PERTANYAAN :
Ie Pos
Assalamu’a laikum..
Masalah : Sudah umum jika IUD/ spiral dipasang oleh bidan/ dokter. Sedangkan farji tidak boleh dilihat oleh selain suami. Pertanyaan: Apakah pemasangan IUD tersebut halal dilakukan oleh org lain (dokte r) ?
JAWABAN :
>> Masaji Antoro
Hasil Bahts Masail PWNU 1997 di PP. Ketapang Malang
IUD adalah alat yang berbentuk huruf T yang ditempatka n di dalam rahim yang menyebabka n terjadinya perubahan di dalam rahim tersebut yang mencegah sel telur dari kondisi siap untuk menghadapi pembuahan. Alat pencegah kehamilan tersebut dapat berada didalam uterus untuk kurun waktu beberapa tahun dan merupakan alat pengatur jarak kehamilan yang paling efektif.
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya menggunaka n kontraseps i spiral (IUD) dalam KB mengingat caranya dengan melihat aurat?
Jawaban:
Pada dasarnya menggunaka n spiral (IUD) itu hukumnya boleh, sama dengan ‘azl atau alat-alat kontraseps i yang lain, tetapi karena cara memasangny a harus melihat aurat mugholadzo h maka hukumnya haram. Oleh karena itu diusahakan dengan cara yang dibenarkan oleh syara’ seperti dipasang oleh suaminya sendiri.
Dasar Pengambila n Hukum:
1. Sullamu al-Taufiq
وَمِنْ مَعَاصِى اْلعَيْنِ النَّظَرُ اِلىَ النِّسَاءِ اْلاَجْنَب ِيَّاتِ وَكَذَا نَظَرُ هُنَّ اِلَيْهِمْ وَنَطَرُ اْلعَوْرَا تِ فَيَحْرُمُ نَظَرُ شَيْئٍ مِنْ بَدَنِ اْلمَرْأَة ِ اْلاَجْنَب ِيَّةِ غَيْرِ الْحَلِيْل َةِ وَيَحْرُمُ عَلَيْهَا كَشْفُ شَيْئٍ مِنْ بَدَنِهَا بِحَضْرَةِ مَنْ يَحْرُمُ نَظَرُهُ اِلَيْهَا وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ وَعَلَيْها َ كَشْفُ شَيْءٍ مِمَّا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْب َةِ بِحَضْرَةِ مُطَّلِعٍ عَلىَ اْلعَوْرَا تِ وَلَوْ مَعَ جِنْسٍ وَمَحْرَمِ يَّةٍ غَيْرِ حَلِيْلَةٍ
“Termasuk diantara maksiat mata yaitu memandang kepada wanita lain dan demikian juga mereka memandang laki-laki lain dan melihat aurat. Maka haram melihat bagian dari tubuh wanita lain kecuali perempuan yang halal dan haram pula atas dia membuka bagian dari badannya dihadapan orang yang haram melihatnya . Haram atas laki-laki dan perempuan membuka bagian diantara pusar dan lutut dihadapan orang yang melihat aurat sekalipun bersama jenis dan ada hubungan mahram kecuali perempuan yang halal”
2. Hasyiatu al-Qulyubi , Juz III, Hlm, 212
(وَمَتَى حَرُمَ النَّظَرُ حَرُمَ الْمَسُّ) لِأَنَّهُ أَبْلَغُ فِي اللَّذَّةِ مِنْهُ
“Dan ketika melihat itu haram, maka menyentuh juga haram karena menyentuh itu lebih sempurna daripada melihat dlam kenikmatan nya”
3. Mughni al-Muhtaj, Juz IV, Hlm, 215
اعْلَمْ أَنَّ مَا تَقَدَّمَ مِنْ حُرْمَةِ النَّظَرِ وَالْمَسِّ هُوَ حَيْثُ لاَ حَاجَةَ إلَيْهِمَا وَأَمَّا عِنْدَ الْحَاجَةِ فَالنَّظَر ُ وَالْمَسُّ (مُبَاحَان ِ لِفَصْدٍ وَحِجَامَة ٍ وَعِلاَجٍ) وَلَوْ فِيْ فَرْجٍ لِلْحَاجَة ِ الْمُلْجِئ َةِ إلَى ذَلِكَ؛ ِلأَنَّ فِي التَّحْرِي ْمِحِيْنَئ ِذٍ حَرَجًا، فَلِلرَّجُ لِ مُدَاوَاةُ الْمَرْأَة ِ وَعَكْسُهُ ، وَلْيَكُنْ ذَلِكَ بِحَضْرَة
مَحْرَمٍ أَوْ زَوْجٍ أَوْ امْرَأَةٍ ثِقَةٍ إنْ جَوَّزْنَا خَلْوَةَ أَجْنَبِيٍ ّ بِامْرَأَت َيْنِ، وَهُوَ الرَّاجِحُ
“Ketahuila h sesungguhn ya apa yang telah lalu bahwa keharaman melihat dan menyentuh ketika tidak hajat untuk melihat dan menyentuh. Adapun ketika ada hajat maka melihat dan menyentuh hukumnya boleh kerena bertujuan cantuk dan mengobati walaupun pada farji, karena hajat yang mendesak untuk itu, karena jika diharamkan dalam kondisi seperti ini akan menimbulka n kesulitan. Jadi seorang laki-laki boleh mengobati orang perempuan dan sebaliknya dan hendaknya hal itu dilakukan dihadapan mahram atau suami atau perempuan yang dipercaya jika kita mengikuti ulama yang membolehka n khalwat satu orang laki-laki dengan dua orang perempuan dan ini pendapat yang rajih”