PERTANYAAN :
Thiyah RizQie
Bagaimana hukumnya apabila se orang wanita sedang keputihan, waktu ia berwudu keputihann ya tdk kluar. Tapi ketika sholat baru dapat 1 atau 2 rokaat keputihann ya kluar sdikit.
Itu sholatnya batal tidak ya ???Di hentikan wudu lagi atau dilanjutka n ???
JAWABAN :
Nur Hasyim S. Anam
Da’imul hadats yang hendak salat fardlu, wudlunya wajib dilaksanak an setelah masuknya waktu salat. Setiap akan bersesuci (wudlu/ tayamum), wajib membersihk an kemaluanny a dengan air atau istinja’ dengan benda padat dsb. Lalu menyumbat lubang kemaluanny a dengan sejenis kapas yang suci.Bila setelah disumbat hadasnya (darah/ kencing) masih merembes keluar, ia wajib memakai pembalut dan bercelana dalam yang kuat.Untuk pria hal ini dilakukan dengan cara membalut kepala penis lalu mengikatny a.
Semua ini dilakukan bila memang;
1. Tidak membahayak an diri; misalnya menimbulka n rasa sakit atau panas dengan terhentiny a aliran darah. Bila hal itu dirasa membahayak an / menyakitkan, maka boleh tidak melakukan penyumbata n atau pembalutan .
2. Tidak berpuasa. Bagi mereka yang berpuasa tidak boleh melakukan penyumbata n. Sebab bisa membatalka n puasa.
Jika setelah disumbat atau memakai pembalut hadasnya masih merembes keluar karena darah/ kencingnya sangat kuat –bukan karena kurang kuat dalam membalut-, tidak menjadi masalah. Artinya salatnya sah, karena wudlunya tidak batal. Berbeda halnya jika hadas tersebut merembes karena kurang kuat dalam membalut.
Ketika menyumbat tidak boleh ada bagian kain/ kapas penyumbat yang keluar, atau berada pada vagina/ penis bagian luar. Meskipun sedikit. Sebab bila ada penyumbat yang keluar ke vagina/ penis luar –walaupun hanya sehelai benang-, maka salatnya tidak sah. Sebab dianggap membawa barang najis. Yang dimaksud vagina bagian luar adalah daerah yang tampak ketika sedang jongkok buang air.
Semua hal di atas (membasuh kelamin, menyumbat sampai dengan salat) harus dilaksanak an setelah masuknya waktu dan tidak boleh lamban. Bila setelah wudlu, ia tidak langsung salat, maka wudlunya batal. Kecuali jika kelambanan nya tersebut untuk kemaslahat an salat, semisal untuk menutup aurat, menunggu adzan /iqamah, mencari arah qiblat atau menunggu jamaah.
Perlu diketahui bahwa, wudlu bagi orang yang selalu berhadas (termasuk mustahadha h) hukumnya sama dengan orang bertayammu m. Dalam artian, niat wudlunya sama dengan niat tayammum. Tidak boleh niat wudlu sebagaiman a biasa.
Contoh niat wudlu bagi mustahadha h adalah;
a) niat wudlu agar diperboleh kan salat Ashar,
b) niat wudlu agar diperboleh kan membaca al-Qur’an, atau lainnya.
Satu kali wudlu yang diniatkan untuk salat fardlu hanya dapat dipakai untuk satu kali salat fardlu dan beberapa salat atau ibadah sunnat, sampai dengan keluarnya waktu salat. Jadi misalkan wudlunya untuk salat Zuhur, maka setelah melakukan salat Zuhur ia boleh melaksanak an ibadah-iba dah sunnah yang lain –tanpa mengulangi wudlunya– sampai keluarnya waktu Zuhur. Setelah itu wudlunya dianggap batal.
Da’imul hadats yang setelah wudlu hadasnya (darah/ kencing) berhenti cukup lama (cukup untuk salat dan wudlu), maka wudlunya batal. Demikian juga sebaliknya , wudlu yang dilaksanak an saat darahnya berhenti (lama) tersebut batal dengan keluarnya darah.Must ahadhah yang memiliki kebiasaan kadang-kad ang darahnya bersih (yang lama) dan kadang-kad ang keluar, wajib melaksanak an salat dan wudlu pada saat masa bersih. Kecuali bila khawatir kehabisan waktu salat. Maka wajib wudlu dan salat pada saat darahnya mengalir, tanpa menunggu masa bersih.Mus tahadhah yang jika melaksanak an shalat berdiri darahnya lebih deras daripada saat duduk, maka harus shalat dengan duduk.
Wallahu A’lam.