Bab VI Shalat (Bag 3)
Hal-hal yang Membatalka n Shalat
Shalat bisa batal disebabkan beberapa hal:
1. Hadas, baik besar maupun kecil.
2. Mengucapka n kata-kata sampai dua huruf walaupun tidak bisa dipaham (tidak memiliki makna), atau satu huruf namun bisa dipaham.
3. Terbukanya aurat. Apabila auratnya terbuka disebabkan angin, maka harus ditutup dengan seketika. Jika dibiarkan terbuka maka shalatnya batal.
4. Terkena najis.
5. Menelan makanan atau air walaupun sedikit.
6. Tertawa terbahak-b ahak, atau menangis sesegukan sampai mengeluark an suara dua huruf walaupun menangisny a karena takut kepada Allah.
7. Mengubah niat dari fardhu ke sunnat. Kecuali ketika menemukan shalat jamaah dan berkeyakin an dirinya tidak akan ketinggala n. Maka, dia diperboleh merubah shalatnya menjadi shalat sunnat lalu mengikuti shalat jamaah.
8. Niat menghentik an shalat atau bermaksud menghentik an shalat.
9. Mendahului dua rukun dari imam secara berturutan .
10. Ragu-ragu untuk memutuskan shalat.
11. Ragu-ragu dalam niat, atau salah satu rukun (niat dan lamanya kira-kira satuthuma’nîna h).
12. Terlambat dua rukun dari imam secara berurutan dengan sengaja atau tiga rukun karena ada udzur.[1]
13. Bergerak tiga kali berturut-t urut selain gerakan shalat. Gerakan yang dilakukan dengan tujuan main-main sekalipun sedikit (tidak berturut-t urut) juga dapat membatalka n pada shalat.
14. Menambah atau mengulang- ulangi rukun fi’li (rukun shalat yang berupa gerakan), kecuali jika mengikuti gerakan imam dalam shalat jamaah.
Imam Ibnu Hajar menganggap batal bila ada orang yang tasyahhud akhir dengan duduk iftirasy lalu ketika mengubah posisi duduknya (untuk memperoleh kesunnatan ) menjadi duduk tawarruk, ia menjongkok kan badan sehingga dahi melurusi depan lutut. Hal ini dianggap menambah rukun, karena jongkokan itu menyamai rukû’-nya orang yang melaksanak an shalat dengan cara duduk. Namun menurut Imam Ramli, tidak batal jika tidak disertai niatan menambah rukun[2].
15. Murtad, atau keluar dari Islam.
16. Meninggalk an satu rukun dengan sengaja. Apabila meninggalk an satu rukun karena lupa, maka tidak membatalka n shalat. Dan jika ingat bahwa dirinya meninggalk an salah satu rukun shalat, maka dia harus kembali lagi untuk mengerjaka n rukun yang ditinggalk annya. Hal itu jika dia ingat sebelum mengerjaka n rukun yang sama.
Jika ingatnya terjadi pada waktu mengerjaka n rukun yang sama dengan rukun yang ditinggalk an —semisal lupa meninggalk an ruku’ dan ingat pada waktu mengerjaka n ruku’ di rakaat selanjutny a— maka dia tidak perlu kembali, namun harus menambah satu rakaat, karena rakaatnya tidak dianggap (tidak dihitung).
17. Bermakmum pada orang yang tidak sah jadi imam.
18. Berpaling dari arah Kiblat dengan dada.
19. Memperlama rukun-ruku n pendek. Termasuk rukun pendek adalah i’tidal dan duduk di antara dua sujud menurut pendapat Ashah.
Makruh-mak ruh Shalat
- Shalat dalam keadaan menahan hadas seperti menahan kentut dan kencing, karena dapat mengganggu
pada kekhusyu’a n. - Memejamkan
mata. Kecuali jika dapat menambah khusyu’. - Mengarahka
n pandangan pada selain tempat sujud. - Menoleh dengan wajah. Kalau menoleh menye-babk
an dadanya ikut berpaling dari kiblat maka shalatnya batal - Duduk iq’â (jongkok) seperti duduknya anjing.
Duduk iq’â ada dua macam: pertama, duduk sendekul dengan menegakkan kedua paha hingga menempel pada perut seperti duduknya anjing; kedua, meletakkan ujung jari-jari kaki dan kedua lutut pada tanah (lantai) sedangkan pantat menempel pada tumit. Duduk iq’a yang kedua ini sunnat dilakukan ketika duduk di antara dua sujud.[3]
- Shalat dengan kepala terbuka.
- Berkacak pinggang
- Shalat ketika mengantuk.
- Shalat di saat lapar.
- Shalat di pinggir makanan yang menarik selera.
- Melakukan sesuatu yang dapat menghilang
kan kekhusyuan . - Meletakkan
kedua tangan pada lengan ketika takbîrat al-ihrâm dan sujud. - Mengeraska
n suara pada saat disunnatka n untuk bersuara pelan. - Mengeraska
n bacaan di belakang imam. Kecuali untuk membaca amîn setelah Fâtihahnya imam dan dan di sela-sela bacaan qunutnya imam. - Memberi isyarat yang bisa dimengerti
oleh orang lain, seperti isyarat dengan mata, alis atau bibir, tanpa ada hajat dan tidak bertujuan main-main. Sebenarnya , isyarat dengan alis atau bibir masih menjadi perdebatan di kalangan ulama fikih. Bahkan ada yang mengatakan batal. baik bertujuan main-main atau tidak[4]. - Selalu menempati satu tempat saja, kecuali bagi imam di mihrab.
- Menyingsin
gkan lengan baju. - Membentang
kan kedua tangan ketika sujud, seperti hewan buas yang mengendap- endap hendak menerkam buruan. - Mengerjaka
n shalat dengan cepat karena dapat menghilang kan kekhusyu’a n. - Meninggalk
an bacaan-bac aan yang disunnatka n.
Waktu Diam (Saktah) dalam Shalat.
Ada beberapa tempat yang disunnatka n diam dalam shalat, yaitu:
- Diam sebentar antara takbîr dan membaca doa iftitâh.
- Diam sebentar setelah membaca iftitâh dan akan membaca Fâtihah.
- Diam cukup panjang bagi imam setelah membaca Fâtihah sebelum membaca surat. Hal ini untuk memberi kesempatan
bagi makmum agar leluasa membaca Fâtihah. Ketika ini imam disunnatka n membaca satu surat dari al-Quran dengan pelan. Adapun surat yang dibaca sunnat berurutan dengan surat selanjutny a yang dibaca dengan suara keras. Diam sebentar setelah membaca surat dan akan rukû‘.
Perbedaan antara Laki-laki dan Perempuan
Ada lima perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam bentuk dan sifat shalatnya :[5]
Pertama, ketika rukû’.
Laki-laki: kedua siku direnggang kan dari lambung, perut diangkat dari paha, kedua lutut dan telapak kaki dipisah kira-kira satu jengkal.
Perempuan: kedua siku dipertemuk an dengan lambung; sebagian perut dipertemuk an dengan sebagian paha sementara kedua lutut dan kedua telapak kakinya dirapatkan .
Kedua, suara bacaan.
Laki-laki: sunnat mengeraska n suara dalam shalat yang disunnatka n bersuara keras.
Perempuan: harus dengan suara pelan ketika shalat di dekat laki-laki yang bukan mahramnya. Kalau shalat sendirian (Tidak ada laki-laki lain yang bukan mahram) boleh mengeraska n suara.
Ketiga, ketika terjadi sesuatu dalam shalat, seperti mengingatk an imam yang lupa, memberi izin pada orang yang meminta izin masuk ke rumahnya atau memperinga ti orang buta yang akan terjadi bahaya.
Laki-laki: memberitah u dengan cara membaca tasbîh: سُبْحَانَ اللهِ. Membaca tasbîh ini harus dengan bertujuan dzikir atau bertujuan dzikir disertai tujuan memberi tahu, atau tidak berniat apa-apa. Sebab, bila tujuannya hanya untuk menegor imam, shalatnya bisa batal.
Perempuan: memberitah unya dengan cara menepukkan telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri. Jika yang ditepukkan adalah telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan tujuan main-main, dan tahu akan keharamann ya, maka shalatnya batal.
Keempat, mengenai aurat yang harus ditutupi pada saat shalat.
Laki-laki: bagian tubuh antara pusar dan lutut tidak termasuk aurat, namun wajib menutupi sebagian pusar dan lututnya agar yakin bahwa semua auratnya tertutup.
Perempuan: seluruh badannya harus tertutup kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini bila di waktu mengerjaka n shalat. Adapun di luar shalat, maka wajib menutupi seluruh badan.
========== ==
Dari buku : Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat)
Diterbitka n oleh Pustaka SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri. Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur
PO. Box 22 Pasuruan 67101. Telp. 0343 420444 Fax. 0343 428751
========== ==
FOOTNOTE
[1] Lihat Sullam at-Tawfîq hlm.35.
[2] Lihat I’anatu al-Thlmibi n juz 1 hlm. 260
[3] Lihat Hasyiyat al-Syarqow i Juz.1. hlm. 230
[4] Ibid hlm. 209
[5] Lihat Tawsyîh alâ Ibni Qâsim hlm.64-65.
DOKUMEN FB :