PERTANYAAN :
Bang Toyyib Aja
Nambah pertanyaan ustadz! Afwan…
Apabila shalat berjema’ah . Apakah niat jadi ma’mum wajib di ikut sertakan saat takbiratul ihram?
Atas jawabannya .Semoga Allah membalasny a dengan sebaik2 nya balasan. Aamiin.
JAWABAN :
>> Masaji Antoro
Niat menjadi makmum :
• Saat shalat jumah wajib bersamaan dengan takbirotul ihram
• Diselain shalat jumah boleh kapan saja namun tidak mendapatka n fadhilah jamaah dan bila dia tidak niat menjadi makmum namum praktek shalatnya mengikuti gerakan shalatnya imam maka batal shalatnya menurut pendapat yang paling shahih.
ثم شرط حصول الجماعة أن ينوي المأموم الائتمام مع التكبير لأن التبعية عمل فافتقرت إلى النية فدخلت في عموم الحديث ويكفيه أن ينوي الائتمام بالمتقدم وإن لم يعرف عينه… ولو لم ينو الاقتداء انعقدت صلاته منفردا ثم إن تابع الإمام في أفعاله بطلت صلاته على الأصح
Kemudian syarat berhasilny a jamaah adalah bila makmum niat menjadi makmum bersamaan dengan takbirotul ihrom karena mengikuti adalah perbuatan maka butuh terhadap niat maka masuk dalamkeumu man hadits nabi (INNAMAL ‘A’MAALU BIN NIYYAAT), dan cukup baginya sekedar niat menjadi makmum meskipun ia tidak tahu (sosok) imamnya… .
Bila dia tidak niat menjadi makmum maka shalatnya hanya sah menjadi shalat sendirian, namun bila ia mengikuti gerakan-ge rakan imam (padahal dia tidak niat menjadi makmum) maka batal shalatnya menurut pendapat yang paling shahih.
Kifaayah al-Akhyaar I/131
( وَ ) رَابِعُهَا ( نِيَّةُ اقْتِدَاءٍ ) أَوْ ائْتِمَامٍ بِالْإِمَا مِ ( أَوْ جَمَاعَةٍ ) مَعَهُ فِي غَيْر جُمُعَةٍ مُطْلَقًا ( وَفِي جُمُعَةٍ مَعَ تَحَرُّمٍ ) لِأَنَّ التَّبَعِي َّةَ عَمَلٌ فَافْتَقَر َتْ إلَى نِيَّةٍ إذْ لَيْسَ لِلْمَرْءِ إلَّا مَا نَوَى فَإِنْ لَمْ يَنْوِ مَعَ التَّحَرُّ مِ انْعَقَدَت ْ صَلَاتُهُ فُرَادَى إلَّا الْجُمُعَة َ فَلَا تَنْعَقِدُ أَصْلًا لِاشْتِرَا طِ الْجَمَاعَ ةِ فِيهَا . وَتَخْصِيص ُ الْمَعِيَّ ةِ بِالْجُمُع َةِ مِنْ زِيَادَتِي ( لَا تَعْيِينُ إمَامٍ ) فَلَا يُشْتَرَطُ لِأَنَّ مَقْصُودَ الْجَمَاعَ ةِ لَا يَخْتَلِفُ بِذَلِكَ بَلْ يَكْفِي نِيَّةُ الِاقْتِدَ اءِ بِالْإِمَا مِ الْحَاضِرِ ( فَلَوْ تَرَكَهَا ) أَيْ هَذِهِ النِّيَّةَ ( أَوْ شَكَّ ) فِيهَا ( وَتَابَعَ فِي فِعْلٍ أَوْ سَلَامٍ بَعْدَ انْتِظَارٍ كَثِيرٍ ) لِلْمُتَاب َعَةِ بَطَلَتْ صَلَاتُهُ لِأَنَّهُ وَقَفَهَا عَلَى صَلَاةِ غَيْرِهِ بِلَا رَابِطَةٍ بَيْنَهُمَ ا فَلَوْ تَابَعَهُ اتِّفَاقًا أَوْ بَعْدَ انْتِظَارٍ يَسِيرٍ أَوْ انْتَظَرَه ُ كَثِيرًا بِلَا مُتَابَعَة ٍ لَمْ يَضُرَّ
Yang Ke 4 (dari syarat-sya ratnya menjadi makmum) adalah niat mengikuti atau bermakmum pada imam atau berjamaah bersamanya dalam selain shalat jumah secara mutlak dan dalam shalat jumah bersamaan dengan takbirotul ihram.Kare na mengikuti adalah perbuatan maka membutuhka n niat sebab tidak ada bagi seseorang kecuali atas apa yang ia niati, bila ia tidak niat mengikuti atau menjadi makmum maka shalatnya sahnya menjadi shalat sendiri (bukan berjamaah) kecuali dalam shalat jumah maka tanpa niat menjadi makmum shalatnya tidak sah sama sekali karena dalam shalat jumah disyaratka n harus dikerjakan dengan berjamaah. Keterangan bersama dalam shalat jumah diatas adalah tambahan saya (pengarang kitab).
Tidak diperlukan menentukan imamnya (penyebuta n nama imamnya) maka tidak disyaratka n yang demikian sebab tujuan berjamaah tidak menjadi berselisih karenanya namun cukup ‘niat mengikuti/ menjadi makmum’ dengan imam yang hadir.
Bila ia meninggalk an niat menjadi makmum diatas, atau ia ragu-ragu dan ia mengikuti gerakan imam atau salamnya setelah penantian lama (demi membarengk an salam bersamanya ) maka batal shalatnya, sebab ia menangguhk an shalatnya pada shalat orang lain tanpa ada jalinan hubungan diantara keduanya, namun bila kecocokan gerakan shalatnya dengan imam hanya secara kebetulan, atau mengikuti salamnya imam dengan masa penantian pendek atau dalam masa panjang namun tidak ada unsur niat mengikuti maka shalatnya tidak berbahaya (shalatnya sah).
Hasyiyah al-Jamal V/91
Wallaahu A’lamu Bis showaab.
Link Diskusi >>