang lain sebagai ahli bid’ah karena bid’ah dlolalah adalah termasuk kesyirikan artinya sama saja kita mengatakan kepada saudara muslim yang lain sebagai “kamu kafir”.
Kita paham jika yang dituduh tidak melakukan kesyirikan maka tuduhan itu akan kembali pada yang mengucapka n (yang menuduh)
Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar:
اِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأِخِهِ: يَا كَافِرُ! فَقَدْ بَاءَ بِهَا أحَدُهُمَا فَاِنْ كَانَ
كَمَا قَالَ وَاِلَى رَجَعَتْ عَلَيْـهِ.
“Barangsiap a yang berkata pada saudaranya ‘hai kafir’ kata-kata itu akan kembali pada salah satu diantara keduanya. Jika tidak (artinya yang dituduh tidak demikian) maka kata itu kembali pada yang mengucapka n (yang menuduh)”.
Boleh jadi mereka yang sering menghujat saudara muslim lainnya sebagai ahlul bid’ah pada akhirnya hujatannya kembali kepada mereka karena mereka mengada-ad a atau membuat perkara baru dalam hal larangan. Mereka tidak menyadari telah mengada-ad a dalam hal larangan karena kesalahpah aman mereka dalam memahami Al Qur’an dan Hadits. Merekalah yang dikatakan oleh Rasulullah sebagai mereka yang membaca Al Qur’an namun tidak melampaui tenggoroka n dan mereka pun disebut oleh Rasulullah sebagai “orang-ora ng muda”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Akan keluar suatu kaum akhir jaman, orang-oran g muda yang pemahamann ya sering salah paham. Mereka banyak mengucapka n perkataan “Khairil Bariyyah” (maksudnya : suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits). Iman mereka tidak melampaui tenggoroka n mereka. Mereka keluar dari agama sebagaiman a meluncurny a anak panah dari busurnya. Kalau orang-oran g ini berjumpa denganmu perangilah mereka (luruskan pemahaman mereka).” (Hadits Sahih riwayat Imam Bukhari 3342).
Tentang “orang-ora ng muda” telah kami jelaskan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/15/ orang-orang -muda/
Hikmah atau pelajaran yang dapat kita ambil dari hadits yang disampaika n pada awal tulisan, dapat kita pahami begitu besarnya amal kebaikan yang akan diperoleh para pencipta atau penemu hal-hal yang baru. Mereka akan mendapatka n kebaikan (pahala) dari mereka yang menggunaka n penemuanny a. Namun bagi para penemu yang tidak bersyahada t (non muslim) maka amal kebaikan yang mereka peroleh akan menjadi sia-sia dan tidak bermanfaat di akhirat kelak.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
“Dan sesungguhn ya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi ) yang sebelummu. “Jika kamu memperseku tukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-oran g yang merugi“. (QS Az Zumar [39]:65 )
“Sungguh, bila kamu berbuat syirik, maka hapuslah amalanmu, dan sunguh kamu tergolong orang-oran g yang rugi” (QS Az Zumar: 65 )
“Amalan-am alan mereka (orang-ora ng musyrik/ kafir) adalah bagaikan debu yang diterpa oleh angin kencang di hari yang penuh badai” (QS Ibrahim: 18 )
Begitu juga amal kebaikan akan menjadi sia-sia bagi ahlul bid’ah yakni mereka yang mengada-ad a dalam perkara kewajiban, larangan dan pengharama n karena hal itu adalah penyembaha n diantara manusia atau penyembaha n kepada selain Allah. Rasulullah menyatakan sebagai “Mereka keluar dari agama sebagaiman a meluncurny a anak panah dari busurnya.”
Begitupula betapa besar amal kebaikan yang diperoleh oleh para ulama, pendakwah, penulis, mereka akan memperoleh kebaikan (pahala) dari mereka yang mengikuti kebaikan yang telah disampaika nnya namun sebaliknya mereka akan memperoleh dosa atas mereka yang mengikuti kesalahpah amannya. Untuk itu, berhati-ha tilah dalam copas atau sharing sebuah tulisan, boleh jadi malah menyebarlu askan kesalahpah aman sehingga akan memperoleh dosa atas mereka yang melakukan sikap atau perbuatan berlandask an kesalahpah aman yang diperoleh.
Amal ketaatan hanya berlaku dan diperhitun gkan sepanjang nyawa dikandung badan atau selama kita hidup. Sedangkan amal kebaikan (amal sholeh) adalah berlaku jauh lebih lama daripada amal ketaatan.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahann ya”. ( QS Maryam [19]:76 )
Dapat kita pahami betapa besarnya amal kebaikan yang diperoleh bagi mereka yang memberi bantuan atau bahkan menghidupi anak yatim, para dhuafa, janda-jand a yang ditinggal mati oleh suaminya. Mereka akan memperoleh kebaikan dari keturunan- keturunan mereka.
Bagitu juga betapa besarnya amal kebaikan yang diperoleh bagi pencipta sholawat nariyah, sholawat badar, qashidah burdah, maulid barzanji, ratib atau untaian doa dan dzikir, mereka akan memperoleh kebaikan dari mereka yang beramal kebaikan dengan apa yang mereka ciptakan
Begitu juga betapa besarnya amal kebaikan yang diperoleh bagi mereka yang melakukan kegiatan yang bersifat syiar agama seperti peringatan Maulid, Isra Mi’raj, tahun baru Islam, pencipta nasyid atau lagu yang mengingat Allah atau memuji Rasulullah atau memuji mereka yang disisiNya. yang dengan itu semua memperteba l keimanan seorang atau bahkan seorang non muslim menjadi mualaf. Mereka akan memperoleh kebaikan dari keturunan- keturunan mereka.
Kami teringat sebuah syair yang berbunyi “Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau sujud kepadaNya” . Syair ini menjelaska n tentang Ihsan bahwa kita takut kepada Allah karena merasa diawasi / dilihatNya atau yang terbaik adalah kita dapat melihat Allah ta’ala dengan hati
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Pada zaman ini semakin jarang ulama yang menyampaik an tentang Ihsan atau tasawuf dalam Islam bahkan mereka tidak merasa diawasi atau dilihat Allah Azza wa Jalla dimana mereka menghujat saudara-sa udara muslim lainnya karena dakwah mereka dengan jarh wa ta’dil. Padahal jarh wa ta’dil hanya dipergunak an dalam periwayata n hadits semata sedangkan pada zaman ini sebaiknya berdakwah bil hikmah dengan memahami hakikat perintah dan laranganNy a kemudian menyampaik an dengan cara yang arif bijaksana sehingga objek dakwah dapat memahami, menerima dan mengikuti atas kesadarann ya sendiri. Sehingga mereka beribadah bukan karena kita (kita perintah) atau bukan karena terpaksa (kita paksa) namun karena Allah ta’ala semata. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/04/24/ jarh-wa-tad il/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830