Bab VII Shalat Jamaah (Bag 1)
Shalat berjamaah adalah simbol keutuhan umat Islam. Sekat perbedaan hilang digantikan persatuan dan persaudara an sesama Muslim. Tidak heran jika shalat yang dikerjakan dengan berjamaah mempunyai pahala yang jauh lebih besar dibanding shalat sendirian. Rasulullah saw bersabda:
صَلاَةُ الْجَمَاعَ ةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْ نَ دَرَجَةً
Artinya: Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan selisih 27 derajat.
(HR. al-Bukhari )
Shalat jamaah bisa didirikan paling sedikit oleh dua orang: seorang imam dan seorang makmum. Hukum melakukan shalat berjamaah dalam shalat lima waktu adalah fardhu kifâyah bagi orang Muslim laki-laki, mukim, merdeka dan tidak ada udzur. Dengan demikian jika dalam satu desa tidak ada yang mengerjaka n shalat berjamaah sama sekali, maka semua penduduk desa tersebut berdosa.
Seseorang masih dianggap mengikuti jamaah selagi imamnya masih belum melafalkan mîm-nya lafal: عَلَيْكُمْ dalam salam pertama, meskipun makmum tidak sempat duduk bersama duduk tasyahud-nya imam.
Syarat Sahnya Shalat Jamaah
1. Makmum harus berniat jadi makmum atau berniat berjamaah (mengikuti imam). Sedangkan imam hanya disunnatka n berniat jadi imam agar bisa memperoleh pahala jamaah.
Niat berjamaah dilakukan pada saat takbîratul ihrâm. Jika niat berjamaah dilakukan di pertengaha n shalat maka hukumnya makruh dan tidak memperoleh fadhilahny a berjamaah. Keabsahan melakukan niat berjamaah di tengah-ten gah shalat itu berlaku untuk selain shalat Jum’at. Sebab, shalat Jum’at wajib dikerjakan berjamaah. Imam dan makmum Jum’at wajib niat berjamaah bersamaan dengan takbîratul ihrâm.
2. Tahu terhadap perpindaha n rukun yang dilakukan imam, bisa dengan melihat imamnya, mendengar suaranya, mendengar suara orang yang menyampaik an takbîr intiqâl-nya imam (muballigh), atau melihat sebagian dari makmum.
3. Makmum harus menyesuaik an dengan imamnya dalam melakukan atau meninggalk an sunnat-sun nat shalat yang jika tidak menyamai imamnya akan menyebabka n terjadinya perbedaan yang mencolok antara gerakan imam dan makmum. Misalnya, jika imam melakukan atau meninggalk an sujud tilâwah, maka makmum harus mengikuti imam.
4. Posisi makmum tidak boleh berada di depan imam. Boleh lurus dengan imam akan tetapi hukumnya makruh dan menghilang kan fadhilah jamaah. Patokan posisi pada saat berdiri adalah tumit kaki, bukan ujung jari-jari. [1] Jadi, tumit kaki makmum tidak boleh berada di depan tumit kaki imam.
5. Makmum tidak boleh mendahului atau terlambat dari imam dalam dua rukun fi’li(rukun yang berbentuk gerakan bukan ucapan) secara berurutan.
Sedangkan bersamaan dengan imam hukumnya ada lima:
a. Haram dan dapat membatalka n shalat, yaitu bersamaan dengan imam dalamtakbîratul ihrâm.
b. Sunnat. Yaitu membaca âmîn setelah Fâtihahnya imam.
c. Makruh dan dapat menghilang kan keutamaan jamaah jika dilakukan dengan sengaja, yaitu bersamaan dengan imam dalam melakukan rukun-ruku n fi’li dan salam.
d. Wajib, yaitu jika makmum tahu bahwa kalau tidak membaca Fâtihah bersama imam, maka ia akan tertinggal dua atau tiga rukun dari imam yang menyebabka n batalnya shalat.
e. Mubah (boleh). Yaitu di selain hal-hal di atas.
6. Antara imam dan makmum harus cocok dalam susunan atau bentuk shalatnya. Maka dari itu, tidak sah melakukan shalat lima waktu dikerjakan berjamaah dengan orang yang shalat khusuf (gerhana) atau jenazah, karena bentuk shalatnya tidak sama.
7. Imam dan makmum harus berkumpul dalam satu tempat. Mengenai hal ini masih ada beberapa peninjauan :
Pertama, bila imam dan makmum sama-sama di dalam masjid, maka makmum boleh mengikuti imam sekalipun jarak antara makmum dan imamnya lebih dari 300 hasta (183,6 meter) asalkan 1) makmum tahu pada perpindaha n rukun imam, 2) tidak ada penghalang yang membuat makmum tidak bisa sampai kepada imam jika misalnya makmum berjalan. Maksudnya, antara makmum dan imam ada jalan (ruang) tembus sekalipun dengan cara berpaling (mundur).
Kedua, bila imamnya di masjid sedangkan makmum berada di luar masjid, maka: 1) jarak antara ujung masjid dengan tempat itu tidak boleh melebihi 300 hasta (183, 6 meter) jika barisan shaf jamaah tidak bersambung hingga tempat tersebut; 2) makmum harus tahu perpindaha n rukun imam; 3) tidak ada penghalang antara keduanya (harus ada jalan tembus yang menghubung kan makmum dan imam, walaupun dengan cara menyamping ). Dalam persoalan kedua ini jalan tembus tidak bisa dengan cara berpaling (mundur).
Ketiga, bila jamaah dilakukan di tempat lapang atau di dalam bangunan yang bukan masjid, maka syaratnya: 1) jarak antara imam dan makmum tidak boleh lebih dari 300 hasta. 2) makmum harus mengetahui perpindaha n rukun imamnya. 3) tidak ada penghalang antara keduanya (harus ada jalan tembus yang menghubung kan makmum dan imam, walaupun dengan cara menyamping ). Dalam persoalan ketiga ini, juga jalan tembus tidak bisa dengan cara mundur.
8. Memiliki keyakinan bahwa shalat imamnya sah. Maka, makmum yang bermadzhab Syafii tidak sah bermakmum pada orang yang bermadzhab Maliki yang melarang membaca Basmalah di awal Fâtihah, jika makmum yakin bahwa imamnya tidak membaca Basmalah ketika membaca Fâtihah.
9. Tidak boleh bermakmum pada perempuan jika makmumnya laki-laki.
10. Tidak boleh bermakmum kepada orang yang sedang menjadi makmum.
Sunnat-sun nat dalam Shalat Jamaah
Sunnat-sun nat bagi imam:
- Mengerjaka
n kewajiban dan kesunnatan seringan mungkin. Ini bukan berarti sunnat memilih yang tidak sempurna, akan tetapi sunnat tidak melebihi kesempurna an yang telah ditetapkan , semisal membaca tasbîh tiga kali saja. Hal ini karena kondisi makmum bermacam-m acam. Bisa jadi di antara mereka ada yang sudah tua atau terburu-bu ru disebabkan ada urusan. - Mengeraska
n suaranya di setiap takbir baik takbîratul ihrâm atau takbir intiqâl(perpindah an rukun). - Memanjangk
an shalatnya di rakaat pertama. Ini berlaku ketika pada awalnya ia shalat sendirian, lalu berfirasat bahwa akan ada orang yang akan bermakmum pada dirinya. - Sebelum takbir memerintah
makmum agar meluruskan barisannya . - Memperlama
rukû‘ dalam rakaat terakhir. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada makmum yang baru datang (masbûq) agar memperoleh hitungan rakaat. - Juga makruh menjadi imam bagi orang-oran
g yang kebanyakan dari mereka tidak menyukainy a karena alasan syariat, semisal penguasa yang tidak disukai karena kedzaliman nya atau orang yang tidak disukai karena tidak menjaga diri dari najis.[2]
========== ==
Dari buku : Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat)
Diterbitka n oleh Pustaka SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri. Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur
PO. Box 22 Pasuruan 67101. Telp. 0343 420444 Fax. 0343 428751
========== ==
FOOTNOTE
[1] Lihat Hâsyiyat al-Bujayra mi alâ al-Khathîb juz 2 hlm. 319.
[2] Lihat Fath al-Allâm juz 2 hlm 556.
DOKUMEN FB :