BERSENGGAM A DISAAT HAMIL
Oleh
Masaji Antoro
ي – وَطْءُ الْحَامِل :
56 – اخْتَلَفَ الْفُقَهَا ءُ فِي حُكْمِ وَطْءِ الْحَامِل :
فَقَال أَبُو جَعْفَرٍ الطَّحَاوِ يُّ : ذَهَبَ قَوْمٌ إِلَى كَرَاهَةِ وَطْءِ الرَّجُل امْرَأَتَه ُ إِذَا كَانَتْ حُبْلَى ، وَاحْتَجُّ وا بِمَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَك ُمْ سِرًّا، فَإِنَّ الْغَيْل يُدْرِكُ الْفَارِسَ فَيُدَعْثِ رُهُ عَنْ فَرَسِهِ (3) .
__________
(3) حديث : ” لا تقتلوا أولادكم سرا . . ” أخرجه أبو داود ( 4 / 211 ) من حديث أسماء بنت يزيد بن السكن .
وَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَا ءِ إِلَى حِل وَطْءِ الْحَامِلِ ، وَاسْتَدَل ُّوا بِمَا وَرَدَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَال : إِنِّي أَعْزِل عَنِ امْرَأَتِي ، فَقَال لَهُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لِمَ تَفْعَل ذَلِكَ ؟ فَقَال الرَّجُل : أُشْفِقُ عَلَى وَلَدِهَا، فَقَال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنْ كَانَ لِذَلِكَ فَلاَ ، مَا ضَارَّ ذَلِكَ فَارِسَ وَلاَ الرُّومَ (1) .
قَال الطَّحَاوِ يُّ : فِي هَذَا الْحَدِيثِ إِبَاحَةُ وَطْءِ الْحَبَالَ ى، وَإِخْبَار ُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ ذَلِكَ إِذَا كَانَ لاَ يَضُرُّ فَارِسَ وَالرُّومَ فَإِنَّهُ لاَ يَضُرُّ غَيْرَهُمْ .
وَاسْتَدَل ُّوا أَيْضًا بِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنِ الْغِيلَةِ حَتَّى ذَكَرْتُ أَنَّ الرُّومَ وَفَارِسَ يَصْنَعُون َ ذَلِكَ فَلاَ يَضُرُّ أَوْلاَدَه ُمْ (2) .
فَفِي هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَمَّ بِالنَّهْي ِ عَنْ ذَلِكَ حَتَّى بَلَغَهُ، أَوْ حَتَّى ذَكَرَ أَنَّ فَارِسَ وَالرُّومَ يَفْعَلُون َهُ فَلاَ يَضُرُّ أَوْلاَدَه ُمْ .
وَفِي ذَلِكَ إِبَاحَةُ مَا قَدْ حَظَرَهُ الْحَدِيثُ الَّذِي اسْتَدَل بِهِ الْقَائِلُ ونَ بِكَرَاهَة ِ وَطْءِ الْحَامِل (3) .
__________
(1) حديث : ” إن كان لذلك فلا . . ” أخرجه مسلم ( 2 / 1067 ) .
(2) سبق تخريجه ف52 .
(3) شرح معاني الآثار 3 / 46 – 48، وفيض القدير 5 / 280 .
********** ********** ********** **********
Menurut sebagian ulama seperti yang dikemukaka n oleh Abu ja’far at-Thohaaw y menghukumi makruhnya persetubuh an dengan istri saat sedang hamil berdasarka n hadits Nabi :
”Janganlah kalian membunuh anak kalian secara pelan-pela n, karena sesungguhn ya air yang mengalir akan menyusul sang penunggang kemudian merobohkan kudanya” (HR.Abu Daud IV/211 riwayat dari Asma Binti Yaziid Bin Assakn)
Namun menurut kalangan mayoritas Ulama Ahli Fiqh menyatakan halal dan bolehnya mensetubuh i istri di saat hamil, mereka berpijak pada hadits Nabi :
1.>> Sesungguhn ya datang seorang lelaki pada Rosulullaa h shallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata :
”Aku menjalani ‘azl (senggama terputus) pada istriku”
”Kenapa kau menjalanin ya ?” Tanya Rosulullah
“Aku kasihan pada anaknya” Jawab lelaki itu
Kemudian Rosulullah bersabda “Bila karena hal tersebut (kehamilan nya) sebenarnya tidak masalah, karena orang Persia dan Rum juga tidak menyatakan bahaya”. (HR Muslim II/1067)
Mengenai hadits ini At-Thohaaw y berpendapa t : Hadits ini menunjukka n bolehnya menjalanka n persetubuh an disaat hamil, Nabi memberitah u orang-oran g bangsa Persia dan Romawi menjalanin ya dan tidak terjadi bahaya tentunya bagi orang-oran g dari bangsa lain juga tidak.
2.>> Pijakan yang digunakan oleh para ulama tentang bolehnya mensetubuh i istri disaat hamil juga berupa hadits
“Sesungguh nya Aku hendak melarang ghilah, tetapi aku teringat bahwa bangsa Romawi dan Persia melakukan hal itu dan itu tidak membahayak an anak-anak mereka” (HR. Muslim)
*Ghilah = bersetubuh dengan istri ketika hamil.
Dalam hadits ini dinyatakan bahwa Nabi hendak melarang persetubuh an saat hamil namun kemudian beliau mendengar berita atau ingat bahwa bangsa Romawi dan Persia melakukann ya dan itu tidak membahayak an anak-anak mereka, maka kemudian persetubuh an dalam keadaan seperti inipun tidak dilarang (selagi tidak menyakiti pasangan suami istri).
Dua hadits diatas menunjukka n diperboleh kannya persetubuh an ini sekaligus melemahkan dasar hadits yang dipakai pijakan orang-oran g yang memakruhka nnya. (Syarh Ma’aani al-Aatsaar IV/46-48, Faidh alQadiir V/280)
AlMausuu’a h AlFiQhiyya h 31/344
Wallaahu A’lamu Bis Showaab